Oleh: Dr. Harliantara, M.Si.
Dekan Fikom Unitomo Surabaya
MEDIA mainstream di Indonesia, khususnya media konvensional, tengah menghadapi tantangan besar. Aliran iklan yang dulunya menjadi tulang punggung mereka kini bergeser drastis ke platform digital.
Baca juga: BINUS UNIVERSITY Ramaikan IIETE 2025, Jelajahi Peluang Karier dan Dapatkan Beasiswa!
Padahal, survei Ipsos Global Trustworthiness Index 2024 menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap jurnalis masih jauh lebih tinggi (51%) dibandingkan influencer media sosial (32%).
Ini menjadi ironi: media yang lebih dipercaya justru kekurangan dana, sementara platform digital yang tingkat kepercayaannya lebih rendah justru meraup keuntungan besar dari iklan.
Mengapa perusahaan enggan beriklan di media konvensional?
Jawabannya kompleks, tetapi salah satu faktor utamanya adalah persepsi tentang jangkauan dan efektivitas. Platform digital menawarkan data analitik yang detail, memungkinkan pengiklan untuk menargetkan audiens spesifik dengan presisi tinggi.
Media konvensional, dengan model pengukuran yang lebih tradisional, terkadang dianggap kurang transparan dan kurang efektif dalam mengukur return on investment (ROI).
Namun, pandangan ini perlu dikaji ulang. Tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap media mainstream merupakan aset berharga yang tidak bisa diukur dengan angka semata.
Kepercayaan ini dibangun melalui standar jurnalistik yang ketat, proses verifikasi informasi yang teliti, dan komitmen terhadap akurasi.
Hal ini menciptakan lingkungan yang positif dan kredibel bagi merek yang ingin membangun citra positif dan kepercayaan publik.
Perlu diingat pula teori agenda-setting dari Maxwell McCombs dan Donald L. Shaw. Media memiliki kekuatan untuk membentuk persepsi publik tentang isu-isu penting.
Dengan beriklan di media mainstream, perusahaan tidak hanya sekadar menayangkan iklan, tetapi juga berinvestasi dalam membangun reputasi positif yang dipengaruhi oleh kredibilitas media tersebut.
Pemberitaan positif yang dihasilkan dari hubungan baik dengan media dapat berdampak signifikan pada persepsi publik terhadap perusahaan.
Jadi, bagaimana solusi untuk mengatasi ketidakseimbangan ini? Jawabannya terletak pada hubungan simbiosis mutualisme antara perusahaan dan media konvensional.
Perusahaan perlu menyadari nilai strategis beriklan di media mainstream, bukan hanya dari segi jangkauan, tetapi juga dari segi kepercayaan dan reputasi.
Sebagai imbalan atas kepercayaan dan pemberitaan positif, perusahaan perlu mengalokasikan porsi iklan yang signifikan ke media konvensional.
Media konvensional pun perlu beradaptasi. Mereka perlu meningkatkan transparansi dalam pengukuran efektivitas iklan, serta menawarkan paket iklan yang lebih tertarget dan terukur. Kolaborasi dan inovasi menjadi kunci untuk bertahan di era digital.
Dengan demikian, hubungan yang saling menguntungkan dapat tercipta, di mana perusahaan mendapatkan reputasi positif, dan media konvensional mendapatkan dukungan finansial yang berkelanjutan.
Ini bukan hanya tentang uang, tetapi juga tentang menjaga integritas jurnalistik dan memastikan informasi yang valid tetap dapat diakses oleh publik.
Editor : Alim Perdana