JAKARTA – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2026 tidak akan mengalami kenaikan.
Kepastian itu disampaikan usai dirinya bertemu dengan sejumlah pengusaha rokok yang beberapa tahun terakhir menghadapi tekanan berat akibat perlambatan ekonomi dan menurunnya daya beli masyarakat.
Baca juga: Penerbangan Delay, Ini Pesan Senator Lia Istifhama untuk Maskapai Agar Penumpang Tidak Stres
Keputusan tersebut disambut positif oleh Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Lia Istifhama. Menurutnya, kebijakan ini diharapkan mampu menghidupkan kembali industri rokok dan tembakau, terutama di daerah-daerah penghasil tembakau dan cengkeh yang selama ini ikut terpukul oleh penurunan produksi.
“Tidak naiknya cukai rokok bisa memberi ruang napas bagi industri, petani, dan pekerja yang terlibat di sektor ini. Karena kenaikan ini memang mematikan mata pencaharian masyarakat kecil. Saya berharap industri rokok kembali berjaya,” kata perempuan yang akrab disapa Ning Lia itu, Senin (29/9/2025).
Dalam pertemuannya dengan Badko HMI beberapa hari lalu di kantor Perwakilan DPD RI, Ning Lia juga menyinggung fenomena rokok ilegal.
Di sejumlah daerah rokok ilegal justru sering disebut “rokok kerakyatan” karena harganya jauh lebih terjangkau dibandingkan rokok legal. Kondisi itu terjadi karena banyak masyarakat yang tidak mampu membeli rokok legal dengan harga yang melonjak akibat tarif cukai tinggi.
“Nah, di sinilah tantangan kebijakan negara. Jika masyarakat tidak mampu membeli rokok legal, maka mereka beralih ke rokok ilegal.
Padahal, jika diakomodir dengan regulasi yang tepat, rokok-rokok ini sebenarnya bisa menjadi tambahan pemasukan bagi negara,” jelasnya.
Wakil Rakyat Terpoler dan Paling disukai masyarakat versi ARCI itu menilai, pemerintah dapat mempertimbangkan skema legalisasi atau penyesuaian tarif bagi rokok-rokok skala kecil agar bisa masuk dalam sistem perpajakan resmi.
Dengan begitu, peredaran rokok ilegal bisa ditekan, sekaligus memperluas basis penerimaan negara.
Baca juga: Senator Lia Istifhama Dorong Politeknik Cetak SDM Vokasi Tangguh untuk Pasar Kerja Global
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) hingga Juli 2025 mencapai Rp121,98 triliun, tumbuh 9,6% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp111,23 triliun.
Kenaikan ini bukan semata karena konsumsi meningkat, melainkan juga dipengaruhi kebijakan teknis di sektor perpajakan.
Secara total, penerimaan cukai sepanjang Januari–Juli 2025 sudah menembus Rp126,85 triliun atau 51,95ri target APBN sebesar Rp244,2 triliun.
Dari angka tersebut, 96,1rsumber dari CHT, sementara sisanya berasal dari cukai minuman beralkohol (Rp10,19 triliun) dan ethil alkohol (Rp0,12 triliun).
Menariknya, meski penerimaan cukai tumbuh, produksi rokok justru mengalami kontraksi. Pada kuartal I/2025, produksi rokok turun 4,2% secara tahunan.
Baca juga: Rapat Bersama Kemensos, Senator Lia Istifhama Perjuangkan PBI JKN Dicover Pusat
Penurunan terbesar terjadi pada rokok golongan I (-10,9%) yang tarif cukainya paling tinggi, sementara rokok golongan II hanya tumbuh 1,3n golongan III tumbuh 7,4%.
Melihat trend tersebut, putri tokoh NU KH Masykur Hasyim itu mendorong agar pemerintah menyeimbangkan antara kepentingan penerimaan negara dengan keberlangsungan industri.
Menurutnya, tidak naiknya tarif cukai 2026 bisa menjadi momentum untuk menata ulang kebijakan rokok, termasuk memperkuat pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) agar lebih tepat sasaran.
“Kalau pemerintah bisa lebih adaptif, industri rokok tidak hanya selamat, tetapi juga bisa kembali memberi kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional, mulai dari lapangan kerja, petani tembakau, hingga tambahan penerimaan negara yang stabil,” pungkas Ning Lia.
Editor : Diday Rosadi