Catatan Buat Menristekdikti, dari Isu UKT hingga Pendidikan Karakter

Reporter : Ulul Albab
Foto: Ilustrasi/MNC Media

Oleh: Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur

SEHARI setelah dilantik sebagai Mendiktisaintek, Prof. Brian Yuliarto langsung menghadapi sejumlah isu penting yang menguji komitmennya dalam mengelola pendidikan tinggi. Salah satu isu yang mencuat dan menjadi perhatian sang Menteri adalah masalah Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Baca juga: Pendidikan Ramadhan untuk Generasi Z

Dalam rapat koordinasi yang diadakan pada 20 Februari 2025, Brian menegaskan bahwa tidak ada kenaikan UKT di tahun ini, sebuah langkah yang dimaksudkan untuk meredakan keresahan mahasiswa yang khawatir akan beban finansial yang semakin besar.

Menteri Brian bahkan meminta para rektor dan Kepala LLDikti untuk menyampaikan informasi ini secara transparan kepada mahasiswa, guna menghindari miskomunikasi yang berujung pada keresahan.

Namun, meskipun ini merupakan langkah yang positif dalam menjaga stabilitas dan kedamaian di kampus, banyak pihak yang masih bertanya-tanya: ke mana arah kebijakan pendidikan tinggi Indonesia di masa depan?

Seringkali, kebijakan yang bersifat reaktif terhadap masalah-masalah sesaat seperti ini cenderung mengabaikan persoalan-persoalan struktural yang lebih mendalam. Salah satunya adalah ketimpangan antara lulusan perguruan tinggi dan dunia kerja.

Mengatasi Gap Pendidikan dan Dunia Kerja

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi pendidikan tinggi di Indonesia adalah kesenjangan antara kualitas pendidikan yang diberikan oleh perguruan tinggi dengan kebutuhan dunia kerja. Lulusan pendidikan tinggi sering kali ditemukan kurang siap untuk memasuki dunia industri.

Mereka memiliki pengetahuan teoretis yang mumpuni, namun kurang memiliki keterampilan praktis yang dibutuhkan oleh dunia kerja.

Data terbaru menunjukkan bahwa tingkat pengangguran lulusan perguruan tinggi di Indonesia masih cukup tinggi, bahkan di kalangan mereka yang telah mendapatkan gelar sarjana.

Penyebabnya beragam, mulai dari ketidaksesuaian kurikulum pendidikan dengan kebutuhan industri, kurangnya kesempatan magang yang dapat memperkenalkan mahasiswa pada dunia kerja, hingga lemahnya kolaborasi antara universitas dan sektor industri.

Untuk itu, Menteri Brian Yuliarto perlu menaruh perhatian serius pada pengembangan kurikulum yang lebih berbasis pada kebutuhan pasar, serta mendorong lebih banyak kolaborasi antara dunia pendidikan dan dunia usaha. Sebagai contoh, sistem pendidikan di Jerman bisa menjadi inspirasi yang patut dicontoh.

Jerman terkenal dengan sistem "dual education"-nya, yang memadukan pendidikan akademis di universitas dengan pelatihan praktis di sektor industri. Dalam sistem ini, mahasiswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga terlibat langsung dalam dunia industri melalui program magang dan kerja sama antara perguruan tinggi dan perusahaan.

Sebagai contoh, banyak universitas di Jerman yang memiliki kemitraan erat dengan perusahaan-perusahaan besar, sehingga para mahasiswa bisa mendapatkan pengalaman langsung yang sangat relevan dengan dunia kerja. Kebijakan seperti ini akan sangat bermanfaat untuk menutup gap antara lulusan perguruan tinggi dan tuntutan industri.

Pendidikan Karakter dan Etika Profesional di Perguruan Tinggi

Namun, pendidikan tinggi tidak hanya sekadar mencetak individu yang memiliki kompetensi teknis. Lebih dari itu, perguruan tinggi harus berfungsi sebagai tempat pembentukan karakter dan etika profesional yang kuat. Di tengah derasnya arus perkembangan teknologi dan informasi, pendidikan karakter sering kali terpinggirkan.

Padahal, Indonesia membutuhkan generasi muda yang tidak hanya unggul secara akademis, tetapi juga memiliki integritas, kepemimpinan, dan tanggung jawab sosial.

Baca juga: Ramadhan dan Konsumerisme, Tantangan Belanja Digital di Bulan Suci

Dalam hal ini, pemerintah perlu menetapkan standar yang lebih jelas terkait pendidikan karakter di perguruan tinggi. Pendidikan karakter yang tidak hanya mengajarkan nilai-nilai moral, tetapi juga nilai-nilai etika profesional yang akan mempersiapkan mahasiswa untuk menghadapi tantangan dunia kerja dengan integritas yang tinggi.

Selain itu, penguatan pendidikan kewarganegaraan dan sosial akan memastikan bahwa lulusan perguruan tinggi Indonesia tidak hanya mampu bersaing di pasar global, tetapi juga memiliki kesadaran dan tanggung jawab terhadap kemajuan bangsa.

Mengambil Pelajaran dari Negara Lain

Di tengah berbagai tantangan yang ada, Indonesia bisa belajar banyak dari negara-negara yang telah sukses mengelola pendidikan tinggi dengan sangat baik. Finlandia, misalnya, telah lama dikenal dengan sistem pendidikannya yang inovatif dan inklusif.

Pendidikan tinggi di Finlandia menekankan pada pengembangan keterampilan praktis yang relevan dengan kebutuhan pasar, namun tetap menjaga kualitas pengajaran akademis yang tinggi.

Selain itu, Finlandia juga dikenal dengan pendekatan holistik dalam pendidikan karakter, di mana pengembangan kepribadian siswa menjadi bagian penting dari proses belajar.

Selain Finlandia, Jepang juga memberikan contoh yang patut dicontoh dengan sistem pendidikannya yang sangat mendukung penelitian dan inovasi.

Banyak perguruan tinggi di Jepang yang memiliki hubungan yang sangat erat dengan dunia industri, yang memungkinkan mahasiswa untuk terlibat dalam proyek-proyek riset yang langsung berhubungan dengan teknologi dan kebutuhan pasar.

Baca juga: Menghapus Wisuda Lulusan SMA dan SMK, Menyederhanakan Kebahagiaan

Mengambil pelajaran dari negara-negara ini, Indonesia perlu membangun kolaborasi yang lebih erat antara universitas, sektor industri, dan pemerintah.

Pendekatan yang lebih proaktif dalam merancang kurikulum, serta menciptakan ekosistem yang mendukung penelitian dan pengembangan teknologi, akan menjadi kunci bagi pendidikan tinggi Indonesia untuk berdaya saing di kancah global.

Kesimpulan

Langkah-langkah yang diambil oleh Menteri Brian Yuliarto menunjukkan komitmen untuk merespons isu-isu yang berkembang dalam dunia pendidikan tinggi Indonesia, terutama terkait dengan transparansi UKT dan komitmen terhadap beasiswa.

Namun, tantangan besar ke depan masih banyak. Pemerintah perlu fokus pada pengembangan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan industri, serta memperkuat pendidikan karakter yang tidak hanya mencetak individu cerdas secara akademis, tetapi juga bertanggung jawab sosial.

Dengan mengambil pelajaran dari negara-negara yang telah berhasil mengelola pendidikan tinggi dengan baik, Indonesia bisa memperbaiki sistem pendidikan tinggi yang ada.

Kolaborasi antara universitas, industri, dan pemerintah akan menjadi kunci dalam menciptakan generasi muda yang siap menghadapi tantangan global dan berkontribusi pada kemajuan bangsa.

 

Editor : Alim Perdana

Wisata dan Kuliner
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru