Kolaborasi PKM Unitomo-Untag Bantu Pengrajin Batik Bertahan dengan Inovasi Hijau

Pelatihan pembuatan Packaging untuk Produk IRT Batik Namiroh Sidoarjo. Foto: Humas Unitomo
Pelatihan pembuatan Packaging untuk Produk IRT Batik Namiroh Sidoarjo. Foto: Humas Unitomo

SIDOARJO - Berlangsung di IRT Batik Namiroh, Sidoarjo, tim dosen PKM Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) berkolaborasi dengan Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya menggelar program pengabdian masyarakat pada 9 Juni–17 September 2025.

Program bertema “Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Berbasis Green Economy di Kampung Batik Sidoarjo” ini didanai DPPM Kemdiktisaintek. Tim pelaksana terdiri dari Dr. Yoosita Aulia (Unitomo), Dr. Dian Ferriswara (Unitomo), dan Maula Nafi (Untag), dengan dukungan tiga mahasiswa Unitomo.

Menurut Yoosita, mitra Batik Namiroh masih terkendala dominasi batik sintetis bermotif tradisional Madura, serta kondisi rumah produksi yang berada di lingkungan padat dan kurang tertata.

“Dari hasil survei awal, rumah produksi terlihat kumuh, kayu pembakaran diletakkan begitu saja, sementara pelorot malam berdekatan dengan ruang galeri. Layout ruang produksi belum tertata dengan baik,” ujarnya.

Ruang produksi Batik Namiroh masih sempit, penataan batik kurang rapi, dan proses pengerjaan seperti canting serta pengeblokan warna dilakukan di teras rumah. Penghalusan kain pun masih manual dengan palu kayu. Selain itu, produk belum memiliki kemasan layak, hanya dilipat dan diikat, sehingga nilai jual rendah.

Keterbatasan lain meliputi lemahnya keterampilan packaging, belum ada pembukuan sederhana, variasi motif terbatas, serta kapasitas produksi rendah karena hanya 9 dari 25 pengrajin yang aktif.

Untuk menjawab masalah itu, Tim PKM Unitomo menghadirkan mesin robot motif batik portabel berukuran 60 x 100 cm. Alat ini mampu menyelesaikan pola hanya dalam tiga jam, mempercepat produksi hingga 40%, menghemat malam, serta menjaga kualitas. Meski berbasis teknologi, proses manual tetap dipertahankan untuk menjaga nilai historis batik.

Tim juga menghibahkan satu unit mesin robot batik, berharap pengrajin bisa lebih kreatif, termasuk membuat motif khusus seperti logo instansi.

"Dengan mesin robot motif batik, produksi bisa selesai tiga bulan dari sebelumnya empat bulan. Meski berbasis teknologi, proses manual tetap dipertahankan untuk menjaga nilai historis batik,” tambahnya.

Program ini mendapat dukungan pendanaan dari DPPM Kemdiktisaintek 2025 dan diharapkan mampu memberdayakan pengrajin muda Lemahputro Sidoarjo untuk melestarikan batik dengan inovasi ramah lingkungan.

"Kami berharap alat ini dimanfaatkan secara maksimal agar pengrajin dapat berkreasi dengan motif yang lebih beragam, termasuk membuat logo instansi yang sebelumnya sulit dilakukan dengan cara manual,” pungkas Yoosita.

Editor : Amal Jaelani

Religi   

Kenapa Doa Makan Bicara Neraka?

Sekilas, doa ini terasa janggal. Kita hanya ingin menyantap sepiring nasi dan lauk, tapi mengapa ujungnya justru bicara soal neraka?…