Spiritualitas Berbagi dari Lita Machfud Arifin

Reporter : Redaksi
Moch Eksan, Pendiri Eksan Institute. foto: ayojatim

RAMADAN adalah bulan berbagi. Apalagi bagi politikus muslim seperti Lita Machfud Arifin, lazim menggelar acara bukber, berbagi takjil, sembako, pembayaran zakat , infak dan sedekah (ZIS), pemberian THR dan seterusnya. Acara ini masuk aksi filantropis dalam khazanah kebudayaan dan peradaban Barat.

Kata "filantropi'' berasal dari bahasa Yunani "Philos" yang berarti cinta dan 'Antropos" yang artinya manusia. Filantropis lumrah didefinisikan dengan kegiatan berbagi terhadap sesama sebagai wujud cinta manusia. Mereka adalah umumnya anak yatim, orang miskin, korban bencana alam dan sosial, serta kaum pinggiran lainnya.

Baca juga: Fenomena Ramadhan Merubah Dunia, Merubah Kita Menjadi Lebih Baik

Secara umum, filantropi itu implementasi dari kedermawanan. Suatu sifat dalam tinjauan agama yang akan mendekatkan dengan Tuhan, manusia dan surga. Begitu pula sebaliknya. Kedermawanan muncul sebagai jalan spiritual untuk menolak bala' dan meraih kemakmuran.

Malah Lita berpandangan bahwa santuan anak yatim dalam mengawali sebuah acara sebagai "tawashul" agar acara yang digelar diberi kelancaran dan kesuksesan. Tradisi ini dilakukan jauh sebelum menjadi anggota DPR RI, saban menggelar hajatan besar.

Selain itu, Lita juga memiliki kegiatan sosial rutin, seperti: benovasi WC komunal, bedah rumah, Bantuan kesehatan (operasi anak seperti Diego, Rayden, dan Aisha), sembako, Jumat berkah, dan bantuan pendidikan dengan menyekolahkan anak kurang mampu secara ekonomi.

Dan selama ini terbukti, semisal Rakorwil Pemenangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak pada Minggu, 13 Oktober 2024, berjalan lancar dan sukses. Partai NasDem Jawa Timur bukan hanya sukses mengantarkan pasangan gubernur-wakil gubernur menjadi pemimpin periode kedua. Akan tetapi juga berhasil menang di 27 daerah pada Pilkada Serentak, Rabu, 27 November 2024.

Bahkan di tengah arus pragmatisme politik dari pemilih, aksi filantropis pada setiap pemilu merupakan jalan kemenangan. Tanpa berbagi dengan pemilih, hasil survei setinggi apa pun dari sang calon, bisa runtuh dan jatuh pada kekalahan tragis. Banyak contoh kasus yang membuktikan kebenaran spiritualitas berbagi ini.

Namun demikian, spiritualitas berbagi Lita bukan dadakan karena even elektoral, bukan pula sebab personal branding, tetapi berbagi adalah laku spiritual yang telah terbentuk dalam diri sebagai seorang filantropis yang gemar berdharma terhadap sesama, apalagi bagi orang yang sedang mengalami kesusahan hidup. Ia yakin doktrin, "Wallahu fii aunil abdi maakaanal abdu fii auni akhiihi” (Allah akan membantu hamba-Nya selama hamba tersebut membantu saudaranya).

Sebagai seorang politikus muslimah yang taat, Lita sangat sadar bahwa karier menjadi anggota DPR RI tak lepas dari akumulasi kerja sosial dan ikhtiar politik yang keras tanpa pamrih dan mengenal lelah, yang akhirnya diganjar dengan kemenangan di Dapil Jatim I (Surabaya Sidoarjo). Padahal, daerah ini adalah "Dapil Neraka" yang menjadi basis kaum abangan dan santri.

Doa orang yang dibantu telah melapangkan langkah Lita menuju Senayan dalam pengabdian lebih luas. Dengan menjadi anggota Komisi X, ia bisa lebih berbuat banyak pada rakyat. Dimana ruang lingkup tugas dari komisi ini adalah bidang pendidikan, olah raga, kebudayaan, sains dan teknologi.

Dalam melaksanakan tupoksi di atas, Lita bermitra kerja dengan 7 kementerian/badan. Antara lain: Pertama, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Kedua, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi. Ketiga, Kementerian Kebudayaan. Keempat, Kementerian Pemuda dan Olah Raga. Kelima, Perpustakaan Nasional (Perpusnas). Keenam, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Dan Ketujuh, Badan Pusat Statistik (BPS).

Baca juga: Reshuffle Indonesia Gelap

Di komisi di atas, Lita termasuk wakil rakyat yang vokal dalam menyuarakan berbagai issu penting dan strategis nasional. Berbagai pernyataan yang terekam publik mengandung pandangan politik gagasan yang unik dan khas dari induk partai yang diwakilinya.

Termasuk pernyataan Lita soal naturalisasi pemain timnas sepak bola Indonesia. Sebuah pertanyaan yang hendak menguak tabir biaya transfer pemain yang umum berlaku di club sepak bola dunia. Ia mewakili penasaran publik yang ingin tahu hal tersebut. Semua demi keterbukaan informasi publik serta membangun partisipasi rakyat dalam peningkatkan prestasi sepak bola nasional.

Jadi, suara kritis Lita di Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi X, sejatinya adalah manifestasi filantropi dalam bentuk lain. Sebab, pilihannya bersuara kritis butuh keberanian dan pengorbanan, hatta kontroversi pendapat yang berlatar kesalahpahaman. Inilah konsekuensi logis dari anggota dewan yang konsisten sebagai penyambung lidah rakyat, yang terkadang disalahartikan dan tak populer di hadapan nitizen.

Sementara, ikhtiar Lita untuk memperluas kesempatan pendidikan bagi siswa sekolah dasar dan menengah serta mahasiswa perguruan tinggi, tak seheboh dibandingkan dengan naturalisasi. Bahkan, ikhtiar tersebut sangat berarti bagi peningkatan indeks pembanguan sumber daya manusia (IPM).

Begitu pula ikhtiar Lita dalam mendukung peningkatan literasi bagi kader NasDem, juga tak seramai bila disamakan dengan naturalisasi. Sedangkan, antara literasi dan naturalisasi lebih menyentuh yang disebut pertama lantaran menyangkut angka melek huruf rakyat yang merupakan indikator dari IPM.

Baca juga: Reshuffle Indonesia Gelap

Kendatipun, Lita newcomer di dunia politik, ia pribadi yang mudah beradaptasi. Disamping, ia sosok yang gemar belajar. Sekarang, ia sedang menempuh program S-1 untuk menunjang tupoksi agar benar-benar mengetahui peta jalan penyelesaian persoalan bangsa beserta mitigasinya.

Bidang pendidikan, olah raga, kebudayaan, sains dan teknologi adalah tempat babonnya masalah besar di Republik ini. Berbekal pengalaman dalam mengurus keluarga Bhayangkari, UMKM, serta pergaulan yang luas di dalam maupun di luar pemerintahan, Lita adalah "lilin" untuk menerangi jalan-jalan gelap Indonesia dalam menghadapi problema bangsa.

Di atas berbagai problem bangsa, Lita memilih menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan. Sebab ia sangat menyadari bahwa kegelapan tak bisa diganti dengan kegelapan, ia hanya bisa dirubah dengan cahaya. Kebencian tak bisa diganti dengan kebencian, ia hanya bisa dirubah dengan cinta, seperti kata Martin Luther King, tokoh pejuang kesetaraan rasial di Amerika Serikat.

Berbekal cinta kepada Tuhan, Lita cinta kepada sesama. Spiritualitas berbagi adalah jalan cintanya kepada Tuhan dan manusia sekaligus. Di usia ke-53 pada 14 Maret 2025 mendatang, kita berharap ia sehat dan sukses selalu. Amien...

Moch Eksan adalah Pendiri Eksan Institute

Editor : Diday Rosadi

Wisata dan Kuliner
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru