SURAKARTA – Program Studi S3 dan S2 Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sebelas Maret (UNS) menggelar diskusi publik dalam rangka Hari Lingkungan Hidup.
Diskusi ini menekankan pentingnya mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan mendorong inovasi bahan plastik hayati. Mahasiswa turut aktif mempromosikan gerakan "STOP Plastik Sekali Pakai" melalui media sosial.
Dekan Sekolah Pascasarjana UNS, Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si., membuka diskusi dengan menekankan tanggung jawab manusia terhadap lingkungan.
"Bumi ini titipan yang harus kita kembalikan dalam kondisi baik. Polusi plastik mendorong kita berinovasi, misalnya mengembangkan bahan plastik hayati dari singkong, kentang, dan ubi," tegasnya.
Bahaya mikroplastik menjadi fokus utama diskusi. Prof. Dr. Mohammad Masykuri, M.Si., Kaprodi S2 Ilmu Lingkungan UNS, menjelaskan, "Mikroplastik, partikel sintetis berukuran kurang dari 5 mm, bahkan hingga skala femto (kurang dari 0,2 mikrometer), telah ditemukan di sungai, udara, biota, dan bahkan organ tubuh manusia.
Mikroplastik bersifat menyerap polutan seperti Bisphenol A, Plasticizer, Poly Aromatic Hidrocarbon, dan logam berat, yang disebut cocktail of contaminants." Ia menambahkan solusi utamanya adalah mengurangi konsumsi plastik sekali pakai dan menerapkan prinsip reuse.
Dr. Dewi Gunawati, S.H., M.Hum., dosen Hukum Lingkungan UNS, menekankan perlunya komitmen bersama.
"Polusi plastik akan semakin masif, diperkirakan mencapai 23-27 ton pada 2040. Butuh komitmen warga negara untuk mengurangi konsumsi plastik dan menumbuhkan rasa memiliki lingkungan," jelasnya.
Ia menambahkan pentingnya komitmen individu untuk mengurangi penggunaan plastik secara konsisten.
Sebagai bentuk kampanye, lebih dari 100 peserta diskusi berfoto bersama dengan latar belakang kran raksasa yang mengeluarkan botol plastik.
Alaika Rahmatullah, Koordinator Kampanye Ecoton, menjelaskan simbolisme foto tersebut. "Kran ini menggambarkan polusi plastik yang terus mengalir. Untuk menghentikannya, kita harus 'mematikan kran' dari hulu," ujarnya.
Ecoton menyoroti tiga langkah utama:
1. Regulasi Pemerintah
Penerapan regulasi pengurangan plastik sekali pakai, seperti yang dilakukan Pemprov Bali.
2. Tanggung Jawab Produsen
Produsen perlu mengurangi kemasan sachet dan bertanggung jawab atas sampah kemasan yang dihasilkan.
3. Komitmen Konsumen
Konsumen perlu mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, seperti sachet, styrofoam, tas kresek, dan botol air minum kemasan.
Prigi Arisandi, Founder Ecoton, memberikan peringatan serius. "Pencemaran plastik harus dihentikan karena mikroplastik telah ditemukan dalam air ketuban, ASI, kotoran manusia, dan kulit manusia. Ini mengganggu hormon dan berdampak pada reproduksi, imun, dan metabolisme. Indonesia membutuhkan baku mutu untuk membatasi mikroplastik dalam air minum dan seafood," tegasnya.
Editor : Alim Perdana