SURABAYA - NPD atau Narcissistic Personality Disorder kini menjadi bahasan yang cukup menarik. Lantas penderita NPD apakah bisa sembuh, dan bagaima cara menghadapi NPD yang dikenal tak ada obat yang mampu menyembuhkan penyakit kejiwaan ini.
Di sisi lain, penderita tak akan pernah bisa mengakui bahwa mereka mengidap NPD. Demikian menurut pandangan psikolog.
NPD sendiri merupakan level narsistik yang berlebihan. Penderita NPD kerap tak sadar bahwa personal mengidap penyakit tersebut.
Sayangnya, tak ada obat khusus untuk menyembuhkan sehingga perlu trik menghadapi mereka. Terutama bagi para korban yang berada di lingkaran mereka.
Pengusaha asal Surabaya, Kartika Soeminar, dalam sebuah seminar Break The Silence menceritakan pengalaman hidup berumah tangga dengan seorang NPD. Ciri-cirinya persis seperti kajian para psikolog.
Penderita NPD haus akan pujian karena berasal dari pola asuh sejak kecil dan saat tumbuh besar ia merasa superior.
Kartika hidup bersama suaminya selama 23 tahun. Ia harus merasakan penderitaan hingga mengalami depresi kronis karena mendapat perlakuan abusive dari orang terdekat yang over narsistik. Kartika kini berusaha agar sifat dan karakter buruk itu tak menurun kepada anaknya.
"Bagaimana anak kita agar tidak NPD itu adalah dengan cara mendidik," kata Kartika saat sharing session Break The Silence di TS Suite Artotel Surabaya, Sabtu (24/8/2024).
Setelah mengalami kehidupan pahit itu, Kartika Soeminar perlahan mulai melepaskan diri dari jerat penderita NPD. Ia kemudian aktif menyuarakan keresahan tentang gangguan kesehatan mental melalui kampanye bertagar Broken but Unbroken bersama Kumpulan Emak Blogger (KEB). Berkumpul bersama lingkungan positif, meditasi dan menenangkan diri.
"Saya tidak boleh terpuruk, dan mampu bangkit dengan cepat," ujarnya.
Kartika kemudian memantapkan diri berkeliling ke sejumlah kota besar di Indonesia untuk mengedukasi masyarakat khususnya perempuan tentang pentingnya memahami gangguan NPD serta cara menghadapinya.
Bahkan ia tengah mempersiapkan sebuah buku edukatif tentang kesehatan mental terutama pada penderita NPD.
Psikolog senior, Dra. Probowatie Tjondroegoro, M.Si dalam kesempatan sharing session mengatakan bahwa NPD memang berbeda dengan narsis biasa atau narsis yang masih bisa diterima dalam batas toleransi.
Narsis yang sehat antara lain masih mampu menunjukkan kepedulian sosial dan empati interpersonal, menunjukkan minat yang tulus terhadap gagasan dan perasaan orang lain serta individu memiliki kemauan untuk menyadari peran pribadi mereka ketika masalah terjadi.
Sementara pengidap NPD seringkali memuji dirinya secara berlebihan. Mereka juga cenderung krisis empati terhadap lingkungan sekitar karena pola asuh sejak kecil.
"Biasanya mereka terlalu sering mendapat pujian. Orang NPD cenderung tidak sadar kalau dirinya memiliki ciri-ciri itu," terang Dra. Probowatie Tjondroegoro.
Gejala obsesi kompulsif sangat melekat pada NPD di antaranya manipulatif dan butuh dikagumi.
"Obatnya cukup dicuekin dan dibantah," tegasnya.
Kepala Rumah Sakit Santa Elizabeth Semarang itu menjelaskan, metode fundamental yang mesti dibangun untuk menghadapi pengidap NPD adalah dengan pendekatan humanis tersebut.
"Kita perlu mendekati mereka dengan cara yang lebih initimasi dan santun dalam hubungan interpersonal," ujarnya.
Misalnya ketika orang NPD mulai kurang empati dan meninggi, maka bisa dialihkan pembicaraannya ke hal-hal yang lebih positif.
"Sebab otak manusia sesungguhnya tidak bisa menerima energi negatif," tandasnya.
Dra. Probowatie Tjondroegoro, juga memberikan lima tips menghadapi penderita NPD.
Yaitu menerapkan batasan dengan memperkuat diri sendiri untuk tidak terlalu memperhatikan perlakuan pengidap NPD.
"Bersikap apatis atau cuek, mengurangi interaksi dan komunikasi terhadap mereka merupakan cara efektif untuk menjaga kesehatan mental kita," katanya.
Kedua adalah melakukan afirmasi positif untuk diri sendiri.
"Mengucapkan kata-kata yang bisa menguatkan mental seperti saya semakin kuat, saya bisa menghadapi semua. Memang terdengar sederhana, tetapi kalimat ini memiliki kekuatan untuk mengubah hidup," ungkap Dra. Probowatie Tjondroegoro.
Ketiga adalah melakukan journaling salah satunya melalui terapi kertas. Caranya mengambil secarik kertas yang tidak terpakai, ambil spidol lalu tulis dan gambar luapan isi hati dan emosi korban terhadap orang NPD.
"Selanjutnya robeklah buntalan kertas tersebut dan buang. Terapi ini dianggap efektif untuk meluapkan rasa kesal terhadap pengidap NPD," ujarnya.
Keempat adalah pendekatan spiritual. Meningkatkan ibadah dan memohon diberikan kekuatan mental dan kesehatan jasmani serta rohani dalam menghadapi orang NPD.
Kelima adalah konsultasi dengan ahli terkait kondisi kesehatan mental sekaligus mencari tahu tentang cara menghadapi orang NPD kepada ahli jiwa.
Pada kesempatan ini, psikolog juga memberikan Terapi Lima Jari bagi para peserta seminar untuk mengeluarkan segala keresahan dalam pikiran mereka
Editor : Alim Perdana