Dari Queens ke Dunia: Catatan Jumat untuk Inspirasi Cendekiawan Muda Muslim

ayojatim.com

Oleh: Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur

HARI Jumat ini, seperti biasa, dunia penuh cerita. Ada perang yang belum usai, bursa yang naik-turun, dan tentu saja isu politik yang membuat kening berkerut. Tapi di antara semua itu, ada satu kabar yang terasa manis: Zohran Mamdani, anak muda Muslim keturunan Uganda–India, menang dalam pemilihan Wali Kota New York City.

Baca juga: Saatnya Tata Kelola Haji Berkelas Dunia: Integritas, Digital, dan Spiritual

Kemenangan itu bukan cuma berita politik. Ia seperti angin segar yang berembus dari Queens ke seluruh dunia mengingatkan kita bahwa mimpi besar bisa lahir dari gang sempit, dan suara kecil bisa menggetarkan kota besar.

Mamdani bukan anak pejabat, bukan pula cucu politisi, apalagi anak mantan presiden. Ia cuma anak imigran yang nekat percaya bahwa keadilan sosial bisa jadi bahan kampanye. Ia menang bukan karena uang besar, juga bukan karena merekayasa hukum di MK, tapi karena ide besar.

Dan, tentu saja, karena keberanian berpihak.

Yang menarik dari Mamdani adalah caranya membangun kekuatan: dari akar rumput. Ia merangkul komunitas pekerja, mahasiswa, imigran, hingga warga biasa yang selama ini cuma jadi penonton politik.

Ia tidak membujuk mereka dengan janji, tapi dengan rasa percaya. Dan di situlah kekuatan sesungguhnya: politik yang tumbuh dari partisipasi, bukan dari instruksi.

Di Indonesia, banyak organisasi yang punya massa, tapi sedikit yang benar-benar punya makna. Mamdani menunjukkan, organisasi bisa menjadi sekolah kepemimpinan bukan sekadar alat untuk rebutan panggung.

Baca juga: Menguak Kinerja Industri Penyelenggara Haji dan Umrah Sebelum UU No. 14 Tahun 2025

Sebagai Muslim di Barat, Mamdani tentu menghadapi stigma. Tapi ia tidak membalas dengan identitas sempit. Ia menunjukkan Islam dengan cara paling elegan: melindungi yang lemah, menegakkan keadilan, dan melayani manusia.

Ia tidak berteriak soal syariat, tapi menampilkan akhlak yang membuat orang percaya.

Dan jangan lupakan satu hal: kemenangan Mamdani adalah kemenangan digital juga. Ia memanfaatkan media sosial bukan untuk drama, tapi untuk membangun gerakan. Ia memadukan akhlak dan algoritma dua hal yang jarang bersatu, tapi jika menyatu, bisa mengguncang dunia.

Sekarang, setelah euforia, tantangan sesungguhnya menanti. Ia harus mengubah puisi kampanye menjadi prosa kebijakan. Ia harus membuktikan bahwa idealisme tidak berhenti di pidato._

Baca juga: Berjalan Bukan Hanya Menyehatkan Tapi Juga Bisa Bernilai Ibadah

Dalam bahasa Al-Qur’an:

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi…” (QS. Al-Anfl: 60).

Artinya? Siapkan ilmu, siapkan strategi, siapkan hati. Karena amanah tak bisa dihadapi dengan semangat saja.

Jumat ini, saya ingin mengajak para cendekiawan muda Muslim Indonesia merenung: kalau anak imigran dari Queens bisa menaklukkan New York, kenapa kita yang lahir di negeri dengan seribu pesantren tidak bisa menaklukkan masa depan?

Mungkin jawabannya sederhana: kita hanya perlu keberanian yang sama. Keberanian untuk bermimpi, berpihak, dan berbuat. Karena dunia tak akan berubah oleh wacana, tapi oleh aksi yang lahir dari keyakinan.

Editor : Alim Perdana

Wisata dan Kuliner
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru