Mengenal NPD, Self-Love atau Self-Obsessed? Pakar FK Untag Surabaya Jelaskan Perbedaannya

dr. Adinda Istantina, Sp.KJ. Foto: Humas Untag Surabaya
dr. Adinda Istantina, Sp.KJ. Foto: Humas Untag Surabaya

SURABAYA – Garis tipis seringkali memisahkan self love yang sehat dengan Narcissistic Personality Disorder (NPD) atau Gangguan Kepribadian Narsistik.

Untuk memahami perbedaannya, Medtalk bersama Fakultas Kedokteran (FK) Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya menggelar diskusi yang menghadirkan dr. Adinda Istantina, Sp.KJ. dr. Dinda, sapaan akrabnya, memberikan penjelasan komprehensif mengenai NPD yang semakin sering dibicarakan di Indonesia.

Menurut dr. Dinda, NPD ditandai oleh tiga ciri utama. "NPD adalah gangguan mental yang menyebabkan seseorang merasa superior, haus akan validasi dan pujian, serta cenderung meremehkan orang lain," jelasnya.

Yang membedakan NPD dari self-love adalah ketidakmampuan penderita NPD untuk menyadari gangguan yang mereka alami.

"Penderita NPD umumnya tidak menyadari kondisi mereka, karena merasa selalu benar dan menganggap pandangan orang lain salah," imbuhnya.

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) of Mental Disorders, dr. Dinda mengidentifikasi lima dari sembilan gejala NPD.

Gejala-gejala tersebut antara lain percaya diri yang berlebihan, haus akan validasi yang berlebihan, perasaan berhak atas perlakuan istimewa, fantasi akan prestasi atau kesuksesan, kebutuhan akan kekaguman yang berlebihan, eksploitasi interpersonal, kurangnya empati, iri hati atau merasa diiri orang lain, sikap sombong dan angkuh, serta sensitivitas yang tinggi terhadap kritik.

Penggunaan media sosial, menurut dr. Dinda, dapat memicu NPD pada anak muda. "Media sosial menjadi sarana validasi instan. Postingan dapat dimanipulasi untuk mendapatkan validasi. Kegagalan mendapatkan validasi dapat menyebabkan kecewa, sakit hati, dan perilaku manipulatif serta eksploitatif," ungkapnya.

dr. Dinda juga menjelaskan beberapa faktor penyebab NPD, antara lain faktor neurobiologi otak (penurunan volume anatomi otak yang mengatur empati dan perhatian), serta faktor genetik.

Di akhir sesi, dr. Dinda menekankan pentingnya kesadaran akan keterbatasan diri. "Kita perlu mengembangkan kelebihan hingga batas tertentu, namun tetap rendah hati dan membumi. Kekurangan dapat menjadi hambatan jika kita tidak mawas diri," pesannya. "Jaga kesehatan dan sayangi diri secukupnya," tuturnya.

Editor : Alim Perdana