Bencana Datang, Haruskah Raja Juli Mundur ?

avatar ayojatim.com

Oleh: Singky Soewadji

ANGGOTA Komisi IV DPR RI, Usman Husin, menyarankan Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni untuk mundur dari posisinya jika tak mampu mengatasi persoalan hutan yang ada di Indonesia. Usman mengatakan Raja Juli tak paham soal Kehutanan.

Sepakat !
Raja Juli Antoni tidak paham soal Kehutanan, yang dibutuhkan adalah seorang ahli Kehutanan, bukan ahli Ke Tuhanan.

Desakan mundur ini bukan karena Raja Juli menjabat Menteri Kehutanan melakukan "kesalahan atau pelanggaran" layaknya menteri terdahulu. Raja Juli hanya sebagai pencuci piring.

Dalam kasus bencana dan akibat bencana, tidak dan belum terlihat "kesalahannya" namun sejak awal tampak jelas ketidak mampuan dan ketidak pahamannya soal kehutanan terutama dan lebih khususnya masalah konservasi.

Contoh kongkrit yang gamblang dan mudah saja Raja Juli tidak peka dan tidak mampu, yaitu masalah konflik Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) yang harusnya dengan mudah dan segera bisa di selesaikan di tingkat Direktur Konservasi Keragaman Hayati (KKH).

Aliansi Pecinta Satwa Liar Indonesia (APECSI) beri masukan via surat resmi, WA pribadi, permohonan audiensi dan cara lainnya, jangankan di dengar, di respons saja tidak. Termasuk oleh para jajaran di bawahnya.

Pada hal beberapa pejabat di bawahnya termasuk Dirjen yang selama ini dikenal secara pribadi, di WA maupun di surati tidak pernah respond dan tidak pernah mau di telpon.

Ada tiga mantan Dirjen KSDAE, enam mantan Direktur KKH, banyak lagi senior Kehutanan dan Lingkungan Hudup menjadi member APECSI.

Belum lagi para ahli seperti Prof. DR. Ir Hadi Alikodra dan Prof. H. Emil Salim, S.E., M.A., Ph.D. yang harusnya bermanfaat sebagai "Early Earning System".

Indonesia merupakan salah satu negara "Mega Biodiversity" yang memiliki keaneka ragaman sumber daya alam hayati yang sangat melimpah.

Namun pada kenyataannya jumlah sumber daya alam tersebut menurun dengan tajam akibat kerusakan habitat alami, terutama oleh eksploitasi secara tak terkendali.

Badak, Harimau, Orangutan, Gajah, Siamang, Tapir dan satwa liar lainnya kehilangan rumahnya, hutan yang menjadi habitatnya berubah menjadi Tambang, Kebun Sawit dan pemukiman.

Perut bumi di gali, di keluarkan isinya sebagai hasil tambang, alih-alih untuk kesejahteraan, rakyat makin miskin, kerusakan lingkungan makin parah dan negara makin besar hutangnya.

Bencana alam terjadi dimana-mana, Jawa Barat dan sekarang Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, NTT dan Provinsi lain menunggu giliran.

Bencana di Sumatera itu baru pembukaan, berikut bencana akan hadir di Sulawesi, Kalimantan, Jawa Barat, NTT dan Papua.

Indonesia masuk dalam negara yang memiliki hutan terluas nomer tiga di dunia, seluas 120 Juta Hektar (Ha), tadinya.

Sekarang Indonesia menjadi negara yang mengalami kerusakan hutan terparah nomer dua di dunia.

Hutan di Indonesia rata-rata Berkurang 1,3 Juta Hektare dalam setiap 5 Tahun.

Kejahatan kehutanan berjalan pararel dengan kepunahan satwa yang dilindungi.

Di era orde baru hutan kita dijarah untuk diambil kayunya.

Di era reformasi hutan kita di eksploitasi menjadi Kebun Sawit.

Di era sekarang hutan kita di kuras perutnya untuk Tambang.

Hutan yang hilang paling banyak berada di Pulau Kalimantan, terlebih dengan adanya Proyek IKN.

Persoalan dan dosa ini tidak bisa serta merta di lemparkan dan di bebankan ke Raja Juli yang baru setahun jadi Menteri Kehutanan, bahkan konon belum pernah menanda tangani ijin.

Beda halnya dengan Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang secara gamblang dan terbuka merestui pembabatan hutan untuk Tambang.

Demikian pula dengan Si Raja Tarik Tambang Hanif Faisol Nurofiq yang menjabat Menteri Lingkungan Hidup, yang seharusnya menjadi "Benteng Terakhir" perijinan.

Bila ijin Amdal tidak di terbitkan maka semua ijin yang di terbitkan oleh Kementerian ESDM maupun Kehutanan tidak bisa berjalan.

Kerusakan hutan di Indonesia makin parah di era Reformasi dan Menteri Kehutanan yang paling berperan adalah M.S (Malam Sambat) Kaban, Zulkifli Hasan (terparah) dan Siti Nurbaya Bakar, apa lagi di eranya Kementetian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di gabung menjadi KLHK.

Dalam sidang Komisi IV DPR - RI, di hadapan anggota DPR - RI dengan lugunya Raja Juli menyampaikan ada dua puluh perusahaan yang akan di cabut ijinnya atas se ijin presiden.

Komentar ini sontak menjadi bahan cemooh dan ejekan, terutama oleh para nitizen.

Sebenarnya kalau kita mau berpikiran jernih dan waras, apa yang di sampaikan oleh Raja Juli itu tidak salah, karena para pengusaha (perusahaan) yang memiliki ijin tersebut bukan Kaleng - Kaleng.

Mereka punya uang dan koneksi di Ring I, belum lagi harus berhadapan dengan Perdana Menteri Luhut Binsar Pandjaitan yang saat ini sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional, dan juga Presiden Prabowo sendiri yang punya sedikitnya sepuluh perusahaan yang bersentuhan dengan hutan kita, yang di kelolah oleh adik kandungnya Hashim Djojohadikusumo.

Bukankah ini Jeruk makan Jeruk ?
Malaikat sekalipun datang ke Indonesia, di utus untuk memperbaiki negeri ini, pasti akan geleng kepala.

Jadi, kita tidak perlu heran bila Aparat Penegak Hukum (APH) seperti KPK dan Kejagung mandul, apa lagi Polri.

Kementerian Kehutanan butuh sosok Raja Hutan, bukan Raja Juli.

Dari ulasan di atas maka sudah bisa di prediksi, bahwa bencana di Sumatera itu baru pembukaan, berikut bencana akan hadir di Sulawesi, Kalimantan, Jawa Barat, NTT dan Papua.

Kita Nantikan kehadirannya !

Sepuluh tahun negeri ini di pimpin oleh seorang yang konon Sarjana Kehutanan, ternyata hutan kita semakin parah. Jadi ikutan tidak yakin kalau ijasahnya itu asli lulusan UGM.

Para Rimbawan dan Sahabat Lestari harus tetap bersuara, karena :

"Orang Pandai Diam, Orang Bodoh akan Semena-mena, Orang Baik Diam, Orang Jahat Akan Makin Berkuasa"

26 Individu Badak Jawa dibunuh.
Puluhan Gajah Sumatera dibantai.
Puluhan Harimau Sumatera tewas sia - sia.
Belum lagi puluhan jenis satwa liar lainnya.

Tahun 2025 belum genap, terpantau Sebelas individu Gajah Sumatera mati sia - sia.

Pemerintah gagap, negara abai. Bencana alam, banjir dan tanah longsor adalah jawaban.
Karma itu ada, walau tidak selalu instant.

Among Satwa Amrih Lestari.
"Kau Peduli, Aku Lestari"

Singky Soewadji
Pemerhati Satwa Liar
Koordinator Aliansi Pecinta Satwa Liar Indonesia (APECSI)

Medio Sabtu 8 Desember 2025

Editor : Alim Perdana