Oleh: Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur
DI PENGHUJUNG tahun 2025, ketika isu pangan kembali menguat secara global akibat perubahan iklim, konflik geopolitik, dan tekanan rantai pasok, Jawa Timur tetap berdiri sebagai salah satu penyangga ketahanan pangan nasional.
Baca juga: Prestasi Jawa Timur dalam Pengembangan Ekosistem Ekonomi Halal
Dalam kajian ini, ICMI Jawa Timur menempatkan sektor pangan dan pertanian sebagai sektor strategis, not only karena kontribusinya pada ekonomi, tetapi karena perannya dalam menjamin stabilitas sosial dan kebangsaan.
Pertanyaannya bukan apakah Jawa Timur mampu memproduksi pangan, tapi apakah kesejahteraan petani bergerak seiring dengan capaian produksi tersebut?.
Produksi Pangan: Pilar Kuat Nasional
Secara objektif, capaian Jawa Timur pada 2025 patut dicatat. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa Jawa Timur secara konsisten berada pada peringkat teratas produsen padi nasional, dengan kontribusi signifikan terhadap produksi beras Indonesia.
Produksi jagung, tebu, dan hortikultura juga menempatkan Jawa Timur sebagai kontributor utama pasokan pangan nasional.
Kondisi ini diperkuat oleh: (a). luas lahan pertanian yang relatif stabil, (b). irigasi teknis yang lebih baik dibandingkan banyak provinsi lain, serta (c). struktur petani yang masih aktif meski tekanan alih fungsi lahan terus berlangsung.
Dalam konteks nasional, ketahanan pangan Indonesia pada 2025 tidak dapat dilepaskan dari peran Jawa Timur. Ini memberi posisi tawar strategis bagi provinsi, sekaligus tanggung jawab besar dalam menjaga pasokan dan stabilitas harga.
Stabilitas Harga dan Inflasi Pangan
Dari sisi inflasi, komoditas pangan menjadi penentu utama. Sepanjang 2025, inflasi pangan Jawa Timur relatif terkendali dibandingkan sejumlah wilayah lain di Indonesia. Peran Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), operasi pasar, serta kelancaran distribusi berkontribusi menahan gejolak harga bahan pokok pada momen krusial seperti Ramadan dan akhir tahun.
Bank Indonesia dalam laporan ekonomi regional menempatkan Jawa Timur sebagai salah satu provinsi dengan manajemen inflasi pangan yang cukup efektif, meskipun tetap rentan terhadap cuaca ekstrem dan gangguan distribusi.
Kesejahteraan Petani: Masalah yang Belum Tuntas
Namun, capaian produksi dan stabilitas harga belum sepenuhnya menjawab soal kesejahteraan petani. Nilai Tukar Petani (NTP), indikator utama kesejahteraan menunjukkan gambaran yang lebih berlapis.
Sepanjang 2025, NTP Jawa Timur berada di kisaran 100–105, relatif setara atau sedikit di atas nasional. Ini berarti petani secara agregat “lulus batas aman”, tetapi belum menunjukkan lonjakan kesejahteraan yang berarti. Biaya produksi (pupuk, tenaga kerja, sewa lahan) meningkat, sementara nilai tambah di tingkat hulu masih terbatas.
ICMI Jatim memandang kondisi ini sebagai paradoks pertanian klasik: daerah surplus pangan, tetapi petaninya belum sepenuhnya sejahtera.
Baca juga: Layanan Publik, Reformasi Birokrasi, dan Kepercayaan Publik
Struktur Masalah: Di Hulu Kuat, di Hilir Lemah
Masalah utama terletak pada: (1). Rantai nilai panjang dan timpang: Petani masih bertahan sebagai produsen bahan mentah. (2). Akses pasar dan pascapanen terbatas: kehilangan nilai karena minim pengolahan. (3). Regenerasi petani lemah: usia petani semakin tua, minat generasi muda rendah. (4). Tekanan iklim: perubahan musim meningkatkan risiko gagal panen.
Tanpa intervensi struktural, keunggulan produksi berisiko stagnan, bahkan bisa terdepak dalam jangka panjang.
Ringkasan Kajian & Rekomendasi
Ketahanan pangan Jawa Timur pada 2025 adalah fakta yang tak terbantahkan. Namun kesejahteraan petani adalah agenda yang belum selesai. Di sinilah pergeseran kebijakan diperlukan: dari sekadar mengejar surplus, menuju pertanian bernilai tambah dan berkeadilan.
Jika ini berhasil ditempuh, Jawa Timur tidak hanya menjadi lumbung pangan nasional, tetapi juga provinsi yang memuliakan para petaninya.
Kajian ICMI Jatim pada sektor ini mengambil Fokus Analisis dengan menilai kinerja Pemprov Jatim dalam sektor pertanian, ketahanan pangan, dan kesejahteraan petani sepanjang 2025. Dibandingkan dengan kinerja nasional, menggunakan indikator terukur: produksi pangan pokok, produktivitas pertanian, harga komoditas, kesejahteraan petani (pendapatan rata-rata), dan indeks ketahanan pangan.
Baca juga: Lingkungan Hidup, Energi, dan Transisi Hijau: Antara Target Nasional dan Kapasitas Daerah
Data diperoleh dari berbagai sumber terpercaya, yaitu: BPS Provinsi Jawa Timur (rilis triwulan 2025), BPS RI (rilis triwulan 2025), Kementerian Pertanian RI, Laporan FAO dan publikasi Bank Indonesia terkait ketahanan pangan.
Ringkasan Temuan: (a). Produksi padi Jatim meningkat 3,8% YoY (lebih tinggi dari nasional 3,2%). (b). Produktivitas hortikultura dan komoditas strategis menunjukkan tren positif, meski distribusi masih timpang di beberapa kabupaten/kota. (c). Pendapatan petani meningkat rata-rata 4,5% YoY, namun sebagian petani masih berada di bawah garis kemiskinan relatif. (d). Indeks ketahanan pangan Jatim menunjukkan stabilitas moderat; stok pangan strategis cukup aman, tetapi tantangan logistik dan distribusi masih perlu diperbaiki.
Penilaian ICMI Jatim untuk sektor ini adalah → Kategori PRESTASI SEDANG. Alasanya: Pertumbuhan produksi positif dan ketahanan pangan relatif aman, tetapi disparitas antar wilayah dan kesejahteraan petani belum merata.
Rekomendasi Strategis ICMI Jatim di sektor ini: (1). Percepat hilirisasi pertanian (pengolahan, kemasan, dan branding lokal). (2). Perkuat kelembagaan petani (koperasi modern, agregator). (3). Dorong petani muda & agroteknologi untuk keberlanjutan sektor. (4). Integrasikan kebijakan pangan–sosial–ekonomi agar petani tidak hanya menjadi alat stabilisasi harga.
Editor : Alim Perdana