ayojatim.com skyscraper
ayojatim.com skyscraper

Membedah Hoaks Donald Trump dan Haji

DI TENGAH arus informasi yang begitu cepat dan tidak terkontrol, kita dihadapkan pada tantangan besar dalam membedakan antara fakta dan hoaks. Salah satu contoh yang hari-hari ini menghebohkan adalah klaim bahwa Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, meminta Arab Saudi untuk menaikkan biaya Haji dan Umrah guna membangun kembali Los Angeles yang hancur akibat kebakaran.

Berita semacam ini berpotensi memicu kemarahan umat Islam di seluruh dunia dan mengundang banyak perhatian. Namun, sebelum kita membiarkannya mengguncang hati kita, mari kita telusuri kebenarannya dari perspektif ilmiah dan agama.

Hoaks dan Penyebarannya: Perspektif Ilmiah

Fenomena penyebaran hoaks adalah sebuah topik yang sangat relevan dalam kajian ilmu komunikasi dan psikologi sosial. Salah satu teori yang dapat menjelaskan mengapa hoaks seperti ini bisa cepat menyebar adalah cognitive bias atau bias kognitif, khususnya confirmation bias.

Bias ini menjelaskan bagaimana individu cenderung mencari informasi yang mendukung pandangan atau keyakinan mereka, tanpa memperhatikan bukti yang bertentangan (Nickerson, 1998).

Dalam kasus ini, banyak orang mungkin lebih cenderung mempercayai klaim yang mengaitkan Trump dengan Haji dan Umrah karena unsur kontroversial yang dapat memperkuat pandangan negatif terhadap tokoh tersebut.

Teori lain yang relevan adalah Social Media Effect yang menjelaskan bagaimana media sosial dapat mempercepat penyebaran informasi yang belum terverifikasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Vosoughi, Roy, dan Aral (2018) mengungkapkan bahwa berita palsu di “Medsos” lebih cepat menyebar daripada berita nyata, dan cenderung menciptakan efek amplifikasi yang lebih besar. Media sosial dengan algoritmanya yang mendukung konten viral berperan besar dalam memperburuk masalah ini.

Namun, hoaks bukanlah fenomena baru. Sejak zaman dahulu, masyarakat telah terpapar dengan informasi yang salah, meskipun dalam konteks yang berbeda. Oleh karena itu, kita harus waspada dalam menyebarkan informasi tanpa verifikasi yang jelas.

Memahami Biaya Haji dalam Perspektif Ekonomi dan Agama

Biaya Haji dan Umrah memang memiliki dampak ekonomi yang signifikan bagi Arab Saudi, tetapi kita harus memahami bahwa ini bukanlah sumber dana yang sewenang-wenang bisa digunakan untuk tujuan lain, apalagi tujuan komersial seperti pembangunan kota di luar konteks agama.

Haji adalah sebuah ibadah yang memiliki dimensi spiritual yang dalam, dan menyandingkan ibadah tersebut dengan tujuan ekonomi semacam itu adalah hal yang sangat kontroversial.

Menurut teori religious economics, yang dikemukakan oleh Rodney Stark (2002), ibadah-ibadah besar seperti Haji bukanlah transaksi ekonomi semata, melainkan fenomena sosial yang memiliki dimensi sakral yang tidak bisa dipandang dari sudut pandang ekonomi saja.

Biaya yang dibayar oleh para jemaah Haji adalah biaya untuk menjalankan perintah agama, bukan untuk membiayai proyek pembangunan yang tidak ada kaitannya dengan ibadah.

Dalam konteks ini, sangat penting bagi umat Islam untuk menjaga kesucian ibadah Haji dan Umrah, yang merupakan rukun Islam kelima. Menggunakan dana dari ibadah untuk tujuan non-agama tidak hanya bertentangan dengan prinsip agama Islam, tetapi juga bertentangan dengan kaidah ekonomi Islam yang menekankan keadilan dan kepatuhan terhadap syariat.

Dalil Al-Qur’an dan Hadis tentang Verifikasi Berita

Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk selalu memeriksa kebenaran informasi sebelum mempercayainya. Al-Qur’an dengan tegas mengingatkan kita tentang pentingnya verifikasi informasi, khususnya yang berkaitan dengan agama dan kehidupan masyarakat. Dalam surat Al-Hujurat ayat 6, Allah berfirman:

"Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepada kalian dengan membawa berita, maka periksalah dengan teliti, agar kalian tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa sengaja, yang kemudian kalian menyesali apa yang telah kalian lakukan." (QS. Al-Hujurat: 6)

Ayat ini menegaskan bahwa kita tidak boleh sembarangan mempercayai informasi yang datang tanpa melakukan pengecekan terlebih dahulu. Dalam konteks hoaks mengenai Donald Trump dan Haji, ayat ini menjadi sangat relevan, karena menyebarkan informasi yang tidak jelas kebenarannya dapat menimbulkan kerugian besar bagi umat Islam.

Selain itu, hadis Nabi Muhammad SAW juga mengingatkan kita untuk tidak mudah percaya pada berita yang belum jelas. Rasulullah SAW bersabda: "Cukuplah bagi seorang untuk dikatakan sebagai pendusta apabila ia menceritakan segala sesuatu yang ia dengar." (HR. Muslim, No. 5,236)

Hadis ini mengajarkan kita untuk berhati-hati dalam menyebarkan informasi, agar tidak terjebak dalam penyebaran berita palsu yang dapat menimbulkan kerusakan.

Penutup : Kesimpulan

Hoaks tentang Donald Trump yang meminta Arab Saudi menaikkan biaya Haji dan Umrah demi membangun Los Angeles adalah contoh nyata dari penyebaran informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai umat Islam, kita memiliki kewajiban untuk memverifikasi setiap berita yang kita terima dan tidak terburu-buru menyebarkannya kepada orang lain.

Dalam era informasi yang serba cepat ini, kita harus lebih bijak dalam mengonsumsi dan menyebarkan berita. Dengan memegang teguh prinsip-prinsip Islam tentang kejujuran, kehati-hatian, dan verifikasi, kita dapat melawan arus hoaks dan berkontribusi pada terciptanya masyarakat yang lebih cerdas dan damai.

Kita semua memiliki peran dalam menjaga kebenaran. Jika kita sebagai umat Islam bisa menjalankan prinsip-prinsip ini dengan baik, maka kita akan menjadi umat yang lebih kuat, lebih terhormat, dan lebih aman dari penyebaran hoaks yang merugikan.

Jangan sampai umat Islam terptovokasi untuk kemudian melakukan hal-hal yang menguras energi, yang justru hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu, yang hobi mencari keuntungan dari dinamika keributan sosial keagamaan.

Penulis: Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur

Editor : Alim Perdana