SURABAYA – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) memasuki babak baru dalam upaya menyatukan kembali barisan organisasinya setelah terpecah selama enam tahun.
Dewan Pimpinan Cabang (DPC) GMNI Surabaya dan Jember mengambil inisiatif strategis dengan membentuk Badan Pekerja Kongres Nasional XXII Tahun 2025, mengukuhkan Surya Dwi Hadmaja sebagai Ketua dan Lazuardi Vivekananda Putrawardana sebagai Sekretaris.
Baca juga: Polemik di Blitar, Kongres Persatuan GMNI Tetap Lanjut di Surabaya
Langkah ini bertujuan mengakhiri dualisme kepemimpinan di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) GMNI yang terjadi sejak Kongres XXI di Ambon (2019).
Perpecahan antara kubu Imanuel Cahyadi-Soejahri Somar dan Arjuna Putra Aldino-M. Ageng Dendy Setiawan telah melemahkan organisasi dan menghambat konsolidasi kader, serta mengurangi peran GMNI dalam memperjuangkan ideologi Marhaenisme.
Badan Pekerja Kongres XXII, yang melibatkan perwakilan dari berbagai cabang GMNI se-Indonesia dari kedua kubu, mendapat mandat untuk merumuskan agenda persatuan, menyempurnakan sistem kaderisasi, dan menetapkan langkah strategis untuk memperkuat nation and character building.
Didik Prasetiyono, Direktur Utama PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER), dan mantan Ketua DPC GMNI Surabaya (1997) serta Ketua Korda GMNI Jawa Timur (1999), memberikan dukungan penuh.
"Saya menyambut dengan penuh harapan dan dukungan atas keinginan untuk melaksanakan Kongres Persatuan GMNI," ujarnya.
Baca juga: GMNI Bentuk Badan Pekerja Kongres XXII, Akhiri Dualisme Kepemimpinan
"Persatuan bukan sekadar tujuan, tetapi ruh utama organisasi yang mengusung semangat kebangsaan dan kerakyatan," tegasnya.
Didik menekankan pentingnya kebesaran hati dan komitmen pada persatuan untuk menyelesaikan dualisme.
"Dualisme hanya menguras energi, mengaburkan arah perjuangan, dan menjauhkan kita dari cita-cita organisasi. Jalan keluar terbaik adalah kembali kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART)," tegasnya.
Baca juga: Suhu Politik Memanas Jelang Konfercab GMNI Surabaya, Perebutan Ketum dan Dukungan DPP
Ia menambahkan bahwa persatuan membutuhkan kedewasaan dan sikap legawa dari semua pihak.
"Dualisme menunjukkan organisasi ini hidup dan dinamis. Namun, dinamika tanpa arah akan menjadi turbulensi yang tidak produktif. Saatnya kita semua kader, alumni, dan simpatisan menurunkan ego, membuka ruang dialog, dan bertanya: apakah kita masih memerlukan GMNI sebagai rumah besar ideologi Marhaenisme? Jika ya, Kongres Persatuan adalah langkah sejarah yang wajib kita songsong bersama," pungkas Didik.
Editor : Alim Perdana