ayojatim.com skyscraper
ayojatim.com skyscraper

Gaji Dosen, Pahlawan Tanpa Penghargaan

Foto: Ilustrasi/AI
Foto: Ilustrasi/AI

Oleh: Ulul Albab
Akademisi Universitas Dr. Soetomo
Ketua ICMI Jawa Timur

TUNJUKKAN kepada saya satu negara yang maju, maka saya akan menunjukkan kepada Anda negara tersebut pasti menghargai pendidiknya. Begitulah kata-kata bijak yang sering kita dengar. Namun, di Indonesia, kenyataannya tidaklah seindah itu.

Di negara ini, para pahlawan tanpa tanda jasa yang setiap hari berjuang di dunia pendidikan, dosen, seakan menjadi pihak yang terlupakan. Mereka mengajar ribuan mahasiswa, menghasilkan penelitian, dan menjadi penjaga gawang bagi kemajuan intelektual bangsa, tapi ketika berbicara tentang gaji dosen, kenyataannya kita berbicara tentang angka yang tidak layak.

Gaji Dosen PNS

Gaji dosen ASN di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2019. Untuk dosen dengan gelar S2 (golongan III), mereka menerima Rp 2.688.500 hingga Rp 4.797.000 per bulan. Bagi dosen S3 (golongan IV), gaji mereka sedikit lebih tinggi, berkisar antara Rp 3.044.300 hingga Rp 5.901.200.

Bukankah kita bicara tentang angka-angka yang tidak mencerminkan penghargaan yang setimpal dengan tanggung jawab besar yang diemban oleh para dosen ini?. Bagaimana mungkin seorang dosen yang mengajar ribuan mahasiswa dan melakukan penelitian berkualitas bisa mendapatkan gaji yang serupa dengan seorang pegawai administrasi yang jauh lebih ringan bebannya?

Dan, tunjangan kinerja (Tukin) yang seharusnya menjadi insentif bagi dosen ASN pun terhambat. Harapan tukin yang belum dibayarkan sejak 2020 menjadi sebuah janji kosong yang terus ditunggu, namun tak kunjung ditepati. Tahun 2025 menjadi angan-angan yang belum jelas apakah benar-benar terwujud atau hanya sekadar retorika pemerintah.

Dosen Non-PNS

Sekarang, mari kita beralih ke dosen non-PNS, yang sering kali berada dalam posisi yang jauh lebih memprihatinkan. Dosen yang bekerja di perguruan tinggi swasta ini tidak mendapatkan kepastian. Mereka tidak mendapatkan tunjangan, fasilitas, atau jaminan kesejahteraan yang layak.

Banyak dari mereka yang hanya digaji sesuai dengan Upah Minimum Provinsi (UMP), yang jelas jauh dari angka yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar, apalagi untuk mengembangkan kapasitas diri sebagai pendidik.

Dengan segudang tugas mengajar dan membimbing mahasiswa, dosen non-PNS sering kali terpaksa menjalani kehidupan yang penuh ketidakpastian. Dan pemerintah? Diam seribu bahasa. Tidak ada kebijakan yang nyata untuk melindungi mereka. Bahkan, nasib mereka seakan terlupakan di tengah hiruk-pikuk kebijakan pendidikan yang terus berkembang.

Hanya Bicara Tanpa Tindak Lanjut

Pemerintah sering kali mengeluarkan pernyataan indah mengenai pentingnya pendidikan dan betapa pentingnya peran dosen dalam memajukan bangsa. Namun kenyataannya, pemerintah tak memberi penghargaan yang memadai bagi dosen—baik ASN maupun non-PNS.

Tidak ada kebijakan nyata yang benar-benar berpihak pada dosen. Ketika gaji mereka jauh dari kata layak, dan fasilitas yang mereka terima tak sebanding dengan beban yang dipikul, apa yang harus kita katakan?

Dan lebih parahnya lagi, dosen swasta—yang juga merupakan bagian integral dari sistem pendidikan—hanya mendapat perhatian sesekali, ketika ada momentum politik.

Pemerintah lebih sibuk mengurusi hal-hal yang bersifat administratif ketimbang berfokus pada meningkatkan kesejahteraan dosen yang seharusnya menjadi penggerak utama pendidikan tinggi.

Program subsidi perguruan tinggi swasta yang diumumkan hanya berupa tindakan reaktif, bukan langkah proaktif untuk membangun dunia pendidikan yang lebih adil.

Bagaimana Solusinya?

Sebagai negara yang menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama, pemerintah seharusnya memperhatikan nasib dosen dengan cara yang lebih konkrit. Mereka tidak bisa terus-menerus mengeluarkan klaim kosong bahwa dosen adalah pahlawan bangsa tanpa membuktikan dengan tindakan nyata.

Pemerintah harus meningkatkan anggaran pendidikan, memperbaiki sistem penggajian dosen, dan memastikan bahwa dosen—baik ASN maupun non-PNS—dapat hidup dengan layak.

Jika kita ingin menciptakan pendidikan yang berkualitas, maka kita harus mulai dengan memberikan penghargaan yang layak bagi tenaga pendidik kita. Gaji yang layak, fasilitas yang memadai, dan pengakuan terhadap kontribusi mereka akan menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi dosen untuk terus berkarya.

Mungkin sudah saatnya untuk mengajukan satu pertanyaan keras kepada pemerintah: Apakah Anda benar-benar menganggap pendidikan sebagai prioritas? Atau hanya sekadar slogan yang mudah diucapkan tapi sulit diwujudkan?

Jika kita ingin melihat Indonesia yang maju di masa depan, jawabannya jelas: pemerintah harus memberikan penghargaan yang lebih besar kepada dosen. Sebab, dosen yang dihargai adalah dosen yang akan mencetak generasi yang mampu mengangkat negara ini ke puncak kejayaan.

 

Editor : Alim Perdana