AI dan Masa Depan Penyelenggaraan Haji–Umrah

Oleh: Ulul Albab
Ketua Litbang DPP AMPHURI | Ketua ICMI Jawa Timur

BEBERAPA waktu lalu, publik dunia Islam dibuat kagum sekaligus tertegun saat melihat bagaimana teknologi kecerdasan buatan (AI) kini hadir secara nyata di kawasan Masjidil Haram.

Robot pemandu tawaf, asisten AI yang menjawab pertanyaan fiqih dalam berbagai bahasa, hingga sistem deteksi kerumunan secara real-time kini sudah menjadi pemandangan biasa di Tanah Suci.

Arab Saudi kini bukan lagi hanya mengelola haji dan umrah sebagai ritual ibadah, tetapi juga sebagai eksperimen futuristik dalam tata kelola digital berskala global. Mereka menargetkan 30 juta jamaah umrah pada 2030, dan AI menjadi tulang punggung pencapaian itu.

Pertanyaannya: Apakah kita di Indonesia, sebagai negara pengirim jamaah haji dan umrah terbesar di dunia, siap merespons gelombang perubahan ini? Atau justru akan tertinggal dalam pusaran disrupsi teknologi yang tak menunggu kesiapan siapa pun?

AI bukan lagi hanya teknologi baru. AI saat ini adalah cara berpikir baru. Sistem berbasis AI mampu mengolah data besar (big data), mengenali pola perilaku, menjawab pertanyaan jamaah dengan cepat, bahkan memprediksi potensi risiko yang dihadapi jamaah selama berada di Tanah Suci.

AI bahkan sudah digunakan untuk membuat manasik virtual, simulasi ibadah, hingga perencanaan logistik secara presisi.

Dalam konteks penyelenggaraan haji dan umrah oleh PPIU dan PIHK, AI bisa membuka banyak pintu inovasi. Mulai dari manajemen keberangkatan, sistem komunikasi jamaah, edukasi manasik digital, layanan customer service otomatis 24 jam, hingga pemantauan kesehatan jamaah lansia melalui wearable devices.

Namun, di sisi lain, AI juga menghadirkan tantangan serius. AI bisa menggantikan sebagian peran penyelenggara. Jika jamaah sudah bisa mengakses semua informasi, memesan sendiri layanan lewat aplikasi, bahkan memperoleh bimbingan ibadah secara personal dari chatbot, maka apa lagi peran utama PPIU?

Apakah kita akan membiarkan peran kita direduksi menjadi sekadar agen tiket dan akomodasi? Atau justru memposisikan diri sebagai mitra spiritual-digital yang membimbing jamaah secara holistik?

AMPHURI perlu menjadi pelopor dalam merespons tantangan ini. Bukan hanya dalam bentuk wacana, tetapi dalam bentuk aksi konkret, melalui: pelatihan, riset, integrasi sistem digital, hingga sertifikasi digitalisasi layanan PPIU.

Kami di Litbang DPP AMPHURI memandang bahwa adaptasi terhadap AI bukanlah pilihan, melainkan keniscayaan, suatu keharusan. Karena itu, dalam rangka menyambut Mukernas AMPHURI 2025, kami akan merumuskan peta jalan (roadmap) transformasi digital penyelenggaraan haji dan umrah yang relevan, bertahap, dan aplikatif bagi semua anggota.

Beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan antara lain:

1 - Mengembangkan sistem manasik digital berbasis AI, yang memungkinkan jamaah berlatih ibadah secara personal sebelum keberangkatan.

2 - Menyusun profil digital jamaah untuk memudahkan personalisasi pelayanan.

3 - Mendorong integrasi aplikasi PPIU dengan sistem digital Arab Saudi, seperti Nusuk, Eatmarna, dan Visa Bio.

4 - Membuka kerja sama dengan startup teknologi syariah untuk pengembangan solusi digital berbasis nilai-nilai Islam.

Tentu, semua itu harus tetap dalam koridor syar’i, memperhatikan etika digital, dan menjunjung tinggi perlindungan data pribadi jamaah.

Namun lebih dari itu semua, kita harus menyadari bahwa teknologi hanyalah alat. Yang utama tetaplah manusia dan niatnya.

AI tidak akan pernah menggantikan ketulusan seorang pembimbing ibadah yang memeluk jamaah lansia yang menangis di tempat-tempat mustajabah.

AI tidak bisa menggantikan peran doa dan dzikir yang tulus dibisikkan oleh mutawwif kepada jamaah yang gugup menjelang thawaf.

Teknologi hanya akan berguna jika digunakan oleh orang-orang yang berkomitmen pada misi suci, yaitu: melayani umat karena Allah. Lillahi Ta’ala.

Bismillahilladzi laa yadhurru ma’asmihi syai’un fil-ardhi walaa fissamaa-i wa Huwas-Samii’ul-‘Aliim. Dengan menyebut nama Allah, yang bersama nama-Nya tidak ada satu pun yang membahayakan, baik di bumi maupun di langit, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Dengan semangat ini, kita songsong era baru penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Bukan dengan rasa takut, tapi dengan visi, ilmu, dan kesiapan.

AI boleh canggih, tapi yang memimpin arah tetap harus kita, dan mereka yang punya hati, punya ilmu, dan punya tekad untuk mengabdi.

Editor : Alim Perdana