Emiten Jumbo Dominasi Antrian IPO, Pasar Modal Terancam Dimonopoli Pemain Besar

Fauzan Luthsa, Analis Strategi Institute. foto: istimewa/AJ
Fauzan Luthsa, Analis Strategi Institute. foto: istimewa/AJ

JAKARTA - Pipeline Bursa Efek Indonesia (BEI) yang mencatat bakal ada 19 perusahaan yang bakal IPO menuai kritikan. Pasalnya dari daftar tersebut, terdapat 18 perusahaan beraset jumbo dan hanya ada 1 perusahaan menengah.

Hal ini dinilai menciptakan ketidakseimbangan dalam struktur pasar modal dan melemahkan fondasi pertumbuhan ekonomi jangka panjang Indonesia. Pernyataan itu disampaikan analis Strategi Institute Fauzan Luthsa.

“Padahal perusahaan menengah itu backbone perekonomian nasional dan mereka memiliki dampak sosial langsung. Ini jadi membenarkan pernyataan presiden tahun lalu bahwa pasar saham hanya untuk pemain besar,” kata Fauzan, Rabu (12/2/2025).

Ia mengatakan sepatutnya SRO seperti BEI lebih banyak mendorong perusahaan menengah melantai di pasar modal, mengingat mereka merupakan motor penggerak lapangan kerja, pionir inovasi lokal, dan berkontribusi atas peningkatan daya beli masyarakat.

“Oleh karena itu, minimnya representasi perusahaan menengah dalam pipeline IPO patut menjadi keprihatinan kita yang peduli pada kondisi ekonomi Indonesia saat ini," ujarnya.

Fauzan tidak menampik bahwa melantainya perusahaan beraset jumbo menjadi daya tarik investor, karena likuiditas besar dan meningkatkan kapitalisasi pasar.

Namun ia menggaris bawahi hal ini akan menciptakan ketimpangan dalam ekosistem pasar modal jika jumlahnya tidak seimbang.

Selain itu juga hanya menguntungkan pemegang saham lama dan tidak memberikan nilai tambah bagi perekonomian.

"Pada Desember lalu misalnya, ada emiten jumbo IPO yang sukses meraup dana investor hingga lebih dari Rp4 triliun yang 90 persen lebih uangnya masuk kantong pemegang saham lama yang berada di luar negeri. Untuk modal kerjanya - yang berarti uangnya berputar di Indonesia- hanya kurang dari 10 persen. Secara peraturan ini legal, tapi ini benefit bagi perekonomian apa? Duit investor Indonesia yang malah terbang keluar,” tutur Fauzan memberi contoh.

Ia mengingatkan agar bursa juga dapat sejalan dengan Prabowonomics, karena banyaknya perusahaan kelas menengah yang go public berarti scale up usaha yang berdampak pada ekonomi.

“Ditengah tantangan ekonomi, pemerintah kekurangan uang untuk menjalankan program-programnya, setidaknya ada hal yang dapat kita lakukan untuk menggerakkan roda perekonomian dengan melambungkan perusahaan-perusahaan menengah,” tambahnya.

Fauzan kembali mengingatkan jangan sampai fokus berlebihan pada IPO lighthouse company yang menguntungkan segelintir pemain besar namun minim kontribusi pada perekonomian negara.

“Saya berharap keseimbangan IPO antara yang jumbo dan menengah agar dapat mencegah monopoli pasar modal, investor memiliki pilihan investasi yang lebih beragam dan meningkatnya aktivitas pasar modal karena menjadi lebih dinamis dan menarik bagi semua kalangan,” pungkasnya.

Editor : Diday Rosadi