ayojatim.com skyscraper
ayojatim.com skyscraper

PSI Surabaya Desak Aksi Konkret untuk Hentikan Kekerasan di Sekolah

Kader PSI Surabaya melakukan aksi bagi-bagi bunga kepada pelajar beberapa waktu lalu. Foto/Humas PSI Surabaya
Kader PSI Surabaya melakukan aksi bagi-bagi bunga kepada pelajar beberapa waktu lalu. Foto/Humas PSI Surabaya

SURABAYA – Kota Surabaya kembali menghadapi permasalahan serius terkait tindak kekerasan di lingkungan pendidikan.

Terungkapnya kasus bullying di sebuah Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di Surabaya menambah daftar panjang kasus serupa yang sebelumnya terjadi di SMAK Gloria 2 dan sebuah sekolah menengah atas swasta di wilayah Siwalankerto.

Meskipun detail peristiwa di SMPN tersebut masih terbatas, insiden ini telah memicu keprihatinan dan tuntutan akan tindakan nyata dari berbagai pihak.

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Surabaya, sebagai salah satu elemen masyarakat yang peduli terhadap isu ini, merespon dengan tegas.

Mereka mendesak Pemerintah Kota Surabaya untuk segera mengambil langkah-langkah yang komprehensif dan terukur dalam mengatasi permasalahan kekerasan di sekolah, serta menekankan pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang aman dan kondusif bagi seluruh peserta didik.

Dalam pernyataan sikapnya, PSI Surabaya menyerukan komitmen bersama untuk mewujudkan Surabaya sebagai kota yang ramah anak.

Shobikin, Pelaksana Tugas Ketua DPD PSI Surabaya, menyatakan bahwa kejadian ini bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Hal ini mengindikasikan adanya permasalahan sistemik yang memerlukan penanganan serius dan terintegrasi.

"Kita tidak bisa lagi menunggu sampai ada korban yang lebih banyak. Tindakan preventif dan edukasi harus menjadi prioritas utama. Kita harus bersama-sama memastikan bahwa sekolah adalah tempat yang aman bagi anak-anak untuk belajar dan berkembang," tegasnya.

PSI Surabaya kemudian merumuskan tiga poin tuntutan utama.

Pertama, mereka meminta Pemerintah Kota Surabaya, melalui Dinas Pendidikan, untuk mengembangkan strategi pencegahan kekerasan yang efektif dan berkelanjutan, termasuk program edukasi dan pelatihan bagi tenaga pendidik, peserta didik, dan orang tua.

Kedua, PSI mendesak seluruh satuan pendidikan di Surabaya untuk meningkatkan pengawasan dan implementasi mekanisme pelaporan kasus kekerasan, serta memaksimalkan peran guru Bimbingan dan Konseling (BK) dalam memberikan layanan konseling dan intervensi dini.

Ketiga, PSI mengajak seluruh komponen masyarakat Surabaya untuk berperan aktif dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan di sekolah.

PSI menekankan pentingnya kolaborasi yang sinergis antara satuan pendidikan, orang tua, pemerintah, dan lembaga masyarakat sipil untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan bebas dari intimidasi.

Kasus bullying yang berulang ini menggarisbawahi urgensi upaya sistemik dan berkelanjutan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan kondusif.

Tidak cukup hanya dengan penerapan sanksi, tetapi juga diperlukan perubahan budaya sekolah yang menekankan nilai-nilai empati, toleransi, dan saling menghormati.

"Ini adalah tanggung jawab kita semua. Mari kita berkolaborasi demi masa depan generasi muda kita. Semoga insiden ini menjadi momentum untuk perubahan nyata dan komitmen bersama dalam melindungi anak-anak di Surabaya dari tindak kekerasan," tutup Shobikin.

Editor : Alim Perdana