Reshuffle Indonesia Gelap

Moch Eksan, Pendiri Eksan Institute
Moch Eksan, Pendiri Eksan Institute

KATA "RESHUFLLE" adalah Bahasa Inggris yang berarti perombakan. Kata ini lazim digunakan untuk perombakan kabinet. Termasuk reshuffle Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendiktisaintek), dari Satryo Soemantri Brodjonegoro kepada Brian Yulianto. Pergantian menteri pertama pada Kabinet Merah Putih Prabowo Subianto lantaran Satryo mengundurkan diri.

Reshuffle kabinet Prabowo menduduki peringkat tercepat kedua setelah Presiden Abdurrahman Wahid. Gus Dur mengganti Menko Kesra dan Pengentasan Kemiskinan dari Hamzah Haz kepada Basri Hasanuddin pada 26 November 1999. Wakil Presiden dari Presiden Megawati Soekarnoputri ini hanya menduduki jabatan Menko Gus Dur tak kurang dari 1 bulan 6 hari saja.

Satryo adalah menteri Prabowo pertama yang direshuffle. Ia menjadi menteri dari 21 Oktober 2024-19 Februari 2025. Praktis, ia hanya menjabat menteri selama 3 bulan 19 hari. Ini memecahkan rekor menteri tercepat dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Presiden Joko Widodo.

Terutama Menteri Keuangan SBY dari Jusuf Anwar kepada Sri Mulyani yang hanya menjabat 5 bulan 17 hari, serta Menko Polhukam Jokowi dari Tedjo Edhy Purdijatno kepada Luhut Binsar Pandjaitan yang hanya menjabat 9 bulan 21 hari.

Reshuffle itu pilihan dilematis bagi presiden siapa pun, lantaran menteri yang ditunjuk tak sesuai dengan ekspektasi presiden sendiri. Apalagi, menteri yang bersangkutan kompetensinya rendah. Menteri tak hanya dituntut memiliki kompetensi intelektual, profesional, sosial maupun moral akan tetapi juga harus memiliki kemampuan birokratis, tehnokratis, tehnis maupun politis.

Secara kualitatif fenomenologis, Satryo kurang memiliki kemampuan birokratis sehingga di awal menjabat sudah berselisih dengan pegawai Kemendiktisantek. Ia didemontrasi oleh pegawainya sendiri. Dan perselisihan itu sampai meluas pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi X DPR RI.

Satryo oleh banyak pihak dinilai kurang cakap mengkonsolidasikan kekuatan birokrasi di pemekaran kementeriannya. Ia tak bisa melawan opini bahwa ia menteri yang keras kepala dan arogan serta tiran terhadap pegawai kecil di kementerian.

Yang paling parah, Satryo gagal menterjemahkan instruksi presiden dalam melakukan penghematan di pos anggaran kemeneterian/lembaga. Malah, ia melakukan instruksi dengan salah dan srampangan dengan menyasar pos anggaran Kartu Indonesia Pintar (KIP).

Berkembang rumor, banyak mahasiswa yang menerima beasiswa akan putus kuliah lantaran program ini terkena pemangkasan anggaran. Inilah yang memicu tagar "Indonesia Gelap" yang menjadi tema demonstrasi mahasiswa di berbagai pelosok Tanah Air.

Barangtentu, mahasiswa "gelap mata" melihat implikasi negatif kebijakan penghematan anggaran Prabowo terhadap peningkatan biaya kuliah serta potensi mahasiswa putus kuliah. Apalagi, anggaran dari kebijakan penghematan anggaran akan digunakan untuk program populis presiden seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Danantara.

Dalam konteks ini, Satryo sebagai pejabat nomor satu di kementerian yang membawahi 4.004 PTS dan PTN pada 2022, serta 9,32 juta mahasiswa seluruh Indonesia pada 2024, tak piawai secara politis agar dapat menjaga stabilitas kampus dan tak sampai menimbulkan kegaduhan sosial.

Sejak 17-21 Februari 2025, mulai dari Jakarta, Surabaya, Malang, Jember Bandung, Lampung, Aceh, Bali, Banjarmasin, Samarinda dan lain sebagainya, demontrasi massa Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia digelar dengan tema Indonesia Gelap tersebut. Mereka memprotes berbagai kebijakan presiden yang menggelapkan Indonesia.

Tanpa bermaksud untuk merendahkan gerakan mahasiswa yang dinilai tak murni dan ditunggangi kepentingan politik tertentu, Mahfudz MD menilai bahwa tak semua kebijakan pemerintah itu gelap. Ada yang terang. Seperti MBG dan efisensi anggaran. Dua program ini baik bagi peningkatan kualitas SDM serta efektifitas anggaran bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.

Mantan rival Presiden Prabowo pada Pilpres 2024 itu berpandangan bahwa program yang bagus tak perlu diprotes. Kita tak boleh bersikap nihilisme. Dimana semua program pemerintah dianggap salah. Program yang baik perlu diapresiasi. Dan program yang salah perlu dikritisi.

Pemerintah, kata Mahfud, harus tetap memandang gerakan mahasiswa sebagai ekspresi kebebasan berpendapat dan berserikat yang dijamin oleh UUD 1945. Mereka perlu diajak berdialog dalam suasana keadaban demokrasi untuk menyimak dengan seksama apa yang menjadi apsirasi dari mahasiswa sebagai kekuatan kontrol dan moral.

Dalam banyak kasus, Prabowo ternyata merupakan presiden yang paling responsif terhadap aspirasi masyarakat. Bahkan, ia justru lebih berpihak pada publik daripada koorporasi.

Dalam kasus Pajak PPN 12 persen hanya diberlakukan pada jasa dan barang mewah, pencabutan larangan pengecer berjualan Gas Elpiji 3 kg, pembongkaran bambu pagar laut, pencabutan SHM dan SHGB dan seterusnya. Itu semua bukti bahwa kebijakan Prabowo memang benar-banar pro rakyat.

Walau begitu, kritisisme harus tetap dipelihara dan dijaga. Agar, pemerintah punya wacana tanding dari kebijakan yang pro rakyat sekalipun. Sebab, kebijakan tanpa melalui uji publik yang rasional dan sehat, berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan sempit. Abuse of power semakin terbuka tatkala ormas atau kampus tak memainkan wacana tanding dari pemerintah.

Kritisisme itu lilin dan kebijakan itu gelap. Benar kata pepatah, Eleanor Roosevelt, "Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan." Sementara, kita baru tahu terang di tengah dunia yang gelap, seperti kita tahu cahaya bintang di tengah gelap malam.

Akhirnya, saya kutipkan pernyataan Martin Luther King Jr sebagai warning bagi semua anak bangsa, "Kegelapan tidak bisa mengusir kegelapan; hanya cahaya yang bisa melakukannya. Kebencian tidak bisa mengusir kebencian; hanya cinta yang bisa melakukan itu."

Moch Eksan adalah Pendiri Eksan Institute

Editor : Diday Rosadi