Seri-3 Kajian Akhir Tahun ICMI Jatim Tentang Kinerja Pemprov Jatim 2025

Pendidikan, Kesehatan, dan Kualitas SDM

ayojatim.com

Oleh: Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur

MEMASUKI seri ketiga kajian tahunan 2025, ICMI Jawa Timur menggeser sorotan dari mesin ekonomi ke mesin manusia, yaitu: pendidikan, kesehatan, dan kualitas sumber daya manusia. Di sektor inilah pembangunan beralih dari angka ke masa depan—menentukan apakah pertumbuhan hari ini menjadi produktivitas besok.

Baca juga: Industri Pengolahan, Perdagangan, dan Daya Saing Ekspor: Kuat sebagai Mesin, Tapi Rapuh pada Nilai Tambah

Jawa Timur memiliki keunggulan skala, yaitu: jumlah penduduk besar, jaringan satuan pendidikan luas, dan fasilitas kesehatan yang tersebar. Namun, tantangan klasiknya tetap sama: mutu layanan belum selalu seiring dengan besarnya sistem.

Pendidikan: Cakupan Kuat, Kualitas Masih Beragam

Secara kuantitatif, Jawa Timur tampil kokoh. Angka Partisipasi Murni (APM) pendidikan dasar dan menengah berada pada level tinggi dan relatif sejajar dengan nasional.

Rata-rata Lama Sekolah (RLS) bergerak naik, mendekati 8,8–8,9 tahun, sementara Harapan Lama Sekolah (HLS) berada di kisaran 13 tahun—indikator akses pendidikan yang membaik (BPS; Kemendikbudristek).

Namun, indikator mutu memberi catatan penting. Hasil asesmen (AKM) dan literasi-numerasi masih menunjukkan ketimpangan kualitas antarkabupaten/kota, terutama antara wilayah perkotaan dan pedesaan.

Kinerja sekolah di daerah dengan basis ekonomi agraris dan kepulauan cenderung tertinggal dalam kompetensi dasar, meski partisipasi sekolah tinggi. Artinya, agenda pemerataan akses perlu dilanjutkan dengan pemerataan kualitas.

Kesehatan: Perluasan Akses, Tantangan Efektivitas

Di sektor kesehatan, Usia Harapan Hidup (UHH) Jawa Timur berada di kisaran 74 tahun, relatif sejajar dengan level nasional (BPS). Cakupan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tinggi, menandakan akses finansial layanan kesehatan makin inklusif (BPJS Kesehatan).

Sejumlah indikator kesehatan dasar menunjukkan perbaikan bertahap, termasuk penurunan angka stunting, meski laju penurunannya belum selalu merata. Tantangan terbesar bukan lagi hanya pada ketersediaan layanan, tetapi meliputi juga kualitas layanan primer, distribusi tenaga kesehatan, dan kesinambungan layanan promotif–preventif.

Beban penyakit tidak menular yang meningkat juga menuntut penyesuaian sistem pelayanan di tingkat puskesmas dan rumah sakit rujukan (Kemenkes).

Baca juga: Sudahkah Kita Termasuk Yang Disebut Allah sebagai ‘Ibadur-Raḥman?

Kualitas SDM: IPM Naik, Produktivitas Menunggu Lompatan

Kombinasi pendidikan dan kesehatan terefleksi dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pada 2025, IPM Jawa Timur berada di kisaran 74–75, sedikit di bawah rerata nasional tetapi menunjukkan tren peningkatan konsisten (BPS; UNDP-Indonesia).

Ini menandakan fondasi SDM membaik, namun masih menyisakan jarak kualitas dibanding provinsi dengan lompatan pendidikan dan inovasi lebih cepat.

Isu krusialnya ada pada link and match pendidikan–pasar kerja. Lulusan pendidikan menengah atas dan vokasi belum sepenuhnya terserap ke pekerjaan berproduktivitas tinggi, selaras dengan temuan sektor industri pada Seri

2. Tanpa penyelarasan kurikulum, pelatihan vokasi adaptif, dan sertifikasi kompetensi yang relevan, perbaikan IPM berisiko tidak segera terkonversi menjadi kenaikan produktivitas regional.


Penilaian ICMI Jawa Timur

Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi dan Stabilitas Makro: Jatim Melaju, Tapi Tantangan Tetap Ada

Menimbang akses yang kuat namun mutu yang belum seragam, ICMI Jawa Timur menempatkan Sektor Pendidikan, Kesehatan, dan Kualitas SDM pada 2025 dalam kategori: → PRESTASI SEDANG (fondasi kokoh, lompatan mutu belum merata).

Predikat ini mengakui keberhasilan dalam perluasan layanan dan perbaikan indikator dasar, sekaligus menegaskan kebutuhan reformasi lanjutan pada kualitas, kesetaraan wilayah, dan keterkaitan dengan produktivitas ekonomi.

Catatan Strategis ICMI Jatim untuk sektor ini adalah: (1). Pemerataan mutu pendidikan berbasis wilayah melalui intervensi guru, manajemen sekolah, dan digital learning yang adaptif. (2). Penguatan layanan primer kesehatan (promotif–preventif) untuk menekan beban penyakit dan ketimpangan layanan. (3). Link and match pendidikan–industri melalui vokasi adaptif, sertifikasi kompetensi, dan kemitraan dunia usaha. (4). Target lompatan IPM dengan fokus kualitas, bukan sekadar cakupan.

Pendidikan dan kesehatan tak cukup dinilai dari luasnya jaringan. Ukurannya adalah seberapa jauh keduanya mengangkat martabat kerja dan kualitas hidup warga.

Pada 2025, Jawa Timur telah membangun fondasi; tantangan berikutnya adalah memastikan fondasi itu menopang rumah yang kokoh dan berkeadilan. (Seri berikutnya akan mengulas sektor keempat dalam kerangka kajian yang sama).

 

Editor : Alim Perdana

Wisata dan Kuliner
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru