Oleh: Abdul Rohman Sukardi
KONFLIK Timur Tengah, dengan akar permasalahan yang kompleks dan berlapis, terus menjadi sorotan dunia. Dari perebutan pengaruh antara poros Syiah yang dipimpin Iran dan poros Wahabi-Salafi yang dipimpin Arab Saudi, hingga konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina, wilayah ini mengalami ketidakstabilan yang berdampak global.
Di tengah pusaran ini, Indonesia, sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar yang menganut Islam Wasathiyah (moderat), perlu menentukan posisi dan strategi diplomasi yang tepat.
Analisis terkini menunjukkan sebuah peta kekuatan yang kompleks. Poros Syiah, dengan Iran sebagai pusatnya, berupaya melawan pengaruh Barat dan Arab Saudi, mendukung kelompok-kelompok proksi seperti Hizbullah dan Houthi.
Di sisi lain, poros Wahabi-Salafi, dengan Arab Saudi sebagai aktor utama, menunjukkan dinamika baru dengan inisiatif diplomasi regional dan perluasan pengaruh di Suriah pasca-Assad.
Sementara itu, kelompok Sunni moderat, yang meliputi negara-negara seperti Yordania, Turki, Aljazair, Tunisia, dan Malaysia, menunjukkan beragam sikap terhadap Israel, dari netralitas hingga penolakan normalisasi hubungan.
Israel, didukung oleh negara-negara Barat, tetap menjadi titik fokus konflik, dengan kebijakannya yang seringkali memicu kontroversi internasional.
Perkembangan hubungan beberapa negara Arab dengan Israel, seperti normalisasi hubungan antara UEA dan Bahrain, menunjukkan dinamika politik yang kompleks dan menantang. Hal ini menuntut Indonesia untuk memformulasikan strategi diplomasi yang cermat dan berimbang.
Indonesia, dengan mayoritas penduduk Muslim Sunni moderat, memiliki posisi strategis. Komitmen Indonesia pada solusi dua negara untuk konflik Palestina dan promosi Islam Wasathiyah di forum internasional menunjukkan konsistensi pada prinsip-prinsip perdamaian dan keadilan.
Namun, Indonesia perlu mempertimbangkan kepentingan nasional dalam menentukan tingkat keterlibatan dalam konflik Timur Tengah.
Prioritas utama Indonesia seharusnya terfokus pada empat hal: pertama, menjamin keamanan dan kenyamanan jamaah haji dan umrah; kedua, menjamin keamanan dan akses bagi umat Muslim Indonesia untuk beribadah di Masjid Al-Aqsha; ketiga, mendukung misi perdamaian dan keadilan sesuai amanat konstitusi, terutama terkait penyelesaian konflik Palestina-Israel; dan keempat, melindungi kepentingan ekonomi Indonesia di wilayah tersebut.
Keterlibatan Indonesia dalam konflik Timur Tengah harus dilakukan secara hati-hati dan selektif.
Menghindari generalisasi konflik sebagai representasi agenda Islam global sangat penting. Indonesia perlu memahami nuansa sektarian, kepentingan nasional, dan faktor geopolitik yang berperan dalam konflik ini.
Dengan demikian, Indonesia dapat memainkan peran yang lebih efektif dan bermanfaat dalam upaya mewujudkan perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah.
Editor : Alim Perdana