SURABAYA - Keputusan Amerika Serikat (AS) untuk menarik diri dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump pada tahun 2020 menimbulkan gelombang kontroversi dan kekhawatiran global.
Langkah ini, yang dipicu oleh kritik terhadap penanganan pandemi COVID-19 oleh WHO dan dugaan pengaruh politik China, mempunyai dampak signifikan terhadap keuangan dan operasional organisasi kesehatan internasional tersebut.
Menurut Ulul Albab, akademisi FIA Universitas Dr. Soetomo dan Ketua ICMI Jawa Timur, keputusan tersebut tidak hanya mengejutkan dunia, tetapi juga memicu perdebatan mengenai peran WHO dan pembiayaan kesehatan global.
"Keputusan ini terkesan gegabah, meskipun telah dipertimbangkan sebelumnya," ungkapnya. "Bagi Trump, ini adalah pernyataan tegas bahwa AS tidak akan lagi membiayai dunia tanpa mendapatkan imbalan yang layak," tergasnya.
AS, sebagai penyumbang terbesar WHO, berkontribusi sekitar 14,53% dari total anggaran WHO periode 2024-2025, atau setara dengan US$ 678,4 juta dari total US$ 6,55 miliar.
"Kontribusi ini bukan hanya soal angka, tetapi juga mencerminkan peran besar AS dalam menjaga kesehatan global," tambah Ulul Albab.
Namun, Trump berpendapat bahwa kontribusi tersebut tidak sebanding dengan manfaat yang diterima AS, dan merasa negara lain, khususnya China, diuntungkan lebih besar.
Sebanyak 27,52% dari kontribusi AS dialokasikan ke kantor pusat WHO, sisanya untuk program kesehatan di Afrika, Mediterania Timur, dan Eropa.
Penarikan kontribusi AS berdampak luas pada program kesehatan global, mulai dari vaksinasi hingga penanggulangan penyakit menular di negara berkembang. WHO sendiri menyatakan kekecewaan dan menyayangkan keputusan tersebut, menekankan bahwa kerja sama AS-WHO telah menyelamatkan banyak nyawa.
"Meskipun kecewa, WHO tetap berharap kemitraan ini akan berlanjut," kata Ulul Albab, mengutip pernyataan WHO.
Ulul Albab menganalisis bahwa keputusan Trump didorong oleh kepentingan politik dan ekonomi domestik.
"Di mata Trump, WHO gagal mengelola pandemi COVID-19 secara efisien dan terlalu dipengaruhi oleh kepentingan China," jelasnya.
Namun, dalam jangka panjang, keputusan ini berpotensi memperlambat upaya penting seperti penyebaran vaksin dan penguatan sistem kesehatan di negara berkembang.
Dampak penarikan AS menciptakan ketidakpastian dalam koordinasi internasional penanganan kesehatan global. Kehilangan dana sebesar itu akan berpengaruh pada banyak program yang bergantung pada pembiayaan internasional.
Meskipun organisasi lain seperti Bill & Melinda Gates Foundation dan GAVI Alliance dapat membantu mengisi kekosongan, dampak penurunan dana tetap akan terasa, terutama di negara berkembang.
"Bagi negara berkembang seperti Indonesia, WHO memiliki peran sangat besar dalam memperkuat sistem kesehatan nasional," tegas Ulul Albab.
"Penghentian kontribusi AS berpotensi mengganggu program-program kesehatan yang selama ini menjadi tumpuan negara berkembang, termasuk Indonesia," tandasnya.
Ketidakstabilan pendanaan WHO akan berdampak pada program vaksinasi, pengendalian penyakit menular, dan peningkatan layanan kesehatan di wilayah terpencil.
Editor : Alim Perdana