Mudik Saat Ramadan: Apa Boleh Mokel Puasa?

Islam memberikan kelonggaran untuk membatalkan puasa bagi mereka yang bepergian. Foto/Repro Ciphoc
Islam memberikan kelonggaran untuk membatalkan puasa bagi mereka yang bepergian. Foto/Repro Ciphoc

MUDIK, atau pulang kampung saat bulan Ramadan menjelang Hari Raya Idul Fitri, adalah tradisi yang sangat kental di kalangan umat Muslim, terutama di Indonesia.

Bagi banyak orang, mudik bukan hanya sekadar perjalanan jauh, tetapi juga merupakan momen berharga untuk berkumpul bersama keluarga di kampung halaman.

Namun, sering kali timbul pertanyaan, bolehkah seseorang membatalkan puasanya saat dalam perjalanan mudik? Apakah mudik menjadi alasan yang sah untuk tidak berpuasa?

Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam mengenai hukum batal puasa bagi pemudik dalam Islam, serta syarat-syarat yang membolehkannya.

Apakah Mudik Bisa Membatalkan Puasa?

Menurut Al-Qur'an, Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah (2:185): "Dan barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib mengganti puasa) pada hari-hari yang lain."

Ayat ini secara jelas menyebutkan bahwa bagi mereka yang sedang dalam perjalanan jauh (safar), diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan menggantinya di hari lain setelah Ramadan.

Apa yang Dimaksud dengan Perjalanan Jauh (Safar)?

Safar atau perjalanan jauh dalam istilah fiqih Islam adalah perjalanan yang memenuhi kriteria tertentu, yakni perjalanan yang jaraknya mencapai sekitar 80-90 km dari tempat tinggal seseorang. Ini adalah jarak yang ditetapkan oleh mayoritas ulama yang dianggap cukup jauh untuk mengganggu ibadah puasa.

Namun, perjalanan yang dimaksud tidak hanya dilihat dari jarak saja. Tingkat kesulitan perjalanan juga menjadi pertimbangan apakah seseorang dibolehkan berbuka puasa.

Jika perjalanan tersebut menyebabkan rasa lelah, dehidrasi, atau ketidaknyamanan, maka berbuka puasa menjadi pilihan yang dibolehkan.

Jika seseorang bepergian dengan jarak lebih dari 80 km, maka perjalanan tersebut dapat dikategorikan sebagai safar, dan dengan demikian seseorang boleh tidak berpuasa.

Jika perjalanan mudik terasa sangat melelahkan, misalnya karena cuaca panas, kemacetan, atau kondisi fisik yang menurun, maka berbuka puasa dibolehkan. Hal ini sesuai dengan sebuah riwayat tentang Nabi Muhammad SAW yang pernah melihat seorang sahabat kelelahan saat berpuasa di perjalanan dan menasihati agar ia tidak terus berpuasa dalam kondisi tersebut.

Tetapi, jika seseorang melakukan perjalanan jauh namun merasa nyaman, misalnya menggunakan kendaraan yang nyaman atau pesawat terbang, maka ia tidak dibolehkan untuk membatalkan puasa.

Dalam hal ini, orang yang tetap berpuasa akan mendapat dua pahala sekaligus: pahala menjalankan kewajiban puasa Ramadan dan pahala atas kesabaran menghadapi tantangan perjalanan.

Kapan Seseorang Boleh Membatalkan Puasa Saat Mudik?

Islam memberikan kelonggaran untuk membatalkan puasa bagi mereka yang bepergian, tetapi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:

1. Jarak Perjalanan: Perjalanan yang jaraknya mencapai lebih dari 80-90 km dari tempat tinggal.

2. Keadaan Perjalanan: Perjalanan yang menyebabkan kesulitan luar biasa, seperti dehidrasi berat, kelelahan ekstrem, atau masalah kesehatan lainnya yang mengganggu ibadah puasa.

3. Keadaan Kesehatan: Jika seseorang merasa sangat lelah atau tidak sanggup berpuasa karena perjalanan, maka berbuka puasa diperbolehkan.

4. Tujuan Perjalanan: Perjalanan harus dilakukan dengan niat yang baik, seperti mudik untuk berkumpul dengan keluarga atau untuk kepentingan ibadah lainnya.

Bagaimana Jika Tidak Merasa Sulit Saat Mudik?

Tentu saja, tidak semua perjalanan mudik mengharuskan (membuat terpaksa) kita untuk membatalkan puasa.

Jika perjalanan mudik dirasa nyaman, misalnya dengan menggunakan kendaraan yang nyaman seperti pesawat, dan tidak menyebabkan rasa lelah atau kesulitan, maka seseorang tetap disarankan untuk berpuasa.

Dengan tetap berpuasa, seseorang akan mendapatkan dua keuntungan sekaligus, yaitu pahala puasa dan pahala sabar menghadapi perjalanan.

Wajib Mengganti Puasa (Qadha)

Jika seseorang membatalkan puasa karena perjalanan yang memenuhi syarat safar, maka ia wajib mengganti puasa tersebut setelah Ramadan, yang disebut dengan qadha.

Mengganti puasa di hari lain merupakan kewajiban untuk menunaikan puasa yang tidak dijalankan pada bulan Ramadan.

Namun, perlu dicatat bahwa meskipun diperbolehkan membatalkan puasa saat dalam perjalanan, tidak ada alasan (kedaruratan) untuk berbuka puasa jika perjalanan tersebut tidak memberikan kesulitan yang berarti.

Oleh karena itu, kita disarankan untuk selalu memperhatikan keadaan tubuh dan kondisi perjalanan saat mudik.

Kesimpulan: Menjaga Keharmonisan Ibadah dan Tradisi

Mudik adalah tradisi yang penuh makna bagi umat Islam, namun dalam menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan, kita harus memastikan bahwa kita mengikuti ketentuan-ketentuan syar’i yang ada.

Jika perjalanan mudik menyebabkan kesulitan atau berada dalam kriteria safar, maka berbuka puasa dibolehkan dengan syarat menggantinya di hari lain.

Namun, jika perjalanan terasa nyaman dan tidak mengganggu ibadah, tetaplah berpuasa, karena selain mendapatkan pahala puasa, kita juga memperoleh pahala kesabaran.

Semoga kita dapat menjalankan puasa dengan penuh keikhlasan, baik di rumah maupun saat dalam perjalanan mudik.

Semoga Allah SWT memberikan kemudahan dalam setiap langkah kita, serta keberkahan di bulan Ramadan ini. Aamiin.

Oleh: Ulul Albab

Ketua ICMI Orwil Jawa Timur, Ketua Litbang DPP Amphuri, Pembina Yayasan Masjid Subulus Salam GWA Sidoarjo, Akademisi Universitas Dr. Soetomo

Editor : Alim Perdana