HARI-HARI ini, istilah "kurban online" sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Hanya dengan beberapa klik di ponsel, kita dapat mendaftarkan kurban, memilih hewan, dan bahkan menyaksikan proses penyembelihan secara live streaming.
Kemudahan ini sangat membantu, terutama bagi masyarakat urban yang sibuk dan tinggal jauh dari lokasi penyembelihan.
Namun, di balik kemudahan ini, terdapat beberapa pertanyaan krusial seputar kurban digital yang perlu dikaji.
Tulisan ini akan membahas tiga hal utama: kesesuaian kurban digital dengan syariat Islam, bagaimana menjamin distribusi yang adil dan inklusif, serta bagaimana menjaga nilai-nilai sosial dan spiritual kurban.
1. Kesesuaian Kurban Digital dengan Syariat Islam
Secara fikih, berkurban melalui perwakilan (wakalah) diperbolehkan. Syekh Wahbah az-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu menjelaskan bahwa kurban sah jika beberapa syarat terpenuhi:
Hewan yang dikurbankan jelas dan dibeli dengan harta yang halal. Transparansi dalam proses pembelian hewan kurban menjadi sangat penting dalam kurban digital.
Penyembelihan dilakukan pada waktu yang ditentukan (10-13 Dzulhijjah). Platform digital harus memastikan kepatuhan terhadap waktu penyembelihan.
Penyembelih mewakili niat sahibul qurban. Kejelasan niat dan mekanisme perwakilan harus terdokumentasi dengan baik.
Pembagian daging dilakukan sesuai ketentuan syariat. Distribusi daging kurban harus terencana dan terdokumentasi untuk memastikan keadilan.
Dengan terpenuhinya syarat-syarat tersebut, kurban digital pada dasarnya sah secara fikih. Perbedaannya hanya terletak pada metode transaksi dan koordinasi, sementara rukun kurban tetap dijalankan.
2. Teknologi untuk Distribusi Inklusif: Menuju Keadilan dan Keterjangkauan
Kurban digital menawarkan peluang besar untuk distribusi yang lebih adil dan tepat sasaran. Platform digital dapat:
Memetakan wilayah rawan pangan: Identifikasi daerah yang membutuhkan bantuan pangan menjadi lebih akurat dan efisien.
Menyalurkan daging kurban ke daerah terpencil atau terdampak bencana: Menjangkau masyarakat yang sulit diakses secara konvensional.
Mencegah penumpukan daging di wilayah perkotaan: Distribusi yang lebih merata dapat menghindari pemborosan dan memastikan daging sampai ke yang membutuhkan.
Menggunakan cold chain system: Menjaga kualitas dan keawetan daging kurban agar dapat didistribusikan ke berbagai pelosok.
Model ini telah diterapkan di beberapa negara seperti Malaysia dan Timur Tengah, melalui kolaborasi antara LSM, startup digital, dan pemerintah. Studi UNDP (2021) menunjukkan bahwa model distribusi digital berbasis data dapat memperkuat ketahanan pangan komunitas miskin di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
3. Menjaga Nilai Spiritualitas dan Partisipasi Sosial di Era Digital
Kemudahan teknologi tidak boleh mengurangi makna ibadah kurban. Tiga nilai utama yang harus dijaga adalah:
Nilai Spiritualitas (Taqwa): Meskipun dilakukan jarak jauh, niat dan ketulusan dalam beribadah harus tetap diutamakan.
Nilai Sosial (Ta'awun): Distribusi daging harus menjangkau masyarakat yang benar-benar membutuhkan, tidak hanya lingkaran terdekat.
Nilai Edukasi: Melibatkan keluarga, terutama anak-anak, untuk memahami makna kurban, meskipun melalui cara digital.
Inovasi untuk Memaksimalkan Dampak Positif Kurban
Berbagai inovasi terus dikembangkan untuk meningkatkan transparansi dan dampak sosial kurban digital, antara lain:
- Kurban digital berbasis blockchain: Menjamin transparansi dana dan distribusi.
- Digital meat wallet: Sistem penyimpanan digital berbasis saldo daging untuk penerima manfaat.
- Pusat Logistik Kurban Nasional: Sebagai hub distribusi daging kurban skala nasional untuk memastikan pemerataan dan efisiensi.
Pusat logistik ini berfungsi sebagai pusat pengelolaan dan penyaluran daging kurban secara terorganisir, mencegah penumpukan di daerah tertentu, memastikan pemerataan ke daerah kekurangan, memudahkan pengelolaan logistik dan pengawasan mutu, serta mendukung sistem kurban nasional yang inklusif dan berkelanjutan.
Integrasi model ini ke dalam kebijakan nasional dapat menjadikan kurban sebagai alat strategis dalam pengentasan kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan.
Kesimpulan:
Kurban digital merupakan keniscayaan di era teknologi. Namun, teknologi hanyalah alat. Kita harus memastikan bahwa ruh pengorbanan, keterlibatan sosial, dan penguatan empati tetap menjadi inti dari ibadah kurban. Mari manfaatkan teknologi dengan bijak, tidak hanya untuk kemudahan, tetapi juga untuk memperluas dampak sosial kurban kita.
Oleh: Ulul Albab, Ketua ICMI Jawa Timur
Editor : Alim Perdana