oleh : Muhamad Didi Rosadi, SH
Ketua Umum Forkom Jurnalis Nahdliyin
Ketua SP IMPPI Jatim
KHOFIFAH Indar Parawansa telah menyampaikan keterangannya kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis 10 Juli 2025.
Baca juga: Gubernur Khofifah Menerima Kunjungan Pimpinan The Nippon Foundation yang Dipimpin Mr. Sasakawa
Gubernur Jawa Timur itu dimintai keterangannya oleh KPK di Polda Jatim dalam kasus korupsi hibah pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD Jawa Timur yang bersumber dari APBD Jatim 2019-2022.
Menjelang pemanggilan Khofifah untuk dimintai keterangan sebagai saksi, kegaduhan yang luar biasa pun muncul di media massa mau pun media sosial.
Kegaduhan terjadi sejak Gubernur perempuan pertama di Jatim itu dipanggil sebagai saksi pada 20 Juni 2025.
Kala itu, Khofifah tidak dapat memenuhi panggilan karena menghadiri wisuda pascasarjana putranya Jalaluddin Mannagalli Parawansa di Peking University, Beijing, Tiongkok
Saat itu, Khofifah pun diframing mangkir dari panggilan KPK. Padahal yang sebenarnya, Khofifah sudah mengajukan cuti kepada Mendagri untuk menghadiri wisuda putranya.
Pengajuan cuti itu jauh sebelum mendapat surat panggilan KPK, dan disetujui Mendagri Tito Karnavian
Framing negatif itu pun terpatahkan, setelah Johanis Tanak pimpinan KPK menyampaikan keterangan. Ia mengatakan kalau pemanggilan Gubernur Jatim itu dalam rangka dimintai keterangan, bukan diperiksa.
Framing negatif yang dialami Khofifah, tak lepas dari posisinya sebagai pejabat publik yang sekaligus tokoh politik nasional. Wajar nuansa politis sangat kuat dalam situasi ini.
Sekali pun hingga saat ini, Khofifah bukan kader partai politik mana pun. Praktis ia sudah tidak berpartai sejak Gus Dur tidak lagi di PKB.
Framing negatif yang dialami Khofifah ini mengingatkan kita pada kisah Gus Dur 24 tahun lalu. Pada 5 Mei 2001, ia dimintai keterangan dalam kasus korupsi Bulog (Buloggate) dan Hibah Sultan Brunai (Brunaigate).
Pemeriksaan itu atas rekomendasi Pansus Buloggate dan Brunaigate yang diinisiasi mayoritas anggota parlemen.
Baca juga: Transaksi Misi Dagang Jatim di NTB Tertinggi, Capai Rp 1,068 Triliun
Presiden RI ke-4 bernama lengkap KH. Abdurrahman Wahid itu dimintai keterangan oleh Kejaksaan Agung dalam kasus yang melibatkan Wakabulog Sapuan.
Saat itu, jangankan tersangka, status saksi saja belum disandang Gus Dur. Namun kegaduhan pemberitaan saat itu sangat luar biasa.
Mirip dengan kisah Gubernur Khofifah, Gus Dur yang tidak bisa hadir pada panggilan pertama pada 27 April 2001, langsung diframing mangkir.
Padahal, sebagai seorang kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, ia memiliki kesibukan yang luar biasa.
Ketika Gus Dur pun hadir untuk memberi keterangan pada Sabtu 5 Mei 2001, framing negatif pun tak berhenti. Saat itu pemeriksaan dituding diam-diam karena dianggap bukan di hari kerja aktif.
Alhasil Gus Dur dinyatakan clear, baik dalam kasus Bulog dan Hibah Sultan Brunai. Dalam kasus Bulog, nama Gus Dur nyatanya dicatut oleh Suwondo yang mengklaim sebagai asisten pribadi Gus Dur. Faktanya, Gus Dur tidak tahu apa yang dilakukan Suwondo.
Berikutnya, pada kasus hibah Sultan Brunai, Kejaksaan Agung juga menyatakan Gus Dur clear. Sebab, hibah itu diberikan secara pribadi dari Sultan Hasanah Bolkiah kepada Gus Dur. Bukan hibah antar pemerintah. Sehingga Gus Dur secara pribadi berhak menyalurkan hibah itu ke mana pun.
Meski secara hukum Gus Dur sudah clear dari semua tuduhan. Namun secara politik tidak. Wajar saja, karena kasus ini berawal dari rekomendasi Pansus di parlemen yang notabene adalah lembaga politik.
Gus Dur akhirnya lengser dari jabatan Presiden RI ke-4, bukan karena masalah hukum. Ia dimakzulkan oleh parlemen pada 23 Juli 2001 yang menggelar sidang paripurna mendadak untuk merespon Dekrit Presiden.
Sebagaimana diketahui, salah satu isi Dekrit Presiden itu adalah pembubaran MPR/DPR RI.
Sampai akhir hayatnya Gus Dur terbukti tetap bersih dari kasus korupsi. Ia tetap menjaga integritasnya hingga hembusan napasnya yang terakhir.
Demikian pula Khofifah, perempuan yang dikenal sebagai murid Gus Dur ini tetap menjaga integritasnya, sampai hari ini.
Editor : Alim Perdana