Dilema Pemerintah: Rp 40 Miliar untuk Susanti atau Gagal Lindungi Pahlawan Devisa?

Ali Muthohar., S.H, Ketua (PBH) Pusat Bantuan Hukum Peradi Banyuwangi. Foto/Dok-Pribadi
Ali Muthohar., S.H, Ketua (PBH) Pusat Bantuan Hukum Peradi Banyuwangi. Foto/Dok-Pribadi

Seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Kabupaten Karawang, Jawa Barat, bernama Susanti binti Mahfudin (22), mendapatkan hukuman mati di Riyadh, Arab Saudi. Susanti tetap divonis hukuman mati terancam hukuman pancung di Arab Saudi, karena dituduh telah membunuh anak majikannya.

Kini kabarnya keluarga sedang meminta pemerintah untuk membebaskan dan memulangkannya ke Tanah Air. Karena, berdasarkan keterangan pihak keluarga kepada beberapa media, Susanti membantah telah melakukan tindak kejahatan tersebut. Susanti juga telah melakukan pembelaan jika dirinya tidak bersalah, karena anak majikan tersebut bunuh diri akibat adanya kelainan mental.

Mengenai hal tersebut, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding mengatakan, butuh uang minimal Rp 40 miliar untuk membebaskan Susanti. Angka tersebut diperoleh usai Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) melakukan negosiasi dengan pihak Arab Saudi.

"Kalau menurut teman-teman Kementerian Luar Negeri Minimal di angka Rp 40 miliar," kata Karding di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (14/3/2025) dikutip dari kompas.com

Karding mengatakan, kasus yang menjerat Susanti di Arab Saudi memang sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap.

Dalam kasus Susanti Bin Mahmudi ini, Negara memang wajib hadir untuk menyelamatkannya. Selama ini banyak Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang terjerat kasus diluar minim perhatian dari pemerintah.

Terkait hukuman mati dan ancaman hukuman pancung di Arab Saudi kepada Susanti Bin Mahmudi, ada beberapa poin kenapa pemerintah Indonesia memang harus serius menanggapi hal tersebut.

1. Hukuman mati melanggar konsensus HAM universal, serta merampas hak seseorang hak untuk Hidup.

Hukuman mati merupakan pelanggaran serius terhadap konsensus HAM universal, terutama hak untuk hidup yang dijamin dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) PBB tahun 1948. DUHAM Pasal 3 secara tegas menyatakan bahwa setiap orang berhak atas hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi. Hak ini merupakan hak fundamental dan tidak dapat dicabut, membentuk dasar dari semua hak asasi manusia lainnya.

2. Negara harus hadir dan segera membayar atau menebus denda tersebut. Jika tidak, negara akan dianggap gagal, karena devisa negara atau remitansi yang dikirim oleh PMI jumlahnya ratusan triliun. Sedangkan anggaran perlindungan terhadap PMI tidak sebanding dengan devisa yang diterima oleh negara.

3. Bagaimanapun PMI adalah pahlawan devisa, terlepas dia salah menurut putusan pengadilan negara setempat. Negara juga harus menghormati dan melihat latar belakang dan faktor apa saja yang kemudian membuat PMI tersebut melakukan kejahatan.

Mungkin saja PMI tersebut sedang mengalami tekanan psikis, atau terjadi kekerasan dalam rangka membela diri, tidak di gaji, eksploitasi pekerjaan dan alasan lainnya, sehingga PMI tersebut akhirnya secara terpaksa atau dalam kondisi harus melakukan aktivitas yang melawan hukum.

4. Negara tidak boleh absen atas negoisasi kasus-kasus yang melibatkan PMI. Karena, diakui atau tidak, secara tidak langsung PMI telah ikut serta dalam upaya membangun sarana prasarana negara, termasuk memberikan gaji terhadap Para pejabat dan seluruh pegawai dibawah pemerintahan.Jika itu tidak dilakukan, maka negara telah gagal karena tidak mampu menjaga aset atau devisa negara.

5. PMI sejak awal mempunyai previlage tersendiri yang harus dilindungi dan di hormati oleh negara. Karena sebuah kondisi, mereka para PMI berjuang sendiri, pergi keluar negeri demi menghidupi diri dan keluarga mereka agar terus hidup dan tercukupi ekonominya. Sedangkan kiriman uang ke daerah atau remitansi turut menggerakkan ekonomi di daerah. Maka tak berlebihan kiranya, jika Pahlawan Devisa harus disematkan kepada para PMI.

Dan pada saat bulan Ramadhan seperti sekarang, menjelang hari raya kiriman uang PMI mengalir deras ke keluarga mereka di daerah asal mereka. Hal tersebut tentu akan dapat menggerakkan ekonomi daerah. Semua akses ekonomi tidak lepas dari transaksi keuangan PMI.

Maka berapa Milyar pun, rasanya tidak akan sebanding jika harus ditukar dengan nyawa seseorang untuk dihukum mati, titik.

Ali Muthohar., S.H
Ketua (PBH) Pusat Bantuan Hukum Peradi Banyuwangi.
Aktivis Pekerja Migran Indonesia.

Editor : Amal Jaelani