Presentasi Dihentikan, Benarkah Menkeu Akan Bersih-bersih?

Oleh: Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur

RAPAT dengan pendapat (RDP) Komisi XI DPR RI biasanya berjalan formal. Menteri Keuangan datang, presentasi, lalu anggota DPR mengajukan pertanyaan. Kadang berdebat, kadang sekadar formalitas. Tetapi kali ini berbeda. Presentasi pertama Menteri Keuangan baru, Purbaya Yudhi Sadewa, tiba-tiba dihentikan oleh pimpinan rapat. Kita pun bertanya-tanya: ada apa?

Apalagi, rumor segera merebak bahwa materi yang dipaparkan Purbaya menyentuh hal-hal “sensitif”, yaitu isu kebocoran anggaran, praktik rente, bahkan dugaan permainan dalam pos-pos belanja, yang itu bersinggungan dengan peran DPR yang selama ini tidak benar-benar menjadi pengawas.

Pola Lama Kembali Berulang

Bagi yang rajin mengikuti hubungan Menkeu dan DPR, adegan seperti ini terasa seperti adegan lama yang diputar ulang. Sri Mulyani, ketika masih menjabat Menkeu, pernah merasakan suasana serupa. Bedanya, ia memilih beradu data dengan anggota DPR. Berani, tegas, bahkan sering bikin suasana rapat memanas. Itu pula yang membuatnya akhirnya lebih dihormati di luar, meski kerap dicap “tidak kompromi” di Senayan.

Boediono lain lagi. Waktu ia menjabat Menkeu di era Megawati, gaya kalemnya tidak serta-merta membuat hubungan mulus. Tenang seperti air, tapi tetap berhadapan dengan arus besar politik. Menteri (teknokrat) keuangan memang ibarat berjalan di atas tali yang rapuh: antara menjaga disiplin fiskal dan menghadapi kepentingan politik.

Kini giliran Purbaya. Ia bukan tokoh asing. Pernah lama berkecimpung di dunia riset ekonomi, termasuk di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Reputasinya: serius, penuh angka, tidak terlalu suka basa-basi. Wajar bila presentasinya kali ini juga terasa “blak-blakan.”

Mengapa dihentikan?

Secara resmi, DPR Komisi XI berdalih rapat dihentikan karena masalah teknis. Agenda terlalu padat, materi belum didistribusikan lengkap, dan perlu jadwal ulang agar pembahasan lebih tuntas. Itu alasan formalnya.

Namun kita tahulah, rapat-rapat di DPR jarang murni soal teknis. Apalagi jika isi presentasi menyinggung angka-angka yang tidak nyaman didengar. Ada seloroh sinis yang beredar: “Kalau hanya bicara pertumbuhan ekonomi dan inflasi, rapat pasti mulus. Tapi kalau bicara aliran anggaran yang bocor, tiba-tiba bel bisa berbunyi tanda rapat dihentikan.”

Bersih-bersih Perlu Kejujuran dan Keberanian

Apakah ini tanda Purbaya akan melakukan bersih-bersih korupsi di kementerian dan DPR? Pertanyaan itu wajar muncul. Tetapi nanti dulu. Kita juga perlu berhati-hati.

Pertama, Menkeu bukan lembaga penegak hukum. Ia hanya bisa membuka data, mendorong transparansi, dan menolak praktik rente di kementeriannya sendiri. Untuk tindak lanjut hukum, tetap ada KPK, BPK, atau kejaksaan.

Kedua, pengalaman Sri Mulyani menunjukkan: keberanian melawan praktik tidak sehat sering berujung resistensi politik. Jalan Purbaya bisa lebih berat jika ia ingin benar-benar membongkar hal-hal yang tabu dibicarakan.

Ketiga, Purbaya punya pilihan: mengikuti gaya Boediono yang kalem tapi tetap konsisten menjaga disiplin fiskal, atau gaya Sri Mulyani yang frontal dan berani. Tetapi menurut saya sebaiknya ia menggunakan gayanya sendiri. lebih akademis, tapi tetap kritis.

Kita Tunggu Saja

Sebetulnya semua kita ingin dua hal dari Menkeu baru, yaitu: kejujuran dan keberanian. Anggaran negara terlalu besar untuk terus-menerus menjadi ladang bancakan. Dibutuhkan Transparansi.

Kalau Purbaya benar-benar berani, maka rakyat pasti akan berada di belakangnya. Tetapi kalau ia berhenti di tengah jalan, momen ini hanya akan menambah daftar panjang cerita Menkeu yang terjebak tarik-menarik politik di Senayan.

 

 

Editor : Alim Perdana