SURABAYA - Siapa bilang menjadi satpam menghalangi pendidikan tinggi? Ragita Dwi Nur Rahmadiani membuktikan sebaliknya.
Perempuan asal Mojokerto ini, yang telah tujuh tahun bertugas sebagai satpam di Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), baru saja menyelesaikan studinya di Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dengan predikat cum laude dan IPK 3.8. Keberhasilannya menjadi salah satu inspirasi dalam Wisuda ke-52 UM Surabaya.
Baca juga: Rektor UM Surabaya Lantik Empat Wakil Rektor Baru, Fokus pada Transformasi Berkelanjutan
Ragita memilih jalur kuliah malam untuk mengakomodasi pekerjaannya. Ia sendiri mengaku tak pernah membayangkan akan berkarier di bidang keamanan.
"Saya tidak punya latar belakang di bidang keamanan," ujarnya, Senin (16/2/25). "Waktu SMK, saya jurusan tata boga. Setelah lulus, saya ingin kuliah, tapi terkendala biaya. Jadi, saya memutuskan bekerja dan menabung dulu," tambahnya.
Kesempatan datang ketika UM Surabaya membuka lowongan satpam perempuan. "Alhamdulillah, saya diterima," kenang Ragita.
"Setelah dua tahun menjadi karyawan tetap, saya memutuskan kuliah sambil bekerja. Kelas malam solusinya, karena pagi hari saya harus bertugas," jelasnya.
Latar belakang keluarga Ragita juga sederhana. Ayahnya, Mulyono, bekerja sebagai sopir truk di pabrik gula Mojokerto, sementara ibunya, Yuni Eka Winarti, berjualan nasi dan kue keliling. Kehidupan yang sederhana ini telah membentuk Ragita untuk gigih dan pekerja keras.
Baca juga: UM Surabaya Gelar Wisuda, Rektor Mundakir Titikberatkan Penguatan Prestasi dan Kerja Sama Global
Menyeimbangkan pekerjaan dan kuliah tentu bukan hal mudah. "Saya sempatkan belajar setelah pukul 3 sore," ungkap Ragita mengenai strategi manajemen waktunya.
"Kuliah mulai pukul 18.00 WIB, jadi saya manfaatkan waktu senggang itu untuk belajar, terutama saat UTS dan UAS," imbuhnya.
Hasilnya? IPK 3.8 dan predikat cum laude. "Saya sendiri tak menyangka bisa menyelesaikan studi tepat waktu di tengah kesibukan sebagai satpam," akunya, tak dapat menyembunyikan rasa syukur.
"Ini bukti bahwa keterbatasan finansial bukan penghalang untuk meraih mimpi," tegasnya.
Baca juga: Mundakir Resmi Nahkodai UM Surabaya, Melejitkan Kampus Menuju Era Baru
Ragita pun telah merencanakan langkah selanjutnya. Ia bertekad untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
"Keterbatasan finansial bukan alasan untuk mengubur mimpi," katanya penuh semangat. "Allah ingin melihat seberapa gigih kita memperjuangkannya," pungkasnya.
Kisah Ragita menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama generasi muda, bahwa kerja keras dan ketekunan mampu mengantarkan pada kesuksesan, tak peduli seberapa besar tantangan yang dihadapi.
Editor : Alim Perdana