SURABAYA – Peracik handal. Dua mahasiswa Hotel Management dari Petra Christian University (PCU), Cleary Budiman dan Davin Varian Ikwanto Koean, berhasil menciptakan inovasi baru dengan mengolah buah pepaya Bangkok menjadi wine.
Kreasi ini tidak hanya berpotensi mengurangi limbah pertanian akibat panen berlebih, tetapi juga meningkatkan nilai ekonomis dari buah tropis yang mudah ditemukan di Indonesia ini.
“Melihat banyaknya sisa buah pepaya akibat panen berlebih di sektor pertanian, kami termotivasi untuk mencari solusi pengolahan yang lebih efektif. Misalnya dengan mengembangkan fermentasi pepaya menjadi wine. Selain bisa mengurangi limbah pertanian, pengolahan ini juga bisa memperpanjang masa simpan dan meningkatkan nilai ekonomis dari buah tersebut,” ungkap Cleary saat ditemui di kampus.
Desa Sugihwaras di Kediri, Jawa Timur, dikenal sebagai salah satu daerah penghasil pepaya. Tanah vulkanik yang subur di kawasan kaki Gunung Kelud menjadikan daerah ini sangat produktif dalam pertanian.
Namun, produksi pepaya yang melimpah sering kali menyebabkan harga turun, yang berujung pada kerugian bagi petani.
Setelah melakukan percobaan dengan berbagai jenis pepaya, termasuk California dan Hawaii, Cleary dan Davin menemukan bahwa pepaya Bangkok memiliki karakteristik yang paling sesuai untuk dijadikan wine.
“Wine dari pepaya Bangkok memiliki rasa manis yang lebih seimbang, tingkat keasaman yang rendah, dan body/tekstur yang lebih baik. Aroma alkohol yang dihasilkan juga lebih halus, dengan kadar sesuai standar wine komersial, yakni sekitar 12 persen,” jelas Davin.
Wine dapat dibuat dari berbagai buah yang mengandung glukosa, dan jenis olahan ini dikenal sebagai fruit wine. Untuk menciptakan komposisi yang ideal, Cleary dan Davin menggunakan pepaya Bangkok yang sudah dibersihkan, gula pasir, air, dan ragi.
“Pepaya harus dikupas dan dipisahkan dari bijinya, lalu dipotong. Setelah itu diblender dan dicampur air dengan perbandingan 1:1. Proses penyaringan juga diperlukan, lalu ditambahkan gula pasir dan ragi (Saccharomyces Cerevisiae),” ungkap Davin.
Proses fermentasi berlangsung selama 14 hari, diikuti dengan pemisahan residu dan pengendapan wine selama 7 hari. Dengan harga 150 ribu rupiah per botol (750 ml), produk wine ini diharapkan dapat menarik minat konsumen.
Hanjaya Siaputra, Dosen Pembimbing, berharap agar inovasi ini dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, khususnya di Desa Sugihwaras.
“Harapannya dari kreasi buah pepaya ini bisa memberdayakan masyarakat lebih baik lagi. Ilmu-ilmu dan penerapan yang dilakukan mahasiswa dapat membantu warga di sana dalam mengelola hasil panen yang melimpah, dengan cara yang tepat dan tentunya meningkatkan perekonomian,” pungkasnya.
Setelah menemukan formula unik dari fruit wine ini, Cleary dan Davin akan mengikuti Wisuda ke-87 Petra Christian University pada Sabtu, 15 Maret 2023. Ini bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan mereka untuk mengembangkan inovasi dan berkontribusi lebih bagi masyarakat.
Sebagai informasi, Petra Christian University merupakan universitas swasta terkemuka di Indonesia, yang masuk dalam peringkat 100 universitas terbaik di Asia Tenggara. Terletak di Surabaya, universitas ini menawarkan fakultas-fakultas terkemuka di bidang pendidikan, teknologi, teknik, bisnis, industri kreatif, dan kedokteran.
Editor : Alim Perdana