SURABAYA – Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) resmi mengukuhkan Prof. Dr. M. Syahrul Borman, S.H., M.H. sebagai guru besar ke-24. Dalam orasi ilmiahnya, Prof Syahrul mengusulkan modernisasi Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengedepankan keadilan substantif, bukan hanya prosedural.
Pengukuhan yang berlangsung di Auditorium Ki Mohammad Saleh, Kampus Unitomo, dihadiri Rektor Unitomo Prof. Dr. Siti Marwiyah, S.H., M.H. (istri Prof. Syahrul), Kepala L2Dikti Wilayah VII Prof. Dr. Dyah Sawitri, S.E., M.M., pimpinan Yayasan Pendidikan Cendekia Utama (YPCU), dosen, karyawan Unitomo, serta tamu undangan dari kalangan praktisi dan akademisi hukum. Tampak hadir pula mantan Menkopolhukam Prof. Dr. Mahfud MD.
Prof. Syahrul menyoroti Pasal 74 Ayat (3) dan Pasal 78 UU Nomor 4 Tahun 2003 tentang MK yang membatasi waktu pengajuan perselisihan hasil Pemilu Presiden dan waktu putusan MK.
Menurutnya, batasan waktu yang singkat – 3x24 jam untuk pengajuan dan 14 hari kerja untuk putusan – menghambat tercapainya keadilan substantif.
“Dalam waktu sesingkat itu, hakim MK lebih fokus pada selisih suara, bukan pada proses perolehan suara yang lebih substantif,” jelas Prof. Syahrul.
Ia mencontohkan, penelitian ribuan formulir rekapitulasi dan data digital dari seluruh Indonesia dalam waktu 14 hari kerja menjadikan waktu sebagai “hakim tak terlihat” yang mengabaikan keadilan substantif.
“Oleh sebagian ahli hukum tata negara, MK bahkan disebut sebagai Mahkamah Kalkulator,” tambahnya.
Prof. Syahrul mengusulkan perpanjangan waktu pengajuan perselisihan hasil Pemilu menjadi dua minggu dan masa persidangan menjadi 6-7 bulan.
“Perpanjangan ini tidak akan mengganggu jadwal pelantikan yang telah ditetapkan KPU,” tegasnya.
Usulan ini diharapkan dapat dipertimbangkan DPR sebagai langkah untuk merevisi aturan tersebut dan meningkatkan kualitas putusan MK.
Editor : Alim Perdana