Ikan Lokal Sungai Brantas Terancam Punah Akibat Polusi

Reporter : Alim Perdana
Para aktivis membawa bangkai ikan keliling Surabaya sebagai bentuk protes atas ketidakpedulian pemerintah terhadap pencemaran sungai. Foto/KOPIPA

SURABAYA – Komunitas Penyayang Ikan Perairan Nusantara (KOPIPA) menggelar aksi protes di depan Kantor Gubernur Jawa Timur, Jalan Pahlawan, Surabaya, Senin (10/2/2025).

Aksi yang diikuti sekitar 25 aktivis ini menyoroti ancaman kepunahan ikan lokal Sungai Brantas akibat polusi yang semakin parah.

Baca juga: Fikri Alvirhino Sebut Jawa Timur Siap Jadi Gerbang Baru Nusantara

Para aktivis membawa bangkai ikan keliling Surabaya sebagai bentuk protes atas ketidakpedulian pemerintah terhadap pencemaran sungai tersebut.

Jofan Ahmad, Koordinator aksi, menyatakan keprihatinannya atas kondisi kritis Sungai Brantas.

"Sungai Brantas, sebagai sungai strategis nasional dan terpenting di Jawa Timur, kini dalam kondisi kritis. Minimnya pengawasan pemerintah terhadap pencemaran dari limbah industri, sampah plastik, dan pemukiman bantaran sungai telah mengancam keberadaan ikan-ikan domestik," tegasnya.

Krisis Keanekaragaman Hayati

Ancaman terhadap keanekaragaman hayati Sungai Brantas bukan isapan jempol. Laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2024 menyebutkan bahwa 60% sungai di Indonesia tercemar berat, dengan 54% diantaranya disebabkan oleh limbah industri dan domestik.

Kondisi itu diperparah oleh pembangunan bendungan (39%), perubahan tata guna lahan (37%), dan spesies invasif (28%).

Prigi Arisandi, peneliti ikan Sungai Brantas, mengungkapkan temuan mengejutkan.

"Kami menemukan ketidakseimbangan rasio jenis kelamin ikan di Sungai Brantas, dengan 32% jantan dan 68% betina. Ketimpangan ini mengindikasikan gangguan hormon yang berpotensi disebabkan oleh paparan limbah industri dan domestik yang mengandung bahan kimia pengganggu endokrin (EDC)," jelasnya.

Kondisi ini, menurutnya, dapat mengganggu populasi ikan dan mengancam keseluruhan ekosistem sungai.

Identitas Lokal yang Terancam

Baca juga: Deni Prasetya Bangkitkan Semangat Ketahanan Pangan kepada Kader Ansor Jatim

Kurnia Rahmawati, peneliti ikan dan kebudayaan, menambahkan bahwa sungai juga mencerminkan identitas ekologi daerah.

"Keberagaman ikan lokal merupakan bagian dari identitas daerah. Hilangnya ikan lokal, seperti ikan papar (belida) di Kediri, berarti daerah tersebut juga kehilangan jati dirinya," ujarnya.

Ironisnya, Indonesia yang dikenal sebagai penghasil ikan terbesar kedua di dunia setelah China, juga merupakan negara dengan tingkat kepunahan ikan air tawar terbesar kedua setelah Filipina. Hal ini mengancam ketahanan pangan, mengingat ikan air tawar merupakan sumber protein utama bagi sebagian masyarakat.

Tuntutan Kopipa

Zulfikar, anggota Kopipa, menekankan dampak polusi Sungai Brantas terhadap ketahanan pangan dan kesejahteraan 17 juta warga yang bergantung pada sungai tersebut.

"Jika ini dibiarkan, bukan hanya ikan yang punah, tetapi sumber mata pencaharian ribuan nelayan dan petani juga terancam," katanya.

Baca juga: Khofifah-Emil Gelar Tasyakuran dan Doa Bersama di Grahadi, Siap Memimpin Jawa Timur 2025-2030

KOPIPA mendesak pemerintah untuk:

1. Memperketat regulasi pengelolaan limbah industri dan menerapkan sanksi tegas.

2. Memasang CCTV dan alat pemantau kualitas air real-time di setiap outlet pembuangan limbah industri.

3. Membentuk satgas pengawasan pembuangan limbah cair di Jawa Timur.

4. Membuat program pemulihan sungai sebagai upaya restorasi habitat ikan lokal.

Editor : Alim Perdana

Wisata dan Kuliner
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru