FH Unesa Sosialisasikan Gugatan Sederhana untuk UMKM di Gunungkidul, Ubah Pandangan Masyarakat terhadap Pengadilan

Tim dosen Fakultas Hukum Unesa menggelar sosialisasi mekanisme gugatan sederhana bagi pelaku UMKM di Desa Girisekar, Gunungkidul. Foto/Ayojatim.com
Tim dosen Fakultas Hukum Unesa menggelar sosialisasi mekanisme gugatan sederhana bagi pelaku UMKM di Desa Girisekar, Gunungkidul. Foto/Ayojatim.com

GUNUNGKIDUL - Masih banyak pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia yang memandang lembaga peradilan sebagai tempat yang rumit, mahal, dan memakan waktu panjang.

Untuk menjawab keraguan itu, Tim Dosen Fakultas Hukum Universitas Negeri Surabaya (FH Unesa) hadir memberikan sosialisasi mekanisme gugatan sederhana kepada masyarakat Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.

Kegiatan bertajuk “Sosialisasi Mekanisme Gugatan Sederhana pada UMKM” ini merupakan bagian dari Program Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) yang digelar oleh dosen FH Unesa: Ahmad Muhajir Firrizqi Mubaroq, S.H., M.Kn., Emmilia Rusdiana, S.H., M.H., dan Alfan Dzikria Nurrachman, S.H., M.H.

“Selama ini, banyak pelaku UMKM yang enggan bersinggungan dengan pengadilan karena menganggapnya berbelit dan mahal. Padahal, mekanisme gugatan sederhana justru dirancang agar masyarakat bisa memperoleh keadilan dengan cepat dan biaya ringan,” ujar Ahmad Muhajir Firrizqi Mubaroq.

Sosialisasi yang digelar di Balai Desa Girisekar ini disambut hangat oleh perangkat desa dan para pelaku usaha lokal.

Kegiatan diawali dengan sambutan dari pihak Pemerintah Desa Girisekar, yang mengapresiasi inisiatif Unesa dalam menghadirkan pendidikan hukum yang aplikatif dan mudah dipahami.

Dalam sesi utama, para dosen FH Unesa memaparkan materi seputar peran dan perlindungan hukum bagi UMKM, serta langkah-langkah praktis dalam mengajukan gugatan sederhana di pengadilan negeri. Mekanisme ini memungkinkan penyelesaian sengketa perdata dengan nilai gugatan maksimal Rp500 juta tanpa prosedur panjang.

“Kami ingin membangun kesadaran hukum preventif, agar para pelaku UMKM memahami hak dan kewajibannya sebelum sengketa muncul,” jelas Emmilia Rusdiana, salah satu anggota tim dosen.

Kegiatan ini tidak hanya bersifat teoretis. Peserta juga diajak menganalisis kasus-kasus nyata yang sering dihadapi pelaku UMKM, seperti wanprestasi dalam perjanjian jual beli, keterlambatan pembayaran, atau perselisihan kontrak kerja sama.

Melalui pendekatan simulasi, peserta belajar mengidentifikasi masalah hukum, memilih jalur penyelesaian, hingga menulis surat gugatan sederhana secara langsung.

“Dengan latihan praktik seperti ini, masyarakat bisa melihat bahwa hukum tidak sesulit yang dibayangkan. Mereka bahkan bisa mengurus gugatan sederhana tanpa harus memakai jasa pengacara,” tutur Alfan Dzikria Nurrachman.

Metode pembelajaran interaktif tersebut membuat peserta lebih aktif bertanya dan berdiskusi. Beberapa peserta mengaku baru mengetahui bahwa terdapat mekanisme penyelesaian sengketa cepat di pengadilan negeri tanpa biaya besar.

“Ternyata bisa semudah itu, asal tahu caranya. Kami berharap kegiatan seperti ini sering diadakan, supaya pelaku UMKM kecil seperti kami tidak takut mencari keadilan,” kata Siti Nurhayati, salah satu peserta pelatihan yang juga pelaku usaha olahan makanan.

Selain memperkenalkan aspek teknis hukum, kegiatan ini juga bertujuan menghapus stigma negatif terhadap lembaga peradilan. Menurut tim dosen FH Unesa, persepsi bahwa pengadilan lambat dan rumit sering kali muncul karena kurangnya pemahaman prosedur dan akses informasi hukum.

“Kami ingin masyarakat, khususnya pelaku UMKM, melihat pengadilan sebagai sahabat, bukan ancaman. Mekanisme gugatan sederhana adalah bentuk nyata reformasi hukum untuk rakyat kecil,” tambah Muhajir.

Di akhir kegiatan, tim dosen FH Unesa menegaskan bahwa akses terhadap keadilan merupakan hak setiap warga negara, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 50 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM.

Kegiatan PkM ini menjadi bukti bahwa peran perguruan tinggi tidak berhenti pada pendidikan di ruang kelas, tetapi juga hadir untuk memberdayakan masyarakat melalui literasi hukum yang membumi.

“Kami berharap kegiatan ini menjadi pemantik lahirnya masyarakat yang melek hukum, berani memperjuangkan haknya, dan memahami bahwa keadilan tidak harus mahal,” tutup Emmilia Rusdiana.

Dengan pendekatan edukatif, humanis, dan berbasis praktik, kegiatan ini diharapkan memperkuat posisi Fakultas Hukum Unesa sebagai perguruan tinggi yang aktif menjembatani ilmu hukum dan kebutuhan masyarakat.

Melalui kolaborasi semacam ini, Unesa menegaskan komitmennya untuk mewujudkan masyarakat sadar hukum dan usaha kecil yang berdaya secara legal.

Editor : Alim Perdana