Dirjen, Wartawan Mandiri dan Kasta

ayojatim.com

Oleh: Ali Masduki
Devisi Pengembangan SDM PFI Surabaya

DEAR WargaNet, akhir pekan ini saya kembali meneruskan artikel bersambung tentang "DIRJEN" atau Direktur Ijen. Wartawan mandiri yang begitu penuh warna menghiasi industri media di era disrupsi.

Baca juga: DIRJEN Baru, Strategi Kreatif Wartawan Mandiri di Era Digital

Kali ini saya akan merespon ungkapan "Kasta" dari salah satu wartawan senior Surabaya, sekaligus kawan ngopi hingga lupa waktu. Berulangkali beliau menjapri saya dan bilang, bahwa Dirjen juga ada Kastanya. Saya pun menjawab "Iya" ketua, meskipun dalam hati juga 'kurang yakin' seratus persen.

Tapi jika dipikir-pikir, "Kasta" dalam industri ini bisa jadi ada. Hanya saja dalam ucapan lain. Maklum, media arus utama selama ini "katanya" mengharamkan penyebutan gelar. Ada kemungkinan aturan itu merupakan siasat untuk menghemat kolom (koran) agar kalimat penting tidak tergusur.

Kembali pada bab Kasta. Tiba-tiba saya teringat ketika bertugas di Ibu Kota, sudah lama sekali. Perilaku wartawan dan perlakuan narasumber kepada wartawan jauh berbeda dari kota Surabaya. Di Jakarta, kala itu, ada istilah ring satu, dua, tiga, dan seterusnya.

Ring satu, ini mendapat keistimewaan dan selalu menjadi andalan narasumber. Ring dua, terkadang hanya disapa untuk memenuhi kuota. Sedangkan ring tiga, sepertinya agak kurang sopan jika dibahas lebih detil.

Untung saja, waktu itu saya berada di ring satu. Sehingga bak tamu kehormatan saat datang di setiap acara. Narasumber gak butuh kenal nama kita, cukup dari media apa.

Barangkali itulah Kasta dalam industri media. Ring satu akan berkumpul dengan ring satu. Mereka seolah alergi jika di padu padankan dengan ring dua dan tiga.

KASTA

Saya coba bertanya pada google. Dijawablah, bahwa kata "Kasta" berasal dari bahasa spanyol atau portugis (casta) yang artinya pembagian masyarakat.

"Kasta yang sebenarnya merupakan perkumpulan tukang-tukang atau orang-orang ahli dalam bidang tertentu," kata google.

Barangkali apa yang diungkapkan kawan ngopi saya tentang "Kasta" dalam Dirjen, atau Wartawan Mandiri, masih ada irisannya dengan jawaban google di atas.

Baca juga: Istimewa, HUT Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia Dihadiri Senator Cantik Lia Istifhama

Sebagai "Dirjen" boleh saja memiliki kemampuan dalam memanfaatkan teknologi dengan cerdas, menguasai platform digital, mengoptimalkan algoritma, SEO, dan media sosial. Bahkan artikelnya bisa menembus "Google Discover". Namun apakah sebagai sosok jurnalis integritasnya bisa diakui? Belum tentu!

Dirjen, Wartawan Mandiri dan Kasta

Mungkin hari ini jari kita, atau memori kepala kita sudah tidak sanggup mengingat nama-nama media online, saking menjamurnya. Mayoritas, media tersebut dioperasikan oleh "Dirjen".

Kira-kira, dari 50 media online, berapa nama wartawan yang memiliki kredibilitas? Saya yakin tidak lebih dari 20 persen. Hanya dia (wartawan) yang memilih dilahirkan dari rahim dengan derajat terhormatlah yang mampu menempati posisi "Brahmana". Sosok wartawan ini tentunya memiliki pengetahuan mendalam tentang profesinya, bukan sekedar "tukang".

Mengintip aturan Dewan Pers, dimana lembaga terhormat itu mendorong setiap insan pers untuk mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW), maka bisa jadi Kasta dalam Dirjen ada irisannya. Wartawan Muda, Madya, dan Utama. Ini hanya gambaran dan opini, belum tentu benar.

Hemat saya, Kasta dalam jurnalistik berbeda dengan sistem pembagian dalam strata sosial yang hanya, karena lahir dari rahim siapa. Kasta wartawan terbentuk dan dibentuk oleh proses panjang. Tidak banyak wartawan yang mampu melakukan pendekatan personal dan bisa dipercaya oleh narasumber "Agung".

Baca juga: KPU Jatim Tingkatkan Kapasitas Fotografi Penyelenggara Pemilu di Era Digital

Sang "Brahmana", dalam dunia pers media bukan lagi tukang ketik, tukang foto, tukang edit, atau jago di dalam kandang redaksi. Hingga suara dering hapenya bikin anak buah gemetar.

Ia sudah menggapai titik, di mana para narasumber tidak lagi menjadi narasumber, tetapi sebagai teman dan sahabat. Sekali gawai Brahmana tersambung dan membuat gawai narasumber berkokok, maka narasumber akan minta maaf jika slow respon.

Kasta dalam Dirjen ini tidak terpaut pada lembaran sertifikasi UKW. Tidak butuh embel-embel juara ini itu. Akan tetapi dia "Kasta" tertinggi mampu 'mengkooptasi' individu atau kelompok yang berbeda.

Lantas bagaimana cara menggapai hingga Kasta Brahmana?

Bersambung......

Selamat Akhir Pekan!

Editor : Amal Jaelani

Wisata dan Kuliner
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru