SURABAYA - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur (Jatim) menyoroti dampak krisis iklim yang menyebabkan bencana banjir di sejumlah wilayah di Jatim dalam beberapa pekan terakhir. Banjir tersebut tidak hanya melanda daerah-daerah tertentu, tetapi juga kawasan vital di kota-kota besar.
Data Walhi Jatim mencatat, di Kota Malang, banjir merendam 254 rumah di empat kelurahan. Di Surabaya, banjir terjadi di hampir 20 titik, termasuk Jalan Ahmad Yani. Sementara di Sidoarjo, banjir melanda sekitar 10 titik, meliputi Waru, Taman, dan Bungurasih.
Banjir tersebut, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), disebabkan oleh awan Cumulonimbus (CB) yang menghasilkan curah hujan tinggi, diperparah oleh fenomena atmosfer seperti gelombang Kelvin dan Rossby.
Direktur Walhi Jatim, Wahyu Eka Styawan, menyatakan bahwa banjir merupakan bahaya hidrometeorologi yang menunjukkan meningkatnya kerentanan wilayah akibat perubahan iklim dan kerusakan ruang resapan air.
"Dampak banjir ini harus dilihat dalam konteks yang lebih luas," tegas Wahyu.
Wahyu menjelaskan, permasalahan banjir bukan semata-mata persoalan alam, tetapi juga terkait dengan tata ruang yang buruk, alih fungsi lahan hijau, minimnya ruang terbuka hijau, pendangkalan sungai, dan betonisasi jalur air. Kerusakan di wilayah hulu, seperti Malang Raya, akibat alih fungsi lahan berdampak langsung ke wilayah hilir seperti Surabaya.
"Banjir tidak bisa dilihat sebagai persoalan lokal, tetapi menjadi tanggung jawab Pemprov Jatim," ujarnya.
Walhi Jatim mendesak Pemprov Jatim untuk merumuskan kebijakan menyeluruh dalam penanganan banjir berbasis tata ruang dan perubahan iklim. Pemerintah kota/kabupaten juga didesak untuk memprioritaskan penanganan banjir jangka pendek dan panjang melalui penyusunan roadmap pemulihan ruang resapan air dan perlindungan kawasan tangkapan air. Walhi juga menuntut transparansi dan partisipasi publik dalam perumusan kebijakan.
"Kami akan mengajukan gugatan kebijakan jika dalam 6 bulan ke depan tidak ada langkah konkret," ancam Wahyu.
Sementara itu, Pj. Gubernur Jatim, Adhy Karyono, menyatakan bahwa Pemprov Jatim telah membentuk posko siaga bencana hidrometeorologi, melakukan apel siaga, pengecekan Early Warning System (EWS), dan menyiapkan dukungan logistik dan anggaran.
Penanganan banjir difokuskan pada evakuasi warga terdampak, terutama kelompok rentan, dan manajemen pengungsian. Mitigasi bencana di Jatim dikelompokkan menjadi delapan klaster dan beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS), termasuk Bengawan Solo dan Brantas.
"Wilayah sungai menjadi salah satu penyebab banjir selain karena faktor curah hujan tinggi," pungkas Adhy.
Editor : Alim Perdana