ayojatim.com skyscraper
ayojatim.com skyscraper

Viral! Tren "No Buy Challenge" Jadi Gaya Hidup Baru Gen Z Hindari Belanja Konsumtif

Sedang tren "No Buy Challenge" di sosial media yang bertujuan untuk mengurangi konsumsi dan pengeluaran. Foto/ilustrasi-AI
Sedang tren "No Buy Challenge" di sosial media yang bertujuan untuk mengurangi konsumsi dan pengeluaran. Foto/ilustrasi-AI

SURABAYA - Tren "No Buy Challenge" atau tantangan tidak membeli tengah populer di kalangan masyarakat, khususnya di media sosial. Lebih dari sekadar upaya penghematan, tantangan ini menunjukkan kesadaran akan dampak konsumsi berlebihan terhadap lingkungan dan keuangan pribadi.

Awalnya populer di kalangan minimalis, "No Buy Challenge" kini menarik minat berbagai kalangan. Peserta tantangan ini berkomitmen untuk tidak membeli barang-barang tertentu selama periode waktu tertentu, misalnya satu bulan, tiga bulan, atau bahkan satu tahun.

Barang-barang yang biasanya menjadi target meliputi pakaian, kosmetik, perlengkapan rumah tangga, dan barang-barang elektronik.

"Saya mengikuti No Buy Challenge selama tiga bulan," ujar Ayu (27), salah satu mahasiswi kampus di Surabaya yang sedang mengikuti seorang peserta tantangan ini, Senin (13/1/2024).

"Awalnya sulit, tapi lama-lama saya menyadari betapa banyak barang yang sebenarnya tidak saya butuhkan. Selain menghemat uang, saya juga merasa lebih mindful dalam berbelanja," ungkap Diah (33), yang juga pernah mengikuti tantangan ini.

Apa itu Trend "No Buy Challenge"?

"No Buy Challenge" adalah sebuah tren yang mendorong orang untuk menghindari membeli barang-barang baru untuk jangka waktu tertentu, biasanya selama satu bulan atau lebih.

Tujuannya adalah untuk mengurangi konsumsi dan pengeluaran, serta meningkatkan kesadaran tentang dampak lingkungan dan sosial dari belanja berlebihan.

Tantangan "No Buy" Pakaian
Seorang peserta berkomitmen untuk tidak membeli pakaian baru selama tiga bulan. Ia memanfaatkan pakaian yang sudah dimiliki dan memperbaiki pakaian yang rusak. Ia juga bertukar pakaian dengan teman-teman atau berbelanja di toko barang bekas.

Tantangan "No Buy" Kosmetik
Seorang peserta lainnya fokus pada produk kecantikan. Ia menghabiskan stok kosmetik yang sudah ada dan hanya membeli pengganti ketika benar-benar habis. Ia juga beralih ke produk homemade atau zero waste untuk mengurangi sampah kemasan.

Tantangan "No Buy" Barang Elektronik
Seorang peserta berkomitmen untuk tidak membeli gadget atau peralatan elektronik baru selama setahun. Ia memperbaiki peralatan yang rusak dan memanfaatkan barang-barang elektronik yang sudah ada dengan maksimal.

Tantangan "Low Buy" untuk Pendekatan yang Lebih Fleksibel

Beberapa peserta memilih pendekatan yang lebih fleksibel dengan "Low Buy Challenge". Mereka membatasi pengeluaran untuk barang-barang tertentu, misalnya hanya membeli satu item pakaian baru per bulan, atau hanya membeli produk kecantikan yang benar-benar dibutuhkan.

Manfaat "No Buy Challenge" tidak hanya terbatas pada penghematan finansial. Tantangan ini juga mendorong peserta untuk lebih menghargai barang-barang yang sudah dimiliki, mengurangi limbah, dan meningkatkan kesadaran akan dampak lingkungan dari kebiasaan belanja konsumtif. Dengan mengurangi pembelian barang baru, peserta secara tidak langsung berkontribusi pada pengurangan emisi karbon dan pencemaran lingkungan.

Namun, tantangan ini juga menuai pro dan kontra. Beberapa orang menganggapnya terlalu ekstrem dan tidak realistis, sementara yang lain melihatnya sebagai langkah positif untuk mencapai gaya hidup yang lebih berkelanjutan.

Kunci keberhasilan "No Buy Challenge" terletak pada perencanaan yang matang dan komitmen yang kuat dari pesertanya. Penting untuk menentukan barang-barang apa yang akan dihindari dan menetapkan tujuan yang realistis.

Tren ini menunjukkan pergeseran paradigma dalam pola konsumsi masyarakat. Semakin banyak orang yang menyadari pentingnya hidup minimalis dan berkelanjutan, sehingga "No Buy Challenge" bukan hanya sekadar tren sesaat, tetapi juga sebuah gerakan yang berpotensi besar untuk mengubah gaya hidup masyarakat modern.

Editor : Redaksi