BULAN Ramadhan adalah momen istimewa yang tak hanya mengajarkan kita untuk menahan lapar dan dahaga, tetapi juga untuk menahan segala bentuk godaan duniawi yang mengalihkan kita dari esensi ibadah.
Ramadhan adalah bulan spiritualitas, bulan yang seharusnya mengarahkan kita pada kedekatan dengan Allah, pada peningkatan ketakwaan, serta kesabaran yang mendalam.
Namun, di era digital seperti saat ini, Ramadhan menghadapi tantangan baru, yaitu gelombang konsumerisme yang datang dengan segala daya tariknya, utamanya melalui belanja online.
Di balik kemeriahan bulan Ramadhan yang penuh berkah, ada sisi lain yang perlu diwaspadai, yaitu peningkatan angka belanja. Dengan berbagai promosi, diskon, dan penawaran yang melimpah, platform e-commerce seolah menjadi "surga belanja" bagi banyak orang.
Apakah belanja di bulan Ramadhan memang harus identik dengan konsumerisme? Bagaimana kita seharusnya memandang fenomena ini dalam perspektif yang lebih bijaksana dan tetap menjaga esensi ibadah di bulan yang penuh rahmat ini?
Inilah pertanyaan yang seharusnya kita jawab, agar bulan Ramadhan tetap menjadi momen untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan malah menjadi ajang pemborosan yang mengalihkan fokus kita.
Fenomena Belanja Digital di Ramadhan
Di era serba digital, Ramadhan tidak lagi hanya identik dengan ibadah, tetapi juga dengan transaksi. Dengan adanya aplikasi belanja online, setiap orang bisa berbelanja tanpa perlu meninggalkan rumah. Di setiap detik, ponsel kita terpapar dengan berbagai iklan belanja menarik.
Semua berusaha menarik perhatian kita dengan tawaran-tawaran luar biasa, seakan menjanjikan bahwa belanja di bulan Ramadhan adalah sesuatu yang istimewa. Diskon, flash sale, dan promo "Ramadhan deals" datang silih berganti, menggoda siapa pun untuk membeli barang-barang yang, seringkali, tidak benar-benar dibutuhkan.
Ramadhan seharusnya menjadi bulan yang mengajarkan kita tentang pengendalian diri. Tetapi di tengah tekanan sosial dan promosi yang menggiurkan, banyak di antara kita yang jatuh dalam godaan belanja berlebihan.
Dengan alasan "Ramadhan hanya datang setahun sekali," banyak orang berlomba-lomba memenuhi keinginan untuk membeli berbagai barang, mulai dari pakaian baru, perlengkapan ibadah, hingga makanan lezat untuk buka puasa. Tanpa disadari, hal ini dapat membuat kita lebih fokus pada kepuasan sesaat, bukan pada peningkatan amal dan ibadah.
Islam dan Konsumerisme
Islam mengajarkan kita untuk bersikap moderat dalam segala hal, termasuk dalam hal belanja. Sifat berlebihan dalam mengonsumsi, yang sering kali disebut sebagai israf (pemborosan), tidak pernah disukai oleh Allah.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang memboroskan itu adalah saudara-saudara syaitan, dan syaitan itu adalah makhluk yang sangat ingkar kepada Tuhan.” (QS. Al-Isra: 27)
Dalam konteks ini, belanja yang berlebihan justru dapat mengalihkan kita dari tujuan utama Ramadhan, yaitu mencapai ketakwaan. Namun, bukan berarti belanja itu dilarang. Islam tidak melarang umatnya untuk berbelanja, selama dilakukan dengan niat yang baik, sesuai kebutuhan, dan tidak berlebihan.
Di bulan Ramadhan, kita dianjurkan untuk lebih banyak berbagi, memberi, dan mendahulukan kepentingan orang lain.
Oleh karena itu, belanja di bulan suci ini seharusnya menjadi sarana untuk berbuat kebaikan, seperti membeli hadiah untuk orang yang membutuhkan, memberikan zakat atau sedekah, atau membeli barang-barang yang memang dibutuhkan untuk mendukung ibadah kita, seperti Al-Qur'an, pakaian sholat, atau perlengkapan ibadah lainnya.
Memanfaatkan Teknologi dengan Bijak
Di tengah perkembangan teknologi yang semakin pesat, kita harus bijak dalam memanfaatkan fasilitas belanja online. Salah satu cara untuk mengelola perilaku belanja yang bijak adalah dengan membuat anggaran belanja yang jelas. Tentukan kebutuhan yang memang penting dan hindari membeli barang-barang yang hanya berdasarkan godaan tawaran diskon.
Kita semua tahu bahwa belanja bisa menjadi salah satu bentuk hiburan atau cara untuk menghilangkan kebosanan. Namun, di bulan Ramadhan, kita seharusnya bisa mengalihkan perhatian kita dari godaan duniawi tersebut dan lebih fokus pada ibadah.
Godaan untuk membeli barang hanya karena diskon besar-besaran harus dapat kita atasi dengan bijak. Belanja seharusnya dilakukan dengan niat yang tulus, bukan karena dorongan emosional atau tekanan sosial.
Salah satu cara untuk menghindari kecenderungan belanja berlebihan adalah dengan menanamkan kesadaran dalam diri kita bahwa Ramadhan adalah waktu untuk berbagi dan memperbanyak ibadah, bukan untuk memuaskan keinginan konsumtif. Jangan biarkan tawaran diskon atau promosi mengubah fokus kita dari ibadah yang seharusnya menjadi tujuan utama.
Dengan bijak mengelola perilaku belanja dan memanfaatkan teknologi untuk mendukung ibadah, kita dapat menjadikan Ramadhan sebagai momen untuk meningkatkan kualitas hidup, memperbaiki ibadah, dan menjauhkan diri dari segala bentuk konsumerisme yang mengalihkan fokus kita dari tujuan hakiki bulan suci ini.
Penulis: Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur
Editor : Alim Perdana