Harga Gabah Naik, Petani Jawa Timur Sejahtera

ayojatim.com
Gubernur Khofifah saat panen raya di Kabupaten Lamongan. foto: humprov/ayojatim.

SURABAYA - Seiring keberhasilan dalam menjaga stabilitas pasokan pangan dan harga gabah di tingkat petani, Provinsi Jawa Timur terus menjadi acuan nasional untuk ketahanan pangan.

Kolaborasi erat antara pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten serta sinergi bisnis dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) seperti PT Jatim Grha Utama (JGU) adalah komponen penting dari kesuksesan ini.

Baca juga: Berkat Sinergi Gubenur Khofifah dan Gus Bupati, Jember Keluar dari Krisis BBM

"Peran strategis JGU dalam rantai pasokan dan distribusi beras dapat mendukung ketahanan pangan dan penstabilan harga di Jawa Timur," kata Firman Dwi Kriatmojo, Direktur PT. Jatim Grha Utama" dalam keterangannya," Sabtu (2/8/2025).

Firman melanjutkan, PT Jatim Grha Utama yang juga dikenal sebagai JGU, adalah distributor beras utama di wilayah provinsi melalui inisiatif pengadaan dan distribusi "Beras Jatim Cettar".

PT Jatim Grha Utama menjalankan manajemen rantai pasokan terintegrasi yang meningkatkan transparansi operasional dan menstabilkan harga beras di wilayah provinsi.

Melalui kemitraan dengan Koperasi Multi Pihak, JGU membantu petani lokal dengan berbagai hal, seperti memasok gabah, meningkatkan kualitas produk, dan mendapatkan harga panen yang adil.

"Karena itu, petani mampu memperbaiki tingkat kesejahteraan mereka dan masyarakat memiliki akses ke makanan berkualitas tinggi dengan harga yang terkontrol," ujar Firman.

Ia melanjutkan, PT Jatim Graha Utama dan anak perusahaan, yakni Puspa Agro membantu memperkuat produksi dan distribusi pangan. Pemerintah daerah dan kota terus berkoordinasi dan melaksanakan berbagai program untuk meningkatkan hasil pertanian.

Pihaknya memberikan fasilitas produksi, mengelola pasokan, serta memastikan harga gabah tetap tinggi agar petani bisa mendapatkan keuntungan yang lebih adil.

"PT Jatim Graha Utama melalui PT. Puspa Agro memainkan peran penting dalam sistem distribusi hasil pertanian dan mengelola pasar induk," terangnya.

Firman menambahkan, hal ini memperkuat ketahanan pangan secara keseluruhan di Jawa Timur. Kerja sama ini membuat Jawa Timur menjadi provinsi penghasil padi terbesar di Indonesia, sekaligus berhasil menjaga harga beli gabah petani tetap stabil.

"Ini menunjukkan keberhasilan yang berkelanjutan dalam menjaga ketahanan pangan di wilayah Jatim," urainya.

Firman menjelaskan, petani di Jawa Timur mendapatkan harga gabah yang tinggi dan kompetitif dibandingkan dengan negara lain.

Ia mengungkapkan, Harga Gabah Kering Panen (GKP) pada tingkat petani rata-rata berada pada kisaran tertinggi Rp4.950,79 per kilogram (Kabupaten Magetan) hingga terendah Rp3.709,09 per kilogram (Kabupaten Bojonegoro). Pada catatan tahun sebelumnya, dan cenderung meningkat sejalan dengan optimalisasi rantai pasokan oleh BUMD dan pemerintah.

Baca juga: Resmikan CNG Station Gresik, Gubernur Khofifah Optimistis Jawa Timur Bergerak Wujudkan Green Economy

Ia mengakui penetapan harga acuan dan operasional BUMD sangat mempengaruhi stabilitas ini, mengurangi kerugian bagi petani. Nilai Tukar Petani (NTP), yang merupakan faktor penting yang menentukan kesejahteraan petani, telah mengalami perbaikan sebagai akibat dari perubahan harga gabah di tingkat petani.

Peningkatan pendapatan petani tanaman pangan di Jawa Timur didorong oleh kenaikan harga gabah. Stabilnya harga gabah berkat aturan HPP GKP yaitu 6.500/kg, sehingga petani bisa mendapat untung besar dan hidupnya lebih baik.

"Hal ini berkat peran strategis Perum BULOG Jawa Timur yang terus membeli gabah langsung dari petani di sawah, bukan beras yang sudah diolah, sehingga harga gabah tetap stabil dan tidak ada fluktuasi yang merugikan petani," imbuhnya.

Alumnus Unair Surabaya itu mengatakan, BULOG juga bekerja sama dengan petani dan pihak terkait agar hasil panen bisa terjual habis secara optimal, sekaligus memperkuat stok beras cadangan pemerintah di daerah dan nasional.

Berbagai harga kebutuhan pokok tetap stabil di Jawa Timur berkat distribusi dan manajemen pasokan yang berhasil dilakukan oleh JGU dan didukung oleh kebijakan pemerintah daerah.

Studi empiris menunjukkan bahwa stabilitas harga beras, gula pasir, dan minyak goreng lebih terjaga di Jawa Timur dibandingkan dengan daerah lain.

"Produksi beras yang tinggi, peningkatan pendapatan masyarakat, dan peningkatan Nilai Tukar Petani atau NTP secara nyata menahan fluktuasi harga beras dalam jangka panjang," ujarnya.

Baca juga: Gubernur Khofifah Apresiasi Sekolah Rakyat Ponorogo, Layani Siswa SD, SMP dan SMA

Di sisi lain, perubahan jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat menjadi faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi tren harga pokok di tingkat regional.

Kebijakan operasi pasar dan penetapan harga acuan pangan strategis adalah bagian lain dari pengendalian harga yang dilakukan pemerintah dan BUMD.

"Misalnya, upaya JGU untuk mendistribusikan pasar murah telah terbukti berhasil menstabilkan harga komoditas utama seperti beras dan gula pasir di Kota Surabaya," tuturnya.

Intervensi stok pemerintah dapat menghentikan gejolak harga akibat spekulasi, sementara rantai pasokan terpantau lancar. Analisis khusus pada kabupaten dan kota menunjukkan pengendalian yang efektif, meskipun ada variasi yang wajar.

Sebagai contoh, harga GKP di Magetan jauh lebih tinggi karena kualitas dan produktivitas lahan, sementara di Bojonegoro cenderung rendah karena biaya angkut yang tinggi dan kesulitan untuk mencapai wilayah panen.

"Harga gabah kering giling (GKG) tertinggi di Jombang adalah Rp5.450,00 per kilogram, sedangkan di Mojokerto adalah Rp5.052,00 per kilogram. Harga gabah kualitas rendah tertinggi di Blitar dan terendah di Kediri. Dengan mengoptimalkan distribusi dan penyerapan oleh BUMD dan pemerintah, disparitas harga tetap terkendali," pungkasnya.

Editor : Diday Rosadi

Wisata dan Kuliner
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru