Menulis untuk Langit, Seruan bagi Para Cendekiawan!

Reporter : Ulul Albab
Untuk para cendekiawan yang istiqomah menulis tanpa pamrih, telah menjadikan ilmu sebagai sedekah. Foto: Generate AI

DI TENGAH dunia yang makin bising oleh pencitraan, masih adakah cendekiawan yang menulis dengan hati? Masih adakah yang menjadikan ilmu sebagai sedekah, dan pena sebagai ibadah?

Di saat sebagian ada yang sibuk berlomba menulis demi pangkat, angka kredit, uang, dan gengsi, ternyata ada segelintir jiwa yang tetap memilih jalan sunyi. Mereka yang menulis bukan untuk viral, tetapi untuk menuntun. Mereka yang mencatat bukan untuk dipuja, tetapi untuk menjaga cahaya ilmu agar tak padam ditelan zaman.

“Mari kita tuliskan cahaya-cahaya dari langit dalam bentuk huruf, agar generasi setelah kita tak buta arah. Dan agar dunia tahu bahwa masih ada yang menulis bukan untuk tenar, tapi untuk menyelamatkan nurani umat manusia.”

Baca juga: Khofifah Indar Parawansa: Ibu Bangsa, Ibu Umat

Kalimat itu bukan sekadar ajakan, tapi ikrar jiwa para cendekia yang tak ingin sekadar dikenal, melainkan bermanfaat—karena Allah.

Ilmu sebagai Sedekah, Pena sebagai Ibadah

Cendekiawan sejati adalah mereka yang mengajarkan, tanpa menggurui. Yang menyampaikan kebenaran, tanpa menghakimi. Yang tetap menulis walau tanpa tepuk tangan, karena tahu setiap huruf yang ditulis dengan Ikhlas adalah bagian dari tangga menuju ridha-Nya.

Untuk anda para cendekiawan yang istiqomah menulis tanpa pamrih: Engkau telah menjadikan ilmu sebagai sedekah. Engkau telah menjadikan pena sebagai ibadah. Dan engkau telah menjadikan perjuanganmu di jalan “menulis” ini, sebagai bukti bahwa “ikhlas” itu bukan dongeng, tapi kenyataan.

Dunia Butuh Pelita, Bukan Sekadar Penceramah

Hari ini, kita tidak kekurangan gelar. Yang kita butuhkan adalah ketulusan. Ilmu yang menyejukkan, pena yang menghidupkan, dan tulisan yang tidak sekadar canggih, tetapi mampu menyentuh hati dan menggugah nurani.

Kita butuh cendekiawan yang berani menjadi lilin— terbakar perlahan demi menerangi. Yang tak hanya sibuk mencerdaskan, tapi juga sanggup menuntun, menginspirasi, dan mentransformasi.

Baca juga: Kalau Hakim Bisa Disuap, Apa Kabar Masa Depan Hukum Kita?

Seruan Bagi Penulis Langit

Jika engkau termasuk yang masih setia menulis karena Allah, maka ketahuilah: engkau sedang menjalankan jihad zaman ini. Engkau sedang menjadi pelita dalam sunyi. Dan engkau sedang menulis sejarah—yang kelak akan dikenang oleh langit.

"Barang siapa memberi petunjuk kepada kebaikan, maka ia mendapat pahala seperti orang yang mengamalkannya..." (HR. Muslim)

Teruslah menulis. Meski tanpa panggung, meski tanpa viral, meski tanpa undangan seminar. Karena engkau sedang menyusun tangga menuju surga melalui tinta yang ditulis dengan cinta.

Kita Masih Bisa Menjadi Pelita

Baca juga: Membangun Malang dari Desa, Sebuah Panggilan untuk Keadilan dan Kesejahteraan

Sahabat, dunia hari ini sedang butuh kehadiranmu. Bukan sekadar sebagai pemikir, tapi sebagai penjaga arah. Penulis yang mencintai kejujuran, pengajar yang membangunkan kesadaran, dan ilmuwan yang menolak menjual idealisme demi pengaruh sesaat.

Mari kita isi ruang-ruang media sosial dengan suara yang mencerahkan. Bukan hanya mengkritik, tetapi menawarkan harapan. Bukan hanya menganalisis, tetapi juga membimbing dengan cinta. Karena menulis bukan soal menjadi hebat, tetapi menjadi manfaat.

Oleh: Ulul Albab
Ketua ICMI Orwil Jawa Timur

 

Editor : Alim Perdana

Wisata dan Kuliner
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru