ayojatim.com skyscraper
ayojatim.com skyscraper

Rezim Assad Runtuh, Suriah Terjerumus dalam Kekacauan dan Ancaman Baru

Warga di Damaskus menembakkan senjata ke udara saat merayakan runtuhnya pemerintahan Suriah, pada 8 Desember 2024. Foto: Ugur Yildirim/Dia Photo via AP
Warga di Damaskus menembakkan senjata ke udara saat merayakan runtuhnya pemerintahan Suriah, pada 8 Desember 2024. Foto: Ugur Yildirim/Dia Photo via AP

SURABAYA – Jatuhnya rezim Bashar al-Assad di Suriah pada Minggu (8/12/2024) telah meninggalkan kekosongan kekuasaan yang berdampak signifikan terhadap stabilitas politik kawasan Timur Tengah. Kejadian ini memicu reaksi internasional, terutama serangan balasan dari Israel yang khawatir dengan potensi ancaman dari kelompok-kelompok militan.

Dosen Hubungan Internasional Universitas Airlangga (UNAIR), Fadhila Inas Pratiwi S.Hub.Int.MA, menilai pemerintahan Assad penuh kontroversi. Selama lebih dari satu dekade, Assad menggunakan kekuatan militer dan dukungan dari Rusia serta Iran untuk menumpas pemberontakan rakyat yang menuntut reformasi.

Tindakan represifnya, termasuk penggunaan senjata kimia, telah menyebabkan lebih dari 620.000 kematian dan kecaman internasional yang meluas. "Cara yang dilakukan Assad selama menjabat sangat kontroversial," tegas Fadhila.

Dinamika Pasca-Assad: Kekosongan Kekuasaan dan Ancaman Baru

Jatuhnya Assad telah menciptakan kekacauan politik di Suriah. Konflik antara Palestina dan Israel yang sudah ada sebelumnya semakin memperparah situasi yang tidak stabil.

 "Lengsernya Assad akan jauh lebih berpengaruh pada kondisi domestik Suriah. Masih menjadi tanda tanya bagaimana Suriah ke depannya, sistem pemerintahan apa yang akan dianut, dan kelompok militan mana yang akan memimpin. Namun, setidaknya rakyat Suriah bisa bernapas lega karena rezim Assad banyak melakukan pelanggaran HAM," jelas Fadhila.

Serangan Israel pasca-jatuhnya Assad, menurut Fadhila, didorong oleh kekhawatiran akan peningkatan ancaman dari kelompok-kelompok militan pro-Iran yang memanfaatkan kekosongan kekuasaan.

"Jika Assad jatuh, ancaman terhadap Israel bisa meningkat, terutama jika kekosongan kekuasaan dimanfaatkan oleh kelompok ekstremis atau militan yang lebih agresif terhadap Israel," ujarnya.

Prioritas Israel, kata Fadhila, lebih tertuju pada mitigasi ancaman langsung daripada ambisi geopolitik. Israel fokus mencegah pengaruh Iran yang semakin besar di Suriah.

"Meskipun ambisi geopolitik tetap menjadi faktor, Israel lebih fokus pada langkah-langkah yang memitigasi ancaman langsung dari kelompok yang berafiliasi dengan Iran atau yang anti-Israel," tambahnya.

Situasi ini juga dimanfaatkan Israel untuk memperkuat klaim atas Dataran Tinggi Golan, wilayah strategis yang disengketakan oleh kedua negara.

"Israel masih tetap serakah dengan konflik teritorial dengan Suriah. Lengsernya Assad menjadi kesempatan bagi Israel untuk merebut Dataran Tinggi Golan," ungkap Fadhila.

Dampak Serangan Israel: Eskalasi Konflik dan Peran Aktor Internasional

Serangan Israel semakin memperburuk kekacauan di Suriah dan membuka peluang bagi kelompok-kelompok ekstremis untuk memperkuat pengaruh mereka.

"Kekosongan kekuasaan akibat dua dekade konflik dapat menciptakan ruang baru bagi kelompok-kelompok yang sebelumnya terdesak, atau bahkan baru muncul, untuk memperkuat posisi mereka dalam mengambil alih pemerintahan di Suriah," jelas alumnus University of Birmingham ini.

Oleh karena itu, keterlibatan aktor internasional sangat penting untuk membantu Suriah mencegah kekacauan lebih lanjut dan memastikan transisi pemerintahan yang stabil.

Bantuan internasional dibutuhkan untuk mencegah dominasi kelompok militan dan memperburuk situasi keamanan regional.

Editor : Alim Perdana