SURABAYA – Rencana Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk mengembalikan Ujian Nasional (UN) dengan sistem evaluasi baru mendapat tanggapan kritis dari Prof. Dr. Tuti Budirahayu, Dra., M.Si., Guru Besar dan Pakar Sosiologi Pendidikan Universitas Airlangga (UNAIR).
Prof. Tuti menekankan perlunya kajian menyeluruh terkait urgensi kebijakan ini, meliputi analisis tren hasil belajar siswa sejak penghapusan UN pada 2021.
Prof. Tuti menilai UN model lama tidak efektif dan relevan sebagai alat evaluasi pendidikan nasional, bahkan memberikan dampak negatif.
"UN model lama merupakan bentuk kekerasan simbolik dan regimentasi yang memengaruhi siswa, guru, hingga sekolah," tegasnya.
Ia menyebut sistem tersebut bias dan subjektif, dengan parameter keberhasilan pendidikan yang hanya berfokus pada nilai rata-rata UN yang tinggi.
Akibatnya, banyak siswa mengandalkan bimbingan belajar instan alih-alih mengembangkan kemampuan berpikir kritis.
"UN model lama bahkan hampir menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap sekolah," tambahnya.
Meskipun secara teori Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) efektif mengukur kompetensi siswa, Prof. Tuti menyoroti tantangan pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia. Ia memperingatkan bahwa jika UN kembali diterapkan, sistemnya harus berbeda dan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing sekolah.
"Jika UN akan diadakan kembali, maka jangan lagi menggunakan cara-cara lama, dan selenggarakan UN sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang ada di masing-masing sekolah," ujarnya.
Prof. Tuti juga menyoroti kurangnya blueprint kebijakan pendidikan yang berkelanjutan di Indonesia.
Perubahan kebijakan yang sering terjadi setiap pergantian menteri menjadi hambatan dalam membangun sistem yang kokoh. Ia menekankan perlunya kesiapan pemerintah, sekolah, guru, siswa, dan orang tua dalam menghadapi perubahan ini.
"Perkuat habitus belajar siswa melalui berbagai program-program literasi dan belajar di kelas yang dikembangkan oleh guru. Sehingga siswa enjoy, tanpa tekanan atau paksaan," pungkasnya.
Prof. Tuti mengingatkan bahwa parameter keberhasilan belajar siswa tidak hanya terukur dari skor ujian formal saja.
Editor : Alim Perdana