Jawa Pos dan Dahlan Iskan, Sengketa Hukum Murni Terkait Penertiban Aset

ayojatim.com
Hidayat Jati, Direktur Jawa Pos Holding. Foto/Dokumentasi Pribadi

SURABAYA - Sengketa hukum antara Jawa Pos dan Dahlan Iskan beserta Nany Wijaya murni berfokus pada penertiban aset perusahaan, bukan terkait kontribusi Dahlan Iskan dalam pengembangan Jawa Pos di masa lalu. Hal ini ditegaskan oleh Hidayat Jati, Direktur Jawa Pos Holding, dalam wawancara baru-baru ini.

Jati menjelaskan bahwa sebagian besar permasalahan hukum Jawa Pos dengan pihak lain merupakan bagian dari upaya pemulihan dan penertiban aset perusahaan.

Baca juga: ITS Tanamkan Nilai Kemanusiaan Lewat Semester Opening Lecture Bareng Dahlan Iskan

"Seperti aksi korporasi lainnya, direksi wajib merapikan pembukuan dan memastikan kejelasan status kepemilikan aset," ujarnya.

Proses ini, lanjut Jati, semakin penting setelah program tax amnesty pada 2016, yang hasilnya telah tercatat dan diaudit dalam Laporan Keuangan Jawa Pos serta disahkan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Beberapa aset yang bermasalah melibatkan Dahlan Iskan, namun sebagian besar telah diselesaikan secara damai.

Salah satu contohnya adalah penyelesaian kewajiban Dahlan Iskan terkait investasi pribadi di proyek PLTU Kalimantan Timur, yang dikompensasikan dengan saham Jawa Pos. Hal serupa juga terjadi pada aset proyek pengolahan nanas milik Dahlan Iskan.

"Jadi, tidak hanya soal PT Dharma Nyata, tetapi sejumlah aset dan transaksi di masa lalu telah diselesaikan dengan kesepahaman kedua belah pihak," tambah Jati.

Keputusan untuk menempuh jalur hukum, menurut Jati, merupakan pilihan yang berat dan telah dipertimbangkan matang.

"Aset Jawa Pos harus diselamatkan dan hukum harus dipatuhi," tegasnya.

Jati juga menjelaskan latar belakang banyaknya aset Jawa Pos yang perlu ditertibkan. Di masa kepemimpinan Dahlan Iskan, praktik nominee—menitipkan aset atas nama direksi—sering dilakukan karena regulasi di era Soeharto yang mewajibkan izin media atas nama pribadi.

Praktik ini, yang sayangnya berlanjut setelah era Soeharto, menimbulkan kompleksitas dalam kepemilikan aset.

Sejak wafatnya pendiri Jawa Pos, Eric Samola, pada akhir tahun 2000, upaya penertiban aset telah dilakukan. Proses ini, yang dimulai pada awal 2001, membutuhkan waktu lama karena jumlah aset yang banyak dan tersebar.

Beberapa aset diselesaikan melalui kesepakatan, sementara yang lain berujung pada sengketa hukum.

Terkait kepemilikan saham Dahlan Iskan sebesar 3,8 persen di Jawa Pos, Jati menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan kompensasi atas kewajiban materil Dahlan Iskan kepada perusahaan.

Mengenai sengketa aset dengan PT Dharma Nyata, Jati menegaskan bahwa mantan direksi Jawa Pos mengetahui bahwa aset tersebut bukan milik mereka, dan upaya balik nama telah dilakukan sejak 2001. Bukti-bukti yang valid mendukung klaim Jawa Pos.

Meskipun PT Dharma Nyata rutin membayar dividen ke Jawa Pos hingga 2017, pembayaran tersebut dihentikan setelah Nany Wijaya dicopot dari holding.

Meskipun menempuh jalur hukum, Jawa Pos tetap terbuka untuk bernegosiasi dengan Dahlan Iskan, asalkan dilakukan dengan niat baik dan berdasarkan fakta hukum.

"Kami selalu terbuka untuk itu, karena kami sadar, jika tidak paham betul atas duduk perkara hukum yang ada, akan mudah muncul salah persepsi," pungkas Jati.

Editor : Alim Perdana

Wisata dan Kuliner
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru