KEDAULATAN pangan merupakan isu krusial. Meskipun pemahaman mendalam lebih tepat disampaikan oleh para pakar, kita dapat mengamati realita di lapangan, khususnya di Pulau Jawa, untuk melihat potensi yang ada.
Sistem pertanian di Jawa beragam. Ada sawah irigasi teknis yang memungkinkan panen padi sepanjang tahun, dan sawah tadah hujan yang ditanami palawija atau hortikultura di musim kemarau.
Di lahan miring, mendekati perbukitan bahkan berbatasan dengan hutan, sering dijumpai perkebunan hortikultura, tanaman semusim seperti kacang tanah dan jagung, serta tanaman pangan tahunan seperti ketela pohon, ubi, gembili, ganyong, garut, dan lainnya.
Kadang, padi gogo (padi non lahan basah) ditanam diselingi tanaman keras untuk mencegah erosi.
Wilayah perhutanan sosial berperan sebagai zona penyangga ekonomi. Dengan memberikan hak kelola lahan pinggir hutan kepada masyarakat sekitar, kebutuhan ekonomi mereka terpenuhi sambil menjaga kelestarian lingkungan.
Masyarakat diwajibkan menjaga zona pinggir sungai dan mata air, serta menanam pohon penyangga ekologi di antara tanaman produktif.
Namun, banyak perbukitan di Jawa, terutama di wilayah selatan seperti Trenggalek, Ponorogo, dan Pacitan, mengalami penggundulan hutan.
Lereng-lereng yang gundul rawan longsor dan kehilangan fungsi ekologisnya. Kondisi ini menawarkan peluang untuk menciptakan lumbung pangan komunal berbasis ketahanan ekologi.
Langkah-langkah Menuju Lumbung Pangan Komunal:
Untuk mewujudkan hal tersebut, beberapa langkah perlu diambil:
1. Kebijakan
Diperlukan kebijakan pemerintah yang menetapkan zona perbukitan sebagai lahan pangan komunal. Konsep "bukit komoditas" (misalnya, Bukit Komoditas A, Bukit Komoditas B) dapat diterapkan, dengan produk yang dapat dinikmati bersama dan tanaman yang mendukung ketahanan ekologi.
2. Pemetaan
Pemetaan potensi perbukitan untuk lumbung pangan komunal di seluruh Jawa perlu dilakukan. Hutan-hutan di dekat pemukiman yang belum optimal fungsinya sebagai penyangga ekologi dapat dipertimbangkan.
3. Pemetaan Tanaman
Identifikasi tanaman pangan yang berfungsi ganda: sebagai penyangga ekologi dan sumber pangan/ekonomi. Contohnya sukun, bambu (rebung), tanaman buah-buahan, dan komoditas lain yang sesuai.
4. Pengorganisasian
Pengelolaan lumbung pangan komunal harus bersifat komunal, misalnya melalui koperasi desa, bekerja sama dengan Perhutani, instansi militer setempat, Pramuka, Karang Taruna, dan organisasi kepemudaan lainnya.
5. Pembiayaan
Pemerintah perlu memberikan stimulus pembiayaan khusus untuk program ini, sebagai bagian dari upaya mewujudkan kedaulatan pangan, khususnya penyediaan pangan alternatif non-beras. Dana desa yang dialokasikan untuk ketahanan pangan harus tetap diperuntukkan bagi pemberdayaan petani.
Bukit lumbung pangan komunal merupakan aset bersama yang memiliki fungsi ganda: lumbung pangan hidup dan penyangga ekologi. Oleh karena itu, kebijakan dan anggaran khusus sangat diperlukan.
Penulis: Abdul Rohman Sukardi
Editor : Alim Perdana