SURABAYA – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus presidential threshold disambut positif oleh Dr. Rosa Ristawati, S.H., LL.M., pakar Hukum Konstitusi Universitas Airlangga (UNAIR).
Ia menilai putusan ini sebagai langkah penting menuju kepastian hukum dan keadilan konstitusional, khususnya dalam konteks pemilihan presiden dan wakil presiden di Indonesia.
Dr. Rosa menjelaskan bahwa presidential treshold telah berulang kali diuji di MK, menunjukkan ketidakpastian konstitusional dan ketidakadilan yang selama ini dirasakan.
"Presidential threshold setidaknya pernah lebih dari 33 kali diuji dengan variasi pertimbangan hukum dan amar putusannya," ujarnya.
Pengujian berulang ini, menurutnya, menunjukkan semakin kuatnya indikasi ketidakpastian konstitusional, rasa ketidakadilan, serta tertutupnya akses demokrasi.
Dr. Rosa menekankan kewenangan MK berdasarkan UUD 1945 untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dengan putusan final. Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024, menurutnya, menegaskan peran MK sebagai "The Guardian of Constitution" dalam menjaga keadilan dan kepastian hukum.
"Putusan MK yang sebelum-sebelumnya seakan menunjukkan bahwa MK belum berani memberikan terobosan politik sebagai langkah memberikan kepastian dan keadilan bagi masyarakat," jelasnya.
Ia menambahkan bahwa putusan MK tersebut telah sesuai dengan aspek konstitusional, dengan menggunakan pendekatan originalisme dalam menginterpretasi konstitusi.
"Tidak hanya itu, dalam putusan ini MK juga menelusuri risalah pembahasan Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 dan risalah pembahasan rancangan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017," tuturnya.
Lebih jauh, Dr. Rosa berpendapat bahwa presidential threshold tidak memberikan manfaat bagi demokrasi. Penghapusannya diharapkan dapat memperluas partisipasi politik dan membuka akses demokrasi yang selama ini mungkin tertutup oleh dominasi partai politik tertentu.
"Penghapusan presidential threshold dari putusan ini, semoga akan berdampak baik bagi keadilan konstitusional maupun keadilan elektoral (electoral justice) pada pemilihan presiden dan wakil presiden di Indonesia," pungkasnya.
Editor : Alim Perdana