SURABAYA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi akan mengalami konsolidasi pada kisaran 6.450-6.550 setelah sebelumnya mencatat kenaikan signifikan sebesar 3,97 persen.
Namun, ancaman perang dagang baru yang digagas mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terhadap Kanada mulai menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor.
Baca juga: Pesan Ramadhan dari Donald Trump: Menghargai Kebebasan Beragama
Prof. Dr. Imron Mawardi, S.P., M.Si., pakar ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, menjelaskan bahwa pergerakan IHSG sangat dipengaruhi oleh dinamika kebijakan global.
Salah satunya adalah kebijakan perdagangan Donald Trump yang tidak hanya berdampak pada hubungan dagang AS dengan Kanada dan Meksiko, tetapi juga memicu reaksi keras dari negara-negara lain, termasuk negara-negara Eropa.
"Jika AS memberlakukan tarif tertentu, negara yang merasa dirugikan cenderung akan membalas dengan kebijakan serupa. Hal ini menimbulkan kekhawatiran investor, karena kebijakan tersebut berpotensi memengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan di Indonesia," terangnya.
"Akibatnya, banyak investor melakukan aksi jual meskipun saham tersebut secara fundamental masih cukup baik. Ini menyebabkan harga saham terkoreksi dan terlihat lebih murah, meskipun kondisi fundamentalnya tetap kuat," jelas Prof. Imron.
Selain faktor global, sentimen negatif dari dalam negeri juga turut memengaruhi pergerakan IHSG. Kasus korupsi di sektor-sektor strategis, seperti Pertamina, telah meningkatkan ketidakpercayaan pasar.
Hal itu mendorong aksi jual yang menyebabkan IHSG turun hingga ke level 6.400-an, padahal sebelumnya sempat mendekati level 7.000.
Baca juga: Satreskim Polres Malang Cek Kualitas BBM di SPBU
"Dalam dua minggu terakhir, faktor global memang lebih dominan. Namun, sentimen domestik juga berperan, terutama dengan adanya pengumuman terkait pembentukan holding BUMN, seperti Danantara," tambah Prof. Imron.
Prof. Imron menambahkan bahwa sektor-sektor yang rentan terhadap ketidakpastian global umumnya adalah sektor yang sangat bergantung pada ekspor, seperti pertambangan dan komoditas.
Ia mencontohkan bahwa saham perusahaan tambang, seperti Adaro dan BPTBA, mengalami penurunan bukan karena penurunan volume ekspor, melainkan akibat pelemahan harga komoditas global.
Sektor makanan dan minuman yang mengandalkan ekspor juga turut merasakan dampaknya. Namun, di tengah ketidakpastian tersebut, sektor perbankan tetap menunjukkan ketahanan yang baik.
Baca juga: Ketika Keadilan dan Integritas Menjadi Perdebatan
"Meskipun ada kekhawatiran terkait kebijakan holding BUMN, secara fundamental sektor perbankan Indonesia tetap solid dengan laba yang terus meningkat setiap tahun," ungkap Prof. Imron.
Meskipun menghadapi tantangan dari faktor global dan domestik, IHSG masih memiliki potensi untuk pulih seiring dengan stabilnya kondisi pasar. Namun, investor perlu tetap waspada terhadap perkembangan kebijakan perdagangan global dan sentimen domestik yang dapat memengaruhi pergerakan saham.
"Kunci utama adalah menjaga stabilitas kebijakan domestik dan memitigasi dampak negatif dari kebijakan global. Dengan demikian, IHSG dapat kembali menunjukkan performa yang positif," pungkas Prof. Imron.
Editor : Alim Perdana