Fenomena “Rangkap Jabatan” di Negeri Yang Sarat Kepentingan

ayojatim.com
Foto ilustrasi/kedai pena

Oleh: Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur

KETIKA Mahkamah Konstitusi (MK) mempertegas larangan rangkap jabatan bagi menteri dan wakil menteri melalui Putusan Nomor 80/PUU-XVII/2019, publik berharap itu menjadi angin segar bagi tata kelola pemerintahan yang lebih bersih dan profesional.

Namun harapan itu seakan ditampar balik oleh pernyataan Ketua MPR Ahmad Muzani yang menyebut bahwa larangan tersebut "hanya pertimbangan hukum" dan bukan keputusan yang mengikat.

Pernyataan ini jelas menyederhanakan substansi etika dalam bernegara, sekaligus menunjukkan bagaimana sebagian elit politik memperlakukan hukum sebagai sesuatu yang bisa dinegosiasikan, bahkan diabaikan, demi kenyamanan kekuasaan.

Rangkap Jabatan itu Berbahaya, Mengapa?

Praktik rangkap jabatan jelas merupakan soal pelanggaran etika. Bahkan bisa jadi merupakan akar dari berbagai persoalan akut dalam tata kelola pemerintahan kita, misalnya: konflik kepentingan, penyalahgunaan wewenang, hingga erosi integritas kelembagaan.

Kasus-kasus aktual menunjukkan bagaimana pejabat publik seringkali memegang lebih dari satu jabatan strategis. Sejumlah menteri dan pejabat eselon I, misalnya, tercatat merangkap sebagai komisaris di BUMN.

Baca juga: Begini Kira-kira Ongkos Kerusuhan yang Harus Kita Tanggung

Tak sedikit kepala daerah yang sekaligus menjabat sebagai pengurus partai politik. Bahkan dosen-dosen di perguruan tinggi negeri pun banyak yang terlibat aktif di birokrasi maupun bisnis, yang pada akhirnya mereduksi fungsi utama mereka dalam pendidikan dan riset.

Secara politik, rangkap jabatan mengacaukan mekanisme checks and balances. Secara ekonomi, ini membuka ruang transaksi kepentingan antara negara dan korporasi. Dan secara kelembagaan, hal ini melemahkan meritokrasi dan regenerasi kepemimpinan.

Janganlah Hukum Diabaikan Demi Tafsir Politik

Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 sejatinya merupakan bentuk koreksi terhadap praktik rangkap jabatan yang melemahkan prinsip good governance.

Baca juga: Membaca Kejanggalan dalam Gelombang Aksi Massal Agustus 2025

Meski dalam amar putusannya tidak eksplisit melarang, pertimbangan hukumnya sangat tegas, yaitu bahwa: jabatan publik tak boleh dirangkap jika berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

Pertanyaannya, apakah pertimbangan hukum MK bisa diabaikan begitu saja? Disepelekan? dan dikesampingkan?

Secara yuridis, pertimbangan hukum adalah bagian integral dari putusan yang menyatakan rasionalitas dan semangat dari sebuah keputusan hukum. Mengabaikannya sama dengan mengabaikan "roh" dari keputusan itu sendiri.

Jika elite politik hanya mau menerima keputusan yang eksplisit dan mengabaikan pertimbangan moral dan etis dalam hukum, maka hukum akan terus dilemahkan oleh tafsir kekuasaan.

Apa yang Harus Dilakukan?

Pertama, pemerintah dan DPR harus segera melakukan penegasan hukum melalui revisi UU ASN, UU BUMN, dan regulasi lainnya yang memberi ruang abu-abu terhadap praktik rangkap jabatan.

Kedua, publik sipil, kampus, dan media harus aktif mengawal dan menyuarakan penolakan terhadap normalisasi rangkap jabatan, karena dampaknya merugikan tata kelola negara dalam jangka panjang.

Ketiga, audit independensi terhadap pejabat yang merangkap jabatan perlu dilakukan secara berkala. Tidak hanya menilai dari sisi kinerja, tapi juga integritas dan akuntabilitas.

Mari Menuju Pemerintahan Profesional

Rangkap jabatan adalah soal legalitas, sekaligus soal keadaban bernegara. Negara yang ingin tumbuh sehat harus memberi ruang bagi profesionalisme, regenerasi, dan akuntabilitas.

Jika pejabat publik merasa tidak terikat oleh pertimbangan hukum tertinggi dari MK, maka apa yang sebenarnya mengikat mereka selain nafsu untuk mempertahankan kuasa?

Baca juga: ICMI Jatim: Merawat Aspirasi Mahasiswa, Menolak Anarkisme, Meneguhkan Jalan Dialog

Inilah saatnya publik bicara lebih keras. Karena diam adalah bentuk persetujuan terhadap praktik yang secara terang-terangan melemahkan prinsip keadilan dan pemerintahan yang baik.

Editor : Alim Perdana

Wisata dan Kuliner
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru