SURABAYA – Dukungan politik Partai NasDem kepada pasangan Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak sebagai calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur ditegaskan kembali setelah serangkaian dinamika politik dan hukum yang mencuat sejak 2024.
Pada 23 Agustus 2024, DPP Partai NasDem resmi menyerahkan Surat Keputusan Model B1-KWK kepada Khofifah–Emil. Dokumen tersebut ditandatangani langsung oleh Ketua Umum Surya Paloh dan Sekjen Hermawi F. Taslim, sebagai bentuk dukungan resmi partai untuk kembali mengusung pasangan petahana di Pilgub Jatim.
Langkah NasDem sempat menghadapi ujian hukum setelah adanya gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 11 Desember 2024 dengan nomor perkara 268/PAN.MK/Eap3/12/2024. Dalam proses itu, partai menugaskan Dr. Syaiful Ma’arif, S.H., CN., M.H sebagai wakil resmi. Namun pada 4 Februari 2025, MK menolak seluruh gugatan, sehingga kedudukan Khofifah–Emil tetap sah sebagai pasangan calon.
Menurut Syaiful, Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, menegaskan bahwa partainya akan tetap mengawal penuh pasangan Khofifah–Emil dari awal hingga akhir proses pencalonan.
Aksi Demonstrasi dan Kontroversi Cak Sholeh
Meski gugatan resmi ditolak, dinamika politik masih berlanjut. Aktivis politik Cak Sholeh, yang pernah menjadi kader NasDem dan Ketua Badan Advokasi Hukum (BAHU) NasDem, menggelar serangkaian aksi demonstrasi terkait persoalan hukum Khofifah–Emil.
Pada 3 September 2025, kelompok yang mengatasnamakan “Posko Rakyat Jatim” menggelar aksi di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, dengan tuntutan:
- Penghapusan tunggakan pajak kendaraan bermotor roda dua dan empat.
- Pengusutan dugaan korupsi dana hibah bernilai triliunan rupiah.
- Penghapusan pungutan liar (pungli) di sekolah-sekolah negeri, khususnya SMA dan SMK.
Dalam aksinya, Cak Sholeh bahkan menyerukan pemakzulan gubernur dengan tuduhan pelanggaran sumpah jabatan, praktik korupsi, hingga pelanggaran konstitusi.
Namun, Ketua BAHU NasDem saat ini, Syaiful Ma’arif, menegaskan bahwa aksi Cak Sholeh tidak ada kaitannya dengan sikap resmi Partai NasDem.
“Cak Sholeh sudah tidak lagi menjabat di BAHU. Masa tugasnya selesai, dan sejak 10 bulan lalu saya ditunjuk oleh pengurus pusat. Jadi apa yang ia lakukan adalah sikap pribadi, bukan suara NasDem,” tegas Syaiful.
Dugaan Pelanggaran Kode Etik Advokat
Selain dianggap keluar dari garis organisasi, Cak Sholeh juga dilaporkan berpotensi melanggar Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI).
Pasal 3 huruf g–h KEAI menegaskan advokat wajib menjaga martabat profesi.
Pasal 4 huruf a KEAI mengatur advokat harus bersikap jujur, bermartabat, dan bertanggung jawab.
Menurut Syaiful, penggunaan media sosial seperti Instagram dan TikTok oleh Sholeh untuk menghasut massa agar menuntut pemakzulan gubernur dinilai telah menjadikan profesi advokat sebagai alat provokasi politik.
Bahkan, secara hukum, tindakan itu berpotensi melanggar Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, serta pasal-pasal dalam UU ITE, yakni Pasal 28 ayat 2 dan Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 3, yang berkaitan dengan penyebaran informasi menyesatkan dan pencemaran nama baik.
Pandangan Pakar Hukum
Mantan Menkopolhukam Prof. Mahfud MD menegaskan bahwa pemakzulan pejabat publik tidak bisa dilakukan melalui tekanan massa.
“Pemakzulan hanya bisa melalui prosedur hukum dan konstitusi, bukan lewat jalanan,” kata Mahfud.
Senada, Ketua Umum Peradi Otto Hasibuan mengingatkan agar advokat tidak menggunakan profesinya untuk kepentingan politik.
“Profesi advokat adalah profesi mulia. Jika digunakan untuk provokasi politik, maka itu menyimpang dari kehormatan profesi,” ujar Otto dalam sebuah keterangannya.
Secara hukum, mekanisme pemberhentian gubernur telah diatur dalam undang-undang:
DPRD Provinsi dapat menyatakan pendapat melalui rapat paripurna dengan syarat kehadiran minimal 2/3 anggota, dan disetujui 2/3 dari yang hadir.
Jika usulan diterima, DPRD mengajukan ke Mahkamah Agung (MA) untuk diperiksa dan diputus.
Hasil putusan MA kemudian diajukan ke Presiden melalui Mendagri. Presiden berwenang mengesahkan pemberhentian gubernur.
Dengan demikian, tuntutan pemakzulan yang disuarakan melalui aksi jalanan dinilai tidak memiliki legitimasi hukum.
Hingga kini, dukungan Partai NasDem terhadap Khofifah Indar Parawansa–Emil Dardak tetap solid. Gugatan hukum di MK telah ditolak, sementara aksi-aksi demonstrasi yang menuntut pemakzulan gubernur dipandang tidak memiliki dasar hukum dan bukan merupakan sikap resmi partai.
Partai NasDem menegaskan tetap akan mengawal pasangan Khofifah–Emil dalam kontestasi Pilgub Jawa Timur serta menjaga proses demokrasi berjalan sesuai aturan konstitusi.
Editor : Amal Jaelani