Mabrur Itu Perubahan Hidup

Oleh: Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur
Kerua Litbang DPP Amphuri

“Haji yang mabrur itu balasannya tiada lain adalah surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

SETIAP Muslim yang berangkat haji pasti memimpikan satu hal, yaitu pulang dengan mendapatkan gelar mabrur. Sebuah gelar spiritual yang tidak dicetak dalam sertifikat, tapi tercermin dalam sikap. Tercermin dalam bentuk akhlak, dan kontribusi nyata membangun kemaslahatan setelah pulang dari Tanah Suci.

Tapi sayangnya, tidak sedikit yang memahami mabrur hanya sebagai prestise ibadah, bahkan hanya sebatas diucapkan dalam doa, bukan benar-benar diimplementasikan dalam proses perubahan hidup.

Makna Mabrur dalam Perspektif Islam

Imam Nawawi menjelaskan bahwa haji mabrur adalah haji yang tidak disertai dengan riya, kefasikan, atau kemaksiatan. Buahnya adalah peningkatan amal saleh, terutama dalam urusan sosial.

Haji yang benar (mabrur) tidak membuat seseorang makin eksklusif, justru sebaliknya, menjadikan seseorang lebih rendah hati, lebih ringan tangan untuk membantu sesama, dan makin jujur dalam urusan dunia.

Dalam konteks ini, mabrur bukanlah “penghargaan dalam mengakhiri perjalanan ritual haji”, tapi awal dari babak baru kehidupan seorang Muslim untuk menjadi agen perubahan yang membawa nilai-nilai haji ke tengah masyarakat.

Kajian Psikologi: Dari Pengalaman ke Perubahan

Dalam psikologi perubahan perilaku, dikenal konsep “sustainable behavioral change”, yaitu perubahan yang bertahan lama karena didasari oleh kesadaran dan nilai internal.

Haji menyediakan kondisi ideal untuk hal tersebut, yaitu: pengalaman emosional yang intens, lingkungan spiritual yang mendalam, dan jeda dari rutinitas duniawi yang biasanya sulit diperoleh di luar ibadah haji.

Menurut James Prochaska (Transtheoretical Model of Change), seseorang akan mengalami perubahan bertahap: dari kesadaran, ke niat, ke tindakan, dan akhirnya ke pemeliharaan perilaku baru. Haji seharusnya mendorong seseorang ke tahap tindakan (action), di mana nilai-nilai tauhid, kesetaraan, dan kepedulian sosial dijalankan secara nyata.

Maka, haji mabrur bukan hanya dirasakan di Tanah Haram, tapi diuji ketika kembali ke pasar, kantor, dan jalan raya. Apakah seorang haji masih sabar saat disalip kendaraan?

Apakah ia tetap jujur saat berbisnis? Apakah ia masih peduli pada tetangga yang kelaparan? dan apakah dia menjadi lebih bermanfaat dan membawa maslahat dalam kehidupan umat manusia sebanyak-banyaknya?.

Dari Ritual ke Aksi Sosial

Salah satu indikator mabrur adalah keberlanjutan amal sosial. Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain." (HR. Ahmad).

Sepulang haji, idealnya seseorang lebih peduli pada anak yatim, lebih aktif dalam sedekah, lebih adil dalam memimpin, dan lebih jujur dalam berdagang. Inilah buah sejati dari ibadah yang mabrur: membumi dalam tindakan, bukan hanya berkibar dalam gelar.

Mabrur Itu Proses

Sebagai Ketua ICMI Jawa Timur, saya mengajak umat untuk tidak menjadikan haji sebagai “pencapaian spiritual tertinggi” yang selesai setelah kepulangan. Justru, dari sinilah perjalanan hakiki seorang Muslim dimulai. Menjadi pribadi yang lebih sabar, lebih adil, lebih peduli, dan lebih lurus akhlaknya.

Mabrur bukan soal label, tapi soal kualitas. Bukan hanya soal sampai ke Makkah, tapi soal sampai pada kemanusiaan yang lebih luhur.

Penutup: Mabrur adalah Perjalanan Tanpa Akhir

Mabrur bukanlah titik akhir, tetapi awal dari perjalanan panjang menuju keislaman yang paripurna. Mabrur bukan sekadar simbol kesalehan pribadi, tapi juga energi untuk memperbaiki masyarakat, bangsa, dan dunia.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa kalian dan harta kalian, tetapi Dia (Allah) melihat hati dan amal kalian." (HR. Muslim no. 2564). Haji mabrur adalah perubahan hidup. Dan perubahan sejati, adalah yang menebar maslahat tanpa pamrih.

Semoga setiap langkah kita menuju, dan juga pulang dari Tanah Suci, menjadi jalan untuk memperkuat tauhid, menegakkan keadilan, dan membela kemanusiaan. Semoga haji kita tidak berhenti pada prosesi, tapi terus hidup dalam profesi, relasi, dan kontribusi. Dan semoga kita semua termasuk hamba-hamba yang kembali dalam keadaan bersih. Amin.

Editor : Alim Perdana