AJI, IJTI, dan PFI Tolak Program Rumah Bersubsidi untuk Jurnalis

Reporter : Ali Masduki
Tiga organisasi pers menolak rencana program pemerintah memberikan kredit rumah bersubsidi bagi jurnalis. Foto/Antara

JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) menolak rencana program pemerintah memberikan kredit rumah bersubsidi bagi jurnalis.

Ketiga organisasi jurnalistik ini menilai program tersebut tidak tepat dan berpotensi menimbulkan stigma negatif terhadap profesi jurnalis.

Baca juga: AJI Surabaya Kecam Polisi yang Pukul dan Intimidasi Jurnalis Saat Meliput Demo Tolak UU TNI

Rencana program ini diumumkan oleh Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang berencana menyalurkan 1.000 rumah subsidi dan layak huni untuk jurnalis mulai 6 Mei 2025.

Program ini merupakan kerja sama dengan Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Kementerian Komunikasi dan Digital, BPS, Tapera, dan BTN, dengan menggunakan skema FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan).

Ketua Umum AJI, Nany Afrida, menyatakan bahwa program ini berpotensi menimbulkan kesan bahwa jurnalis sudah tidak kritis lagi.

"Jika jurnalis mendapatkan rumah dari Komdigi, tidak bisa dielakkan kesan publik bahwa jurnalis sudah tidak kritis lagi. Maka sebaiknya program ini dihentikan saja, biarlah teman-teman mendapatkan kredit lewat jalur normal seperti lewat Tapera atau bank," ujar Nany.

Senada dengan Nany, Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan, juga menilai program ini tidak tepat. Herik berpendapat bahwa pemerintah seharusnya fokus pada bagaimana persyaratan kredit rumah dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.

"Pemerintah mesti fokus bagaimana persyaratan kredit rumah terjangkau semua lapisan masyarakat," kata Herik.

Baca juga: AJI Surabaya Kecam Polisi yang Pukul dan Intimidasi Jurnalis Saat Meliput Demo Tolak UU TNI

Ketua Umum PFI, Reno Esnir, menambahkan bahwa subsidi rumah mestinya bukan berdasarkan profesi, melainkan berdasarkan kebutuhan dan kategori penghasilan. "Subsidi rumah mestinya bukan berdasarkan profesi tapi untuk warga yang membutuhkan dengan kategori penghasilan, apapun profesinya," tegas Reno.

Ketiga organisasi jurnalistik ini juga menyoroti bahwa program ini memberikan jalur khusus kepada jurnalis untuk mendapatkan rumah bersubsidi, sementara golongan profesi lain harus memperebutkan program tersebut lewat jalur normal. Hal ini dinilai dapat memberi kesan buruk pada profesi jurnalis, seolah-olah jurnalis patut diistimewakan.

AJI, IJTI, dan PFI menekankan bahwa jurnalis sebagai warga negara memang membutuhkan rumah, tetapi kebutuhan tersebut tidak berbeda dengan kebutuhan warga negara lainnya.

Mereka juga meminta pemerintah untuk fokus pada pengadaan rumah yang terjangkau oleh warga negara dan target 3 juta rumah benar terpenuhi.

Baca juga: Semangat Tanpa Batas: Terima Kasih untuk Panitia OC & SC yang Menghidupkan Silakwil ICMI Jatim

Sebagai alternatif, ketiga organisasi jurnalistik ini menyarankan agar pemerintah fokus pada upaya memperbaiki kesejahteraan jurnalis dengan memastikan perusahaan media menjalankan UU Tenaga Kerja, termasuk memastikan upah minimum jurnalis, memperbaiki ekosistem media, dan menghormati kerja-kerja jurnalis.

"Jika upah jurnalis sudah layak, maka kredit rumah dengan mudah dapat dipenuhi," kata Reno Esnir.

"Jurnalis termasuk fotografer, membutuhkan jaminan kebebasan dan keamanan ketika melakukan liputan," tambahnya.

AJI, IJTI, dan PFI berharap pemerintah dapat mempertimbangkan masukan mereka dan fokus pada program-program yang lebih bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk jurnalis.

Editor : Alim Perdana

Wisata dan Kuliner
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru