Oleh: Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur
DI penghujung 2025, kala Jawa Timur menutup tahun dengan optimisme ekonomi, ICMI Jawa Timur melanjutkan pemaparan hasil kajian sektoral atas kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Setelah menimbang fondasi makro pada sektor pertama, seri ini beralih ke sektor industri pengolahan, perdagangan, dan ekspor—jantung produktivitas Jawa Timur sekaligus penentu daya saingnya dalam perekonomian nasional.
Secara struktural, Jawa Timur memiliki posisi yang tidak ringan. Industri pengolahan menyumbang sekitar sepertiga PDRB provinsi, salah satu yang terbesar di Indonesia.
Pada 2025, sektor ini kembali menjadi penopang utama pertumbuhan, ditopang oleh makanan-minuman, kimia, barang logam, serta basis manufaktur menengah yang relatif matang (BPS). Kinerja ini menempatkan Jawa Timur di atas rata-rata nasional dalam hal kontribusi manufaktur terhadap PDRB.
Namun, kekuatan volume tidak selalu berbanding lurus dengan kualitas nilai tambah. Data menunjukkan bahwa peningkatan output industri Jawa Timur pada 2025 masih didominasi oleh subsektor dengan intensitas teknologi menengah-rendah, sementara penetrasi manufaktur bernilai tambah tinggi—berbasis riset, inovasi, dan desain—masih terbatas. Ini menjelaskan mengapa produktivitas tenaga kerja industri belum melesat setajam provinsi atau negara pembanding yang lebih terindustrialisasi.
Pada sisi perdagangan, Jawa Timur menunjukkan denyut yang hidup. Perdagangan besar dan eceran tumbuh stabil sepanjang 2025, ditopang konsumsi domestik dan arus distribusi antardaerah.
Posisi geografis Jawa Timur sebagai hub Indonesia timur memperkuat perannya sebagai simpul logistik, meskipun biaya distribusi dan waktu tempuh masih menjadi keluhan utama pelaku usaha (BI Jatim).
Kinerja ekspor memberi gambaran yang campuran. Secara nilai, ekspor Jawa Timur pada 2025 mencatat pertumbuhan positif, sejalan dengan pemulihan permintaan global dan perbaikan harga beberapa komoditas manufaktur.
Namun, komposisinya masih didominasi produk setengah jadi dan berbasis sumber daya, dengan ketergantungan pada pasar tradisional.
Dibandingkan capaian ekspor nasional yang mulai terdorong oleh hilirisasi komoditas strategis, Jawa Timur belum sepenuhnya mengonversi kapasitas industrinya menjadi lonjakan ekspor bernilai tambah tinggi (BPS; Kemendag).
Tantangan lain muncul pada daya saing usaha kecil dan menengah (IKM/UMKM). Walau menjadi tulang punggung penyerapan tenaga kerja, sebagian besar IKM Jawa Timur masih menghadapi kendala pembiayaan murah, standardisasi, dan integrasi ke rantai pasok industri besar. Program kemitraan sudah ada, tetapi skalanya belum cukup untuk mengubah struktur industri secara signifikan.

Penilaian ICMI Jawa Timur
Dengan menimbang kekuatan struktur, stabilitas kinerja, dan keterbatasan nilai tambah, ICMI Jawa Timur menempatkan Sektor Industri, Perdagangan, dan Ekspor 2025 pada kategori: → PRESTASI SEDANG (kuat secara volume, belum unggul secara kualitas).
Sektor ini bekerja efektif sebagai mesin pertumbuhan, tetapi belum sepenuhnya berfungsi sebagai mesin lompatan daya saing. Tanpa akselerasi inovasi, industrial upgrading, dan pembenahan rantai nilai, Jawa Timur berisiko terjebak pada pertumbuhan yang padat aktivitas namun tipis keuntungan.
Catatan Strategis ICMI Jatim untuk sektor ini adalah: (1). Dorong industrial upgrading: insentif bagi industri berbasis teknologi, desain, dan riset. (2). Perkuat hilirisasi regional: agar ekspor Jatim tidak hanya naik jumlah, tetapi juga mutu. (3). Integrasikan IKM–industri besar: melalui kemitraan wajib dan pembiayaan berbasis rantai pasok. (4). Turunkan biaya logistik: kunci daya saing perdagangan regional.
Pertumbuhan industri memberi tenaga, tetapi nilai tambah memberi arah. Pada tahun 2025 Jawa Timur terbukti telah “bekerja keras”, maka pekerjaan berikutnya yang diharapkan adalah “bekerja lebih cerdas” agar kekuatan industrinya benar-benar mengangkat daya saing daerah dan kesejahteraan pekerja. (Seri berikutnya akan mengulas sektor ketiga dalam kerangka kajian yang sama).
Editor : Alim Perdana