SURABAYA - Anggota DPD RI Lia Istifhama baru saja menyelesaikan resesnya di Jawa Timur, yang merupakan daerah pemilihannya. Dari hasil perjalanan reses tersebut, ia melakukan kajian inventarisir masalah.
Dari hasil kajian senator cantik yang akrab disapa Ning Lia itu, ia mengkritisi dua undang undang. Yakni, UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Kesos).
Untuk UU No.20 Tahun 2003, mengatur berbagai aspek pendidikan di Indonesia, mulai dari dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, hingga hak dan kewajiban warga negara dalam pendidikan, serta jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
Lia mengkritisi banyak penempatan guru yang jauh dari domisili. Sedangkan penempatan siswa beberapa tahun ini masih mengandung unsur zonasi.
"Faktor ini yang menjadi sebab ada Sekolah Rakyat yang kemudian tidak beroperasional akibat SDM, yakni guru mengundurkan diri akibat jarak yang tidak memungkinkan untuk ditempuh," kata Lia dalam keterangannya, Selasa (12/8/2025).
Lia mengungkapkan karena itu rekomendasinya adalah kajian terhadap wacana penempatan tenaga pendidik berbasis zonasi atau lokalitas. Meskipun bukan keseluruhan sesuai ketersediaan kualitas dan mutu tenaga pendidik di wilayah tersebut.
Lia juga mengkritisi tindakan kriminalisasi terhadap guru harus mendapatkan payung hukum yang jelas sebagai bentuk perlindungan sosial dan hukum tenaga pendidik. Diantaranya dengan membentuk Unit Perlindungan Guru dan Tenaga Kependidikan (UPGTK).
"Kriminalisasi yang diviralkan tanpa keakuratan data, justru menjadikan siswa atau anak dari pelapor sebagai korban. Sebab turut menerima sanksi sosial dari masyarakat," ujar Tokoh Muda Nahdliyin Inspiratif versi Forkom Jurnalis Nahdliyin tersebut.
Anggota Komite III DPD RI ini menilai penting disegerakan keterpenuhan sekolah inklusi yang berjenjang di semua wilayah Indonesia. Serta perlu ada dobrakan berupa kebijakan afirmatif bagi orang tua atas anak berkebutuhan khusus.
"Dengan demikian capaian pendidikan bagi ABK terpenuhi akibat ABK sebagai anak didik dan orang tua sebagai wali murid mendapatkan atensi khusus," urainya.
Berikutnya, Lia menyoroti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Terkait Dampak Sosial Pengintegrasian Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
Menurutnya, pemerintah perlu menetapkan desa sebagai pusat data sosial dan ekonomi warga, sehingga terbentuk integrasi data yang menaungi beberapa program strategis sekaligus.
Terlebih saat ini pemerintah tengah menggalakkan Koperasi Merah Putih. Pusat data tersebut mencakup berbagai informasi yang berkaitan sebagai sumber analisis pemerintah.
"Terutama dalam menjalankan berbagai program strategis, baik terkait sosial, pendidikan, Kesehatan, ketenagakerjaan, dan sebagainya," pungkas Lia.
Editor : Diday Rosadi