JAKARTA – Anggota DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia, Bambang Soesatyo, menegaskan bahwa peringatan Hari Buruh di Indonesia harus lebih dari sekadar seremoni atau ajang unjuk rasa.
Menurutnya, momentum ini harus dimanfaatkan sebagai waktu refleksi dan aksi nyata untuk mengatasi berbagai persoalan mendesak yang dihadapi para pekerja, seperti pengangguran, kesejahteraan, dan penetapan upah yang layak.
“Perayaan Hari Buruh seharusnya menjadi titik tolak perubahan yang signifikan bagi nasib pekerja di Indonesia. Tidak hanya sebagai ajang demonstrasi, tetapi juga sebagai refleksi bersama atas kondisi pekerja yang masih menghadapi tantangan besar, terutama pengangguran dan upah yang belum memenuhi standar kebutuhan hidup,” ujar Bamsoet saat memberikan keterangan pers di Jakarta, Kamis (1/5/2025).
Bambang Soesatyo, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua DPR RI ke-20, mengungkapkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024 menunjukkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia mencapai 5 persen dari total angkatan kerja.
Ia menyoroti bahwa angka pengangguran di kalangan generasi muda usia 15-24 tahun jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Fenomena “sarjana menganggur” pun masih menjadi persoalan serius, di mana lulusan perguruan tinggi kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian dan kualifikasi mereka.
“Data ini memperlihatkan adanya ketidaksesuaian antara output pendidikan dengan kebutuhan industri yang sebenarnya. Hal ini menjadi tantangan besar dalam menciptakan lapangan kerja baru di negara dengan populasi besar dan angkatan kerja yang terus bertambah,” jelas Bamsoet.
Meski pemerintah telah meluncurkan berbagai program pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19, Bamsoet menilai pengangguran masih menjadi masalah utama yang harus mendapat perhatian serius dari semua pihak. Ia juga menekankan pentingnya peran swasta dan masyarakat dalam mencari solusi berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas hidup pekerja.
Selain itu, Bamsoet menyoroti isu upah layak yang masih menjadi perhatian utama para pekerja. Ia menyebutkan bahwa upah minimum provinsi (UMP) di beberapa daerah, khususnya di Pulau Jawa, masih belum seimbang dengan kenaikan inflasi dan harga kebutuhan pokok.
Contohnya, UMP Jawa Barat sebesar Rp 2.191.232, Jawa Tengah Rp 2.169.348, dan Jawa Timur Rp 2.035.985, yang menurutnya masih kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup layak.
“Banyak pekerja, terutama di sektor informal, masih menerima upah di bawah standar kebutuhan hidup. Survei dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menunjukkan lebih dari 40 persen pekerja informal mengalami hal ini,” ungkap Bamsoet.
Lebih jauh, Wakil Ketua Umum/Kepala Badan Bela Negara FKPPI dan Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan bahwa tingginya angka pengangguran dan ketidakadilan upah saling berkaitan.
Ketika pengangguran tinggi, banyak pekerja terpaksa menerima pekerjaan dengan upah rendah demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, yang pada akhirnya menurunkan kesejahteraan secara keseluruhan dan memperburuk kondisi pasar tenaga kerja.
“Fenomena ini menciptakan siklus sulit yang harus diputus. Upah rendah menyebabkan ketidakpuasan dan kondisi kerja yang memprihatinkan, sementara pengangguran tinggi membatasi pilihan pekerja,” pungkas Bamsoet.
Dengan demikian, Bamsoet mengajak seluruh elemen bangsa, mulai dari pemerintah, swasta, hingga masyarakat, untuk bersinergi dalam menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan menetapkan upah yang adil demi kesejahteraan pekerja Indonesia.
Editor : Alim Perdana